Read more: http://matsspensix.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-judul-pada-blog-bergerak.html#ixzz274NKvLCo

Sabtu, 28 Mei 2016

Bedah buku “Ketika Orang Kecil Takut ke Bank”

Jum’at, 27 Mei 2016, bertempat di CU Cikalmas Bedah buku “Ketika Orang Kecil Takut ke Bank” diselenggarakan, sekaligus menjadi ajang Kopi Darat grup WA Ekonomi-Koperasi Banyumas. Selain  peserta dari berbagai unsur : KPRI Neu, Kpri Sehat, Argo Mulyo Jati, BMT Mentari, Perwakilan STAIN, acara yang dimoderatori Direktur Kopkun Institute ini juga menghadirkan sang penulis buku dan tokoh CU Cikalmas Purwokerto sebagai pembicara.
Buku yang sukses merebut hati penggiat koperasi tersebut secara umum berisi kumpulan  catatan proses perjalanan Credit Union atau CU di Kalimantan. Tentang “spirit” berkoperasi  yang sukses menggerakan perekonomian rakyat yang terbukti mumpuni dalam membantu upaya keterpurukan masyarakat di Kalimantan Barat khususnya dan Kalimantan umumnya untuk dapat hidup layak.
Menariknya Prima Sulistya sebagai penulis buku awalnya adalah orang yang awam koperasi. Proses dialektikanya dengan beberapa tokoh muda koperasi disertai semangat pembelajaran yang tinggi membuatnya menjadi antusias untuk memahami perkoperasian. Lambat laun terbangun  kesadaran berkoperasi dan sekaligus merefleksikannya dalam berbagai aktivitas, yang salah satunya terangkum dalam sebuah buku.
Dari dialog sederhana mengenai buku yang dulu berjudul “Berjuang Menolong Diri Sendiri” memicu lahirnya inspirasi khususnya dari beberapa perwakilan koperasi. Yang akhirnya memunculkan ide meredefinisi prinsip pendidikan dan pendekatan anggota CU diaplikasikan dalam konsep pendidikan koperasi. Harapannya adalah terbangunnya blue print  karakter SDM koperasi, sebagai solusi untuk mengembalikan khitah koperasi (bring back co-op) yang benar benar konsen dalam pembangunan manusia dan kemanusiaan.

Beberapa hal yang menjadi kesepakatan adalah adanya pertemuan pertemuan lain di tempat yang berbeda sebagai proses pembelajaran bersama. Kesadaran bahwa pendidikan anggota menjadi tolak ukuran kemajuan sebuah organisasi, selain kesabaran dalam membangun mimpi. Yang  tidak kalah menariknya adalah celetukan penggiat dan tokoh CU Cikalmas Purwokerto, Damar Sasongko di akhir dialogBerkoperasi jangan sendirian, harus banyak teman....”

Minggu, 15 Mei 2016

Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Fasilitator dan Pendamping KUKM

Hari Jum’at – Sabtu, 13-14 Mei 2016 Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Fasilitator  dan Pendamping KUKM diselenggarakan. Kegiatan yang merupakan kerjasama Kementrian  Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Dinas Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan menengah) Provinsi jawa Tengah diikuti sekitar 120 peserta dari pelaku UMKM, Fasilitator, Koperasi  dan perwakilan akademisi bertempat di Hotel Siliwangi Semarang, Jawa Tengah. 
Selain sebagai tindaklanjut surat Asisten Deputi  Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementrian Koperasi dan UKM RI kegiatan ini sekaligus sebagai upaya peningkatan kualitas SDM Pendamping dan Fasilitator.  Output pelatihan diharapkan bisa memberi bekal baik secara teknis maupun pengetahuan lain dalam persiapan memfasilitasi keberadaan UMKM baik secara teknis maupun sistematis, sehingga UMKM benar-benar merasakan manfaat positif dengan kehadiran Pendamping dan Fasilitator.
Kecilnya intensitas Pembinaan dan Pendampingan UMKM (atas nama perorangan maupun lembaga) yang baru sekitar 108,9 ribu dari 6 juta lebih pelaku UMKM di Jawa Tengah menjadi catatan Dinas Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan menengah) Provinsi jawa Tengah.  Oleh karena itu untuk target tahun 2016, 60% program pengembangan dikonsentrasikan ke arah ketrampilan terutama ditujukan ke daerah miskin, dengan total target pembinaan 750 orang, demikian disampaikan  dengan Dinas Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan menengah) Provinsi jawa Tengah dalam sambutannya yang sekaligus membuka secara resmi jalannya pelatihan. 
Selama 2 hari peserta diberikan pengetahuan mengenai Manajemen Keuangan, Pemasaran dan Proses Pendampingan dan Fasilitator. Materi Pelatihan tersebut diharapkan mampu menjadikan sosok Fasilitator dan Pendamping yang mampu memaksimalkan nilai yang dimiliki atau bahkan bisa memberikan nilai tambah terhadap asset yang dimiliki perusahaan/UMKM, mengarahkan supaya produk UMKM dapat bersaing dengan kompetitor yang semakin beragam sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan UMKM. 

Petunjuk teknis Pendampingan tentang bagaimana Pengumpulan Data, pemetaan, analisis & Action Plan serta Progress Report  yang dilengkapi juga pelatihan (diskusi kelompok) teknis proses pendampingan menjadi materi terakhir yang sekaligus menjadi materi terakhir sebelum Pelatihan ditutup. Sebelum masing-masing kembali ke tempat asal, peserta membuat Grup “PendampingUKM.Slwgi.2016”. selain Sebagai wahana bertukar informasi UMKM, keberadaan grup diharapkan tetap bisa menjaga ikatan persaudaraan dan komunikasi antar peserta Pelatihan yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah.

Sabtu, 14 Mei 2016

Ensiklopedia Pak Sopir, antara Visi Hidup dan Merawat Harapan


Apakah anda termasuk orang tua yang menganjurkan anaknya rajin kuliah, menggapai nilai tinggi dan cepat merampungkan pendidikan??  Jika iya tidak ada salahnya kita belajar pada orang ini. Baginya kuliah dan nilai hanya sebatas status, hanya untuk menggugurkan kewajiban perkuliahan. sosok mahasiswa tidak sekedar hanya “cerdas” tetapi juga harus “bejo”. Dan itu hanya dapat diperoleh dengan bersosialisasi dan belajar kehidupan melalui kegiatan kemahasiswaan dan organisasi demi masa depan yang lebih baik.

Itu bukan opini dari seorang seorang pejabat, atau mantan aktivis ataupun seorang berpendidikan tinggi. Ini adalah sebagian dari pemikiran cerdas dan sederhana dari seorang sopir yang sederhana dan berpendidikan seadanya.

Pengalaman menarik ini saya dapatkan secara tidak sengaja. Bermula dari kejenuhan rute 6 jam Semarang - Purwokerto. Perjalanan panjang yang mengharuskan saya terjebak dalam kotak sempit beroda 4 ditemani bisingnya suara mesin berbahan bakar solar. Kaki yang bergerak monoton, serba salah dan serba terbatas. Itu belum termasuk hawa panas, gerah sumpek.

Benar2 situasi dalam sebuah travel yang jauh dari rasa nyaman. Celakanya saya tidak duduk di tengah atau di bagian belakang yang memungkinkan untuk melupakan semuanya denganmenenggelamkan diri dalam pulasnya tidur, tetapi saya terdampar di sebelah sopir. Posisi yang kurang menguntungkan, dengan ruang gerak yang lebih terbatas, sama sekali bukan tempat yang nyaman untuk sekedar memejamkan mata.

Kulirik sekilas sang sopir, seorang lelaki tengah baya berkumis dan berjanggut seperti layaknya sopir kebanyakan, sama sekali tidak mencerminkan teman ngobrol yang menarik. Sosok yang tidak bisa dikatakan rapi, asyik melihat ke depan, sembari menikmati sebatang rokok yang menempel di mulutnya. Sesekali tangannya meraih handphone bututnya dan menghubungi rekan sopir lainnya untuk sekedar basa basi bertanya kondisi jalan demi mengusir kantuk.

"Sudah lama menjadi sopir travel pak" kataku iseng mencoba memecah kesunyian. Sosok yang sedang serius mencermati jalanan tampak menoleh. Seketika raut bosanya memudar berganti dengan gestur antusias. Bahkan tidak sekedar hanya jawaban singkat yang meluncur dari mulutnya, rentetan kisah lainpun ikut menyeruak menghangatkan suasana.

"Yang membuat jaringan system di Unsoed (perguruan negeri di Purwokerto) itu anak saya, dia  bersama temannya " celotehnya. "Wah keren nih" bisikku dalam hati.

Selanjutnya sopir travel yang mempunyai 4 anak tersebut bercerita 2 jagoannya yg bergelar S1. Anak pertama menyelesaikan pendidikan di Fisip Unsoed (Universitas Jenderal Soedirman), sedangkan anak kedua Jurusan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Opini p Andri tentang Tentang dunia mahasiswa sangat mengejutkan, beliau menegaskan bahwa hanya sekedar kuliah saja tidak cukup, mereka harus aktif dalam kegiatan lainnya. Tentu saja itu bukan sekedar pembicaraan pemanis mulut saja. Anak anaknya yang mantan aktivis Ketua Himpunan Mahasiswa Islam dan aktivis Mahasiswa Pecinta Alam buktinya, dan itu sungguh membuatnya bangga.

Dari jaringan pertemanan dan organisasi anaknya yang mantan HMI bisa menjadi guru di SD Annida (salah satu institusi pendidikan ternama di purwokertoa). Sedangkan Planet (nama panggilan anaknya di Mapala) sukses menjadi teknisi dan bersama teman temannya mendirikan PT kecil yang bergerak di bidang IT.

Bosan dan kantuk seketika hilang seiring cerita dari laki laki yang tinggal di sekitar Penatusan, Purwokerto. Anak ketiga dan keempat kalau kuliahpun akan didorong menjadi seorang aktivis. " Sering saya sering tekankan pada anak anak harus kuliah, aktif berorganisasi, jangan hanya menjadi anggota.... tanggung, jadilah pengurus, atau Ketua sebuah organisasi" demikian prinsip yang ditanamkan pada anak anaknya. Selanjutnya bisa ditebak obrolan tetap mengalir, dengan topik seadanya, sekenanya dan gaya bahasa sederhana tetapi tetap punya “rasa”. Celetukan dan cerita ringan yang sukses merubah mindset travel sumpek menjadi sebuah diskusi kehidupan yang tidak membosankan.

Benar benar hari yang menarik dengan perjalanan yang luar biasa, berkenalan dengan seorang sosok kalangan marginal yang bervisi jauh. Seorang sopir travel yang tidak hanya berbicara bagaimana mempertahankan hidup tetapi berbicara tentang merawat semangat dan harapan.
Mungkin lain kali saya bertemu sosok seperti ini lagi, dan saya pasti akan menunggu dan belajar dari pemikiran pemikiran cerdasnya.....


Jumat, 29 April 2016

Ngga Bisa Nulis??? Tenang...Rika ora Dewekan

Menulis adalah suatu kemewahan, langka dan limited edition.  Nyatanya memang tidak banyak orang yang suka menulis. Bagaimana pendapat Anda ????  

Lupakan dulu pernyataan diatas. Marilah kita coba bertanya kepada teman atau kita sendiri, "berapa kali dalam sehari kita menulis???" mungkin hanya Tuhan yang tahu jawabnya...  Lain halnya jika kita bertanya "Berapa kali dalam sehari kita update status di medsos?" di zaman sekarang saya berani bertaruh hanya nol koma sepersekian persen yang menjawab tidak pernah, atau hanya sekali.

Menulis nampaknya memang belum dianggap sesuatu yang populis bahkan tergolong budaya langka. Kalaupun ditanyakan mengapa, sebagian besar akan mengaku tidak bisa menulis.
Aneh saja karena disisi lain kita terbiasa dengan meng-Update status (yang mungkin telah menjadi bagian dari gaya hidup kita). Bayangkan saja mulai bangun tidur, mau makan, patah hati, jalanan macet, bahkan (maaf) mau p** saja kita di medsos.

Kabar baiknya hal itu tidak lantas menjadikan kita lebih maju dalam budaya menulis.  Masih sering kita mendengar celetukan dari teman bahwa Menulis itu Susah, Bingung mau nulis apa. Atau bahkan Anda sendiri yang berfikir seperti itu.

Pemikiran yang salah??? Menurut saya sah sah saja. Maksud saya tidak salah dan anda tidak sendirian. Negara kita memang masih minim dalam hal menulis. Data percetakan buku menunjukkan dalam setahun hanya ada 8.000 buku yang diterbitkan di Indonesia, bandingkan dengan jumlah penduduk yang terdiri lebih dari 225 juta jiwa.

Atau mari kita salahkan saja historis bangsa indonesia yang mempunyai budaya suka bertutur, bercerita dari mulut ke mulut. Sehingga kita tidak terlahir sebagai makhluk yang gemar menulis.
Jangankan menulis, besarnya budaya membaca masih jauh dari kata memuaskan. Kita bisa lihat dari penelitian UNESCO bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca.
Jadi jika minat baca saja minim, bisa dibayangkan sebesar apa minat menulis di kalangan orang Indonesia. Artinya kita bukan satu satunya di Indonesia yang phobia menulis atau bahasa Banyumasnya "Rika ora dewekan". Ya memang beginilah Indonesia kita tercinta ini.
Bagaimana jika kemudian kita bukan termasuk orang Indonesia kebanyakan dan penasaran ingin belajar menulis??

Gertrude Stein pernah menulis, "Menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis." Yang mungkin maksudnya  adalah bahwa menulis itu ya soal menulis, dari awal sampai akhir. Bahwa menulis adalah menulis. Pokoknya menulis. Bagaimana mulai menulis? Menulis. Bagaimana untuk dapat terus menulis? Ya terus menulis atau bahasa kerennya just write.

Hal yang sama berlaku bagi penulis pemula, memperbanyak tulisan akan memperbesar kemampuan menulis kita. Padahal tak sedikit orang ingin tulisannya langsung hebat dalam tulisan pertama sehingga pembaca kagum dan berkomentar "Wow".

Yang harus kita sadari bahwa tulisan yang bagus butuh proses berulang kali. Perulangan tersebutlah yang akan melatih kita menuju kesempurnaan hasil. Tidak jarang kita penasaran dan mencoba menulis. Setelah selesai ternyata hasilnya tidak sesuai harapan. Mungkin tulisannya jelek, tidak beraturan, bikin pusing, atau terlihat konyol. Kemudian kita malas dan tidak menulis lagi.
Tak mengapa, semuanya pernah mengalami hal itu. Mungkin pada tulisan yang kesekian tulisan kita baru terlihat bagus. Menulislah terus, biar saja jelek toh kita masih belajar.

Cuekin saja apa kata orang yang penting kita nulis, tulis apa saja, sesuka kita, semau kita. Jangan terpancing tulisan harus puitis, harus ilmiah, harus panjang, dan aturan lain yang membuat illfeel.
Tapi jangan lupa, untuk memperkaya seni menulis dan materi tulisan kita juga harus membaca. Kalaupun kita sangat sibuk untuk membaca, buka mata dan telinga lebar lebar, memperbanyak melihat kejadian dan mendengar berita. Semakin banyak wawasan berbanding lurus dengan kemahiran menulis. Idealnya sih kita harus banyak membaca dann berdiskusi supaya lihai dan cerdas memilah kalimat.


Menulislah layaknya kita update status, atau mungkin seperti kita menulis diary. Tulis apa saja, kapan saja, dan dimana saja kita mau. Yakin saja suatu saat tulisan kita bagus, sampai akhirnya kita PD untuk berkata "Ini lho tulisan Gw.....

Selasa, 26 April 2016

Mengungkap Liarnya "Ide-ide Gila" Grup Ikatan Alumni UMP

Mahasiswa merupakan produk akhir Institusi Perusahaan Pendidikan, proses final yang secara struktur memutuskan ikatan emosional “Industrial” pelaku industri Pendidikan.
Berakhirnya masa pembelajaran sekaligus melahirkan sosok baru yang lazim disebut "Alumni". Dalam kesehariannya alumni tidak bisa lepas dari almamaternya. Embel2 tersebut terikat seumur hidup dalam wujud gelar akademik. Itulah muasal lahirnya ikatan emosional yang sangat kuat bagi alumni.

Ikatan mata rantai emosional alumni mempunyai tersebut menghasilkan posisi tawar unik dan strategis yang menghubungkan Institusi Perguruan Tinggi dengan masyarakat. Meskipun mereka tidak lagi merupakan bagian aktif dalam proses pendidikan di Perguruan Tinggi, namun pengalaman mereka selama menjadi mahasiswa dan ikatan batin serta rasa memiliki mereka yang kuat terhadap almamater.

Sayangnya tidak semua melihat dengan sudut senada. Tidak jarang institusi pendidikan terlalu fokus pada  peningkatan mutu pendidikan sehingga tidak sadar telah abai akan alumninya.

Kegelisahan sejenis itulah yang mungkin terjadi pada sekelompok alumni Universitas Muhammadiyah Purwokerto atau yang sering disingkat UMP. Yang memaksa mereka untuk "turun gunung" melintas usia dan skala geografis lewat sebuah ajang diskursus kontemplatif.
Tergabungnya sekelompok sosok aneh dalam sebuah lingkar diskusi seakan menguak kembali telaah kritis yang sekian lama terkubur.

Tapi jangan dulu membayangkan diskusi di ruang pertemuan mewah dengan segala fasilitas. Ini hanya diskusi dalam sebuah grup BBM sederhana, yang disulap menjadi "UKM" dimana kami dulu berkumpul bersama. Tempat yang menjadi sorga bagi para "aktivis". Ya... itulah julukan sekelompok mahasiswa ini, penghuni grup BBM kecil yang hanya beranggotakan 20 peserta.

Dan jangan pula membayangkan diskusi berlangsung santun, Anda tidak boleh lupa bahwa peserta diskusi adalah mantan "orang gila" UMP pada masanya. Walaupun hanya  mantan aktivis yang mungkin mulai berumur, aura “kekejaman dan kebrutalan ide” tetap terjaga.

Segala kemewahan dari liarnya pemikiran yang senantiasa bergejolak masih tertata rapi. Mantan Sekjend Dewan Mahasiswa, aktivis Fak. Bahasa Inggris yang saat ini sedang mengejar S2 di negeri China didaulat menjadi jenderalnya. Sosok sukses dibalik sebuah institusi perbankan syariah yang berdedikasi tinggi didapuk menjadi wakil tokoh nomor 2 kelompok ini. Tokoh Fakultas Ekonomi UMP yang juga mantan aktivis Kopma Lebah yang disegani pada zamannya.

Kehadiran Tokoh pers Banyumas yang sekarang merintis Satelite TV, mantan tokoh Persma UMP dan senior Kopma yang  konsen dalam marketing perusahaan gas LPG yang kehadirannya mewarnai dengan celetukan cerdasnya. Dan tentu saja penghuni lain yang dulunya berkecimpung dalam wadah aktivis berbagai UKM berkumpul disini.

Menengok para penghuni grup, wajar saja jika sebuah irisan2 kegelisahann selalu diramu dan diterjemahkan ke dalam proyek penggalian ide dan wacana.
Tekad menjadikan Ikatan Alumni menjadi institusi yang diperhitungkan, menjadi lahan eksistensi yang tak kunjung rampung.

Kegelisahan demi kegelisahan yang terus mengalir dikemas dalam perdebatan santun ala aktivis. Komunitas kecil ini sukses mengobati kerinduan akan kebuasan Unit Kegiatan Mahasiswa yang penuh lontaran ide gila tak bertakar.


Memang belum ada kata putus dalam membangun konsep ikatan alumni ideal. Namun setidaknya "singa tua" yang pernah mengenyam kerasnya kehidupan aktivis mahasiswa tetap membuktikan bahwa gairah itu tetap ada. 
Gairah untuk berkarya, bertukar ide, dalam cita rasa yang elegan namun tetap bernuansa kritis dan dinamis.

Sabtu, 23 April 2016

Belajar Kebersamaan dari Team CS MPS Padamara

Anggapan sebagian orang bahwa dibutuhkan ongkos mahal untuk sebuah kebersamaan tidak berlaku bagi team CS MPS Padamara, Purbalingga.
Hari Minggu, 24 April 2016 team yang beranggotakan mayoritas laki2  menunjukkan dengan karya sederhana.
Bertempat di Perum Abdi Negara Permai Bojanegara perwujudan dari agenda bersama bertajuk “Masak Bareng” dilaksanakan. Berbagi tugas direncanakan dengan rapi, mulai proses belanja bahan, bumbu dan kelengkapan lain. Semua tugas dikontribusikan sesuai dengan kemampuan anggota team.
Tangan2 kekar dan maskulin tidak canggung mengiris bawang, membuat bumbu dan menggoreng tempe. Tidak ada stigma gender, semua kompak melaksanakan tugasnya masing2.

Prosesi yang dimulai pukul 09.00 akhirnya kelar pas jam makan siang. Sedapnya aroma rica2 dipadu oseng kangkung, tempe goreng yang dilengkapi dengan irisan semangka dan es teh menghiasi rumah kecil yang terletak di gang Gatotkaca IV Perum Bojanegara Purbalingga tersebut.

Akhirnya tibalah saatnya makan bersama. Satu persatu racikan hasil karya sendiri  disajikan. Team CS berjajar rapi memenuhi ruang tamu yang disulap menjadi ruang makan sederhana. Disertai tawa canda makan bersama dihelat dengan khidmat. Khidmat yang natural, yang tetap mencirikan eleganitas team lapangan.

Mungkin mereka tidak menyajikan sesuatu yang rumit. Mereka hanya meluangkan waktunya untuk melakukan aktivitas bersama. Tetapi tidak menghalangi team CS untuk tetap gembira dan menikmati kegiatan tersebut.


Sebersit pesan inspiratif bisa dipelajari dari mereka. Bahwa semangat kekompakan team bisa terbangun bahkan dalam ragam aktivitas yang simple dan sederhana. Kenyataanya untuk menjadi team yang luar biasa tidak dibutuhkan hal yang mahal dan hebat. Cukup dengan merelakan waktu bersama, tertawa bersama dan duduk bersama. Sesederhana itu...yang kadang sangat sulit untuk kita diwujudkan. 

Minggu, 06 Maret 2016

Melesat dengan Menulis

Sejarah perjalanan umat manusia dimulai dari menulis dan titik akhir tertinggi peradaban tertinggi manusia adalah tulisan. Dalam perkembangannya Cetak Biru peradaban manusia merupakan pergeseran dari  opus manuale (kerja kasar) ke opus spirtuale (kerja halus). Sementara itu Transformasi Oral Culture atau budaya lisan menjadi Creat Culture menjadikan tatanan masyarakat statis menjadi lebih dinamis.

Tulisan bisa menjadi sebuah realitas karena ia dapat berisi fakta, melalui tulisan keberlangsungan generasi tetap terjaga. Tradisi tulis-menulislah yang menjadi penyempurna tumbuh-kembangnya peradaban. Tak heran jika tulis-menulis menjadi nilai ukur dan ciri khas negara maju.

Sayangnya Indonesia belum masuk sebagai negara society writing atau masyarakat yang gemar menulis. Boleh jadi karena sejak dulu bangsa ini lebih lekat dengan tradisi bercerita daripada tulis-menulis. Kita ingat banyak kisah atau cerita diturunkan antar generasi lewat lisan.

Data Scientific American Survey tahun 1994 menunjukkan kontribusi Indonesia pada pengetahuan, sains dan teknologi hanya 0,012 persen. Fakta itu seolah membenarkan bahwa karya ilmiah mahasiswa Indonesia yang diterima di ranah Internasional sangat sedikit.

Dalam sebuah workshop di UGM, Prof. Dr. Mudasir, M.Eng mengatakan rendahnya minat menulis disebabkan beberapa hal. Selain  karena tidak mengetahui bagaimana cara menulis ilmiah dengan baik, faktor lain salah satunya rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.

Kegiatan membaca dan menulis saling terkait dan mempengaruhi. Membaca merupakan referensi untuk menulis. Seseorang tidak bisa menulis bila tak suka membaca, karena kedua kegiatan itu sejatinya saling beriringan
Bangsa Indonesia bisa dibilang sangat malas membaca buku atau media cetak.  Hanya 1 dari 1.000 orang yang punya minat baca serius. Setidaknya itulah hasil penelitian UNESCO. 

Berdasarkan riset APJII (Asosiasi Penyelanggara Jasa Internet Indonesia) dan PUSKAKOM UI busana mencatatkan angka 71,6% dari seluruh produk yang dibeli secara online, kemudian disusul oleh kosmetik dengan angka 20%. Sementara jasa travel dan buku, memiliki persentase sebesar 9,7%.
Dengan kata lain, masyarakat Indonesia lebih suka belanja konsumtif ketimbang membeli buku.

Sebagai pembanding, sebutlah Jepang. Orang-orang Jepang selalu memanfaatkan waktu untuk membaca. Mereka membaca dimanapun: di halte, di bis, di kereta dan tempat lainnya. Tak mengherankan bila kini mereka melesat meski pernah porak poranda pasca tragedi Nagasaki-Hiroshima. Bandingkan dengan masyarakat Indonesia, kita lebih suka ngobrol atau nggosip, bermain gadget dan bahkan tidur. Sungguh ironis, bukan? []

Menulis Punya Banyak Keuntungan?

Profesor James W. Pennebaker, Ph.D., dalam bukunya The Healing Power of Expressing Emotions, mengatakan seseorang yang terbiasa menulis lebih bisa mengontrol, mengekspresikan emosi dan pikirannya. Alhasil seorang penulis akan jauh lebih tenang dalam menghadapi masalah.

Seorang penulis terbiasa menggali ide-ide kreatif dan karenanya banyak menggunakan otak kanan. Pada titik lain, penulis menggunakan otak kirinya saat: menyajikan data, menanalisa, dan membangun argumentasi. Sinergi otak kanan dan kiri akan berkembang secara seimbang dan meningkatkan kecerdasan emosional.

Saat menulis, seseorang meluapkan keresahannya dalam bentuk tulisan yang menginspirasi. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa menulis memiliki banyak manfaat positif. Menulis akan meningkatkan kreativitas, kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kepercayaan diri, dan kemampuan membaca.


Jika menulis menjadikan seseorang mencapai sesuatu hal yang tak pernah terbayangkan, tertarik untuk memulai menulis? []

Jumat, 04 Maret 2016

Being a Good Writer

Kamis tanggal 3 Maret 2016, Kopkun Institute menyelenggarakan pelatihan menulis di Koperasi Kampus Unsoed atau Kopkun 3 Teluk. Kegiatan ini merupakan penguatan dari rangkaian kelas Management Kopkun Institute. Sejumlah peserta dari berbagai lembaga mengikuti kegiatan yang dibimbing langsung oleh Direktur Kopkun Institute Firdaus putera, HC.
Firdaus Putera mengawali materi dengan menyebutkan beberapa perubahan yang mempengaruhi model penulisan, salah satunya adalah maraknya pemakaian media sosial. Hal itu menjadikan leburnya batasan formal dan informal, peningkatan tendensi satire, dan personalisasi tulisan.
“Tulislah semuanya tanpa koreksi sampai semua ide selesai tertulis, setelah itu baca ulang dan lakukan koreksi dan finishing tulisan. Untuk memperkaya ide & wacana banyaklah  membaca, melihat, mendengar dan pengalaman.” ungkap tokoh muda koperasi  Banyumas yang sekaligus menjabat Manager Organisasi di Kopkun tersebut.
Pemilihan judul yang menarik, menjadi dasar yang perlu diperhatikan oleh seorang penulis pemula. Selain itu hal dasar lainnya adalah alinea pertama (headline) harus merebut minat dan rasa penasaran pembaca. “Prinsip Keep it Short and Simple adalah suatu keharusan supaya pembaca mudah memahami isi tulisan kita,” katanya.  
Bagian penutup, atau bagian terakhir tulisan merupakan simpulan atau ringkasan pembahasan sebelumnya. “Don’t tell but describe, hindari pemakaian kata klise bijaksana, seharusnya, lebih baik yang terkesan menggurui pembaca.” lanjutnya.
Firdaus menyampaikan bahwa teknik dasar selanjutnya bahwa sebuah tulisan harus mengandung konsep What, Where, Who, When, Where dan How yang sering disingkat 5W+1H. “Hindari tulisan yang terkesan menggurui, terlalu general dan memberi harapan palsu.”paparnya.
Pembelajaran yang diselingi dengan tanya jawab dan canda ringan dilanjutkan dengan membahas beberapa tulisan peserta kegiatan. Koreksi dan evaluasi tulisan peserta dari masing-masing blog melengkapi kegiatan pembelajaran Menulis Kelas Manager Kopkun Institute yang berakhir di pukul 22.30 WIB.

“Menulis adalah penyampaian pesan dan kesan atau gaya tulisan, jangan terjebak klise dan penggunaan kata yang tidak perlu, perbanyak menulis,” kata Firdaus di ujung pertemuan.

Sabtu, 12 Desember 2015

Catatan (Koperasi) yang Sederhana


Berbagi kesibukan dan menjadi bagian dari Pertemuan dan perkumpulan dengan angota kerukunan masyarakat (RT/RW) mengharuskan berkumpul dengan berbagai kalangan, bercerita dari berbagai sudut pandang dan berdebat dengan berbagai kelas masyarakat. Layaknya sebuah simposium di hotel berbintang, terdapat pembicara dadakan dengan mengungkit separuh info mengenai topik yang ngetop, bahasan seputar warga bahkan menyentil gosip prostitusi artis yang tengah marak.

Bisa ditebak hasilnya sangat cair, atau dalam bahasa kaum intelektual “tidak intelek, asal njeplak, tanpa teori matang dan tanpa pemahaman komprehensif” tanpa topik utama dan tanpa konklusi yang jelas, kesepakatannya pun sebatas hisapan rokok, bertahan sebentar, saling mentertawakan  dan dilupakan saat pulang, tapi tetap asyik dan menghibur.

Tidak tahu kenapa di tengah pembicaraan yang tanpa juntrungan tiba tiba menyeruak topik koperasi, berawal dari keruwetan mengurusi koperasi RT sampai berkembang menggunjingkan koperasi tingkat daerah (kasus di beberapa institusi kapubaten) sampai membicarakan teori asal tentang koperasi masa depan. Intinya tetap sesuai kelas pemikiran mereka ingin koperasi yang pengurusnya jujur, lalu lintas keuangan transparan dan yang paling urgent mereka ingin ada koperasi besar, profesional layaknya mart mart tetangga yang berdiri megah di sekitar perumahan.

Saya berfikir mungkin sesederhana itu juga keinginan dan harapan masyarakat terhadap Koperasi, tidak neko neko, ingin yang biasa saja, familier, tidak mengenal istilah yang sulit apalagi sampai tingkat pertumbuhan ekonomi, ekonomi makro ataupun hal lain yang susah dimengerti.
Di titik ini saya teringat konsep tokoh koperasi p Sularso yang berkedudukan sebagai Ketua Dewan Pakar Dekopin Pusat (kalau saya cerita di tingkat warga pasti mereka bingung lagi dengan istilah Dekopin) bahwa koperasi itu jangan mempersulit anggota, konsep sederhana dan bisa dipahami semua orang (dari berbagai kalangan). Jadi semua orang nyaman berbicara koperasi seperti asyiknya bergosip tentang kenaikan sembako, naiknya listrik, BBM dan isu masyarakat lain. Sehingga bagaimana rakyat kecil merasa memiliki koperasi sebagai bagian dari keterpihakan sistem ekonomi koperasi (yang terus bermimpi menjadi soko guru perekonomian rakyat).

Berkaca dari membicarakan gosip koperasi di tingkat “warga kelas biasa” dengan konsepsi berbagai pemikiran, kepentingan dan kelas masyarakat, ternyata hanya sekedar pembicaraan santai pun akan sangat merepotkan, di satu sisi A meninjau dari sudut pemikiran sederhana sedangkan yang lain membidik sudut lain yang sangat berbeda. Diperlukan kearifan dari pemikir cerdas untuk menghormati dan memahami pemikiran lainnya. Pemikiran, kepentingan dan keselarasan sungguh diperlukan supaya semua merasa dihargai dan terjadi diskursus sehat yang mencerdaskan.
Untung ini hanya pertemuan sebentar, Saya tidak bisa membayangkan sebuah keruwetan intelektual dari sisi ngawur bercampur aduknya berbagai kalangan dan teori dalam sebuah wadah dalam waktu yang lama.

Mungkin itulah alasan kenapa om DN Aidit ketika berbicara koperasi tidakmenyarankan adanya perbedaan berbagai kepentingan dan kelas dalam sebuah perkumpulan koperasi....“koperasi harus dibangun di atas kesamaan kepentingan. Koperasi tidak bisa dibangun di atas himpunan kelas-kelas yang bertolak-belakang kepentingannya. Tuan tanah, tani kaya, tani sedang, dan tani miskin tidak bisa dihimpun dalam koperasi bersama. Kepentingan mereka jelas berlawanan. Begitu pula antara penguasa dan kaum buruh.
Mencoba menghimpun kelas-kelas yang berbeda kepentingan itu ke dalam sebuah koperasi, bukan saja menyebabkan kehancuran koperasi, tetapi membuka peluang bagi si kuat menindas yang lemah. (Peranan Koperasi Dewasa Ini ; 1963).

Saya tidak tahu apakah perlu  dikaji ulang mengenai koperasi yang berisi kesamaan kepentingan atau kesetaraan. Pun Kalau isu ini dilemparkan ke komunitas koperasi yang ada  tetap susah karena dalam bahasa orang cerdas banyak variabel yang bisa dibuat rumit dalam menentukan kesetaraan tersebut. 
Karena kesetaraan berarti memperbandingkan dengan orang lain dengan pengayaan berbagai fokus variabel yang dalam bahasa Amartya Kumar Sen  (tokoh yang sedang latah di kalangan intelektual) diistilahkan focal variabel yang katanya bisa digunakan untuk melihat kesamarataan sehingga evaluasi atas kesetaraan menjadi mungkin untuk dilakukan yang ujung2nya kita harus mulai dari pertanyaan kesetaraan atas apa (equality of what)

Kelumit sederhana ini hanya gambaran ilusi yang membayangkan sebuah institusi koperasi yang benar benar menjadi sebuah solusi dan familier di masyarakat, mengajak masyarakat melupakan trauma masa lalu atas suramnya cerita koperasi dengan kentalnya hegemoni pemerintah.

Bahwa sumber kekuatan koperasi adalah orang, anggota, masyarakat sederhana yang mungkin secara sosial hidup di desa sering dinilai sebagai kehidupan yang tenteram, damai, selaras, jauh dari perubahan yang dapat menimbulkan konflik. Basis kekuatan yang notabene masyarakat desa dan lekat dengan imaginasi : bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, sulit menerima pembaharuan, mudah ditipu dan sebagainya. (Kesan semacam ini timbul karena sebagian masyarakat (kota) hanya mengamati kehidupan desa secara sepintas dan kurang mengetahui tentang kehidupan mereka sebenarnya. Redfield  (Ifzanul, 2010:1).

Kenyataannya koperasi saat ini belum menjadi sederhana yang membuat nyaman kebanyakan orang,  belum menjadi milik "kita" baru menjadi milik "mereka" yang penuh dengan teori berbasis keruwetan ilmu. Mungkin suatu saat koperasi benar benar menjadi milik berbagai kalangan sehingga koperasi menjadi keren karena "gue banget", Indonesia banget, soko guru yang tidak hanya menggurui tapi benar benar menjadi sistem perekonomian yang cair, bijaksana dan diterima bagi semua kalangan....semoga....



Kamis, 15 Oktober 2015

Mata Rantai (Kopma) yang Terputus II... Seperti Wacana


Diluar karakteristik anggotanya yang unik (mahasiswa) Koperasi mahasiswa (Kopma) sebuah celah kelemahan. Setiap tahun terjadi pergantian anggota (mahasiswa) yang diikuti dengan pergantian perangkat organisasi seperti pengurus dan pengawas sehingga seringkali membuat organisasi tidak efektif. Walaupun disisi lain kelebihan koperasi mahasiswa yang paling menonjol adalah anggotanya memiliki idealisme dan kreativitas yang tinggi.

 Agar keberadaan Koperasi Mahasiswa (Koperasi Mahasiswa) mempunyai peran penting maka keberadaannya harus menjadi fungsi yang lebih bervisi. Sebagai wadah bagi mahasiswa yang secara riil berperan dalam pembangunan kader berpotensi untuk membangkitkan kesadaran berkoperasi, tentu saja banyak kendala yang harus dihadapi. Posisi Koperasi Mahasiswa yang berada di tengah hingar bingar politis perguruan tinggi berpotensi menjebakkan Kopma dalam situasi yang ditengarai bisa mematikan kreativitas dan strategi terwujudnya target dan cita cita Koperasi Mahasiswa.
·         Perguran Tinggi
Sebagai induk dan pemegang otoritas tertinggi dari sebuah institusi pendidikan, Perguruan Tinggi mempunyai skala prioritas tersendiri untuk pengembangan dan kemajuan institusi. Sebagai pemegang kendali penuh atas segala yang ada di dalamnya termasuk mahasiswa dan segala aktivitas yang dilakukan. Berhak untuk melakukan kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan pendidikan (bahkan jika harus merubah lay out dan berwenang mentransformasi infrastruktur untuk dirubah menjadi alat kelengkapan melajar mengajar (contoh : mengambil alih gedung unit usaha mahasiswa untuk dijadikan sarana belajar mengajar)
·         Mahasiswa
Orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi, berfungsi sebagai subyek dan sekaligus obyek dari Koperasi Mahasiswa. Untuk sebagian Perguruan Tinggi, semua Mahasiswa wajib menjadi anggota Koperasi Mahasiswa, dan untuk sebagian lagi hukumnya tidak wajib sehingga pengurus Koperasi Mahasiswa harus mempersiapkan strategi untuk dapat menggaet anggota sebanyak banyaknya.  
·         Organisas/ Koperasi lain
Keberadaan lembaga atau koperasi lain yang mempunyai kepentingan ekonomi sama seperti lembaga perkoperasian mahasiswa harus menjadi faktor yang dipertimbangkan Koperasi Mahasiswa, karena lembaga tersebut membawa kepentingan dari individu ataupun lembaga tertentu. Di satu sisi membawa nuansa persaingan sehat ataupun akan saling menjatuhkan dengan unit kemahasiswaan.

Keberadaan 3 elemen di atas merupakan elemen internal yang harus dipandang sebagai bagian dari kebijakan yang menentukan tahap kedewasaan koperasi Mahasiswa. Jika antar elemen Perguruan Tinggi dan pengurus Koperasi Mahasiswa tidak terjalin komunikasi yang baik, bisa jadi akan mengakibatkan rasa curiga yang berlebihan. Tak jarang karena buntunya komunikasi, malah akan mengakibatkan persaingan bisnis, antara bisnis yang dijalankan oleh elemen Perguruan Tinggi, Organisasi/Koperasi lain atau bahkan dengan bisnis Koperasi Mahasiswa itu sendiri

Pemetaan posisi dan situasi menjadi penting untuk dijadikan bagian dari rencana strategis Koperasi Mahasiswa dan menjadi analisa lebih lanjut dalam merancang kepentingan dan tujuan keberadaan Koperasi Mahasiswa diantara institusi Induk dan lembaga lainnya. Dengan mempertimbangkan keberadaan dan fungsinya ada beberapa pilihan Koperasi Mahasiswa untuk melakukan bargaining posisi dan kepentingannya kedepan:



11.  Koperasi Mahasiswa sebagai sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa, memerankan diri sebagai sebagai lembaga milik Universitas dengan segala fasilitas dan konsekuensinya.
22. Koperasi Mahasiswa sebagai sebuah lembaga Independen, mentasbihkan diri sebagai     organisasi mandiri. Tidak termasuk dalam salah satu UKM, atau secara umum bertransformasi menjadi organisasi eksternal.


Pilihan nomor 1 merupakan pilihan standar, konsekuensi dari posisioning sebagai UKM hadir masih dibawah naungan universitas, setidaknya segala kebijakan yang akan dikeluarkan Koperasi Mahasiswa harus sesuai dengan kebijakan Universitas. Koperasi Mahasiswa menjadi salah satu “anak” Perguruan Tinggi yang mempunyai hak sebagai lembaga kemahasiswaan dan dilindungi sebagai bagian dari statuta perguruan tinggi.

 Konsekuensinya keberadaan Koperasi mahasiswa hanyalah sebuah nama, bahkan dalam beberapa kejadian "koperasi" yang diikuti dengan kata "mahasiswa" di dalamnya tidak mempunyai kemampuan sebagai sebuah lembaga otonomi dan cerdas milik Koperasi. Koperasi Mahasiswa hanya menjadi jargon yang akan mentransformasi sebuah sistem yang melencang dari dasarnya. Dengan kata lain Koperasi Mahasiswa sebagai UKM hanya bergelut dengan sistem kelembagaan yang tidak independen, menfungsikan diri sebagai organisasi mahasiswa “biasa”, tersekat kebijakan kampus dan terkurung dalam batasan energi dan dinamika kelembagannya. 

Koperasi Mahasiswa hanya akan maju dengan bantuan beberapa pihak,  yaitu jika :
-       Koperasi Mahasiswa menjalin komunikasi dan “menguntungkan” Perguruan Tinggi
-       Jika “kebetulan” ada figur yang mampu mengangkat eksistensi dan kreatifitas pengurus dan anggota Koperasi Mahasiswa
-       Jika tidak ada kepentingan eksternal (UKM lain, koperasi karyawan, atau kepentingan individu) di lingkungan Perguruan Tinggi

Untuk menjatuhkan pilihan ke nomor 2 juga bukan perkara mudah, butuh keberanian, tekad dan semangat revolusioner karena itu berarti Koperasi Mahasiswa harus keluar dari Zona Nyaman, memecahkan sekat tradisi ke UKM an dan berjuang menjelajahi dunia “tanpa batas”.  Memungkinkan untuk meliarkan ide perkoperasian (by design) yang berarti kemerdekaan dan kemandirian.

Keuntungannya adalah tidak ada belenggu kebijakan perguruan tinggi dan berbagai ketergantungan yang secara ideologis memutus rantai kreativitas. kondisi ini akan memaksa kebersamaan dan kerjasaman menjadi modal awal supaya roda kelembagaan tetap berjalan. jika tetap konsisten hal ini akan membangun sebuah kesadaran anggota untuk survive dan berdiri diatas kaki sendiri, lembaga yang selama ini hanya dijadikan trial and error secara drastis berubah menjadi alat perjuangan yang harus diperjuangkan supaya roda organisasi tetap berjalan. Secara eksplisit wacana independen juga ada dalam prinsip koperasi, yakni Otonomi dan Kebebasan. Sifat otonom merupakan salah satu persyaratan dalam rangka menolong diri sendiri dengan  tidak dikendalikan dengan pihak lain.
Beberapa pilihan adalah wacana, yang tidak mengikat dan sebuah terjemahan bebas bagi sebuah situasi dan sinkronisasi keliaran ide dalam keterwujudan mimpi Lembaga Koperasi mahasiswa yang lebih normatif baik secara ideologi maupun wawasan kewiraan. Harapannya tentu untuk kemajuan, dan menjadikan Koperasi Mahasiswa sesuai dengan perannya  : Sebagai Gerakan Moral Ekonomi Koperasi;  Lembaga Advokasi Gerakan Ekonomi Rakyat ;  Laboratorium Kewirausahaan dan Kepemimpinan.  (Nasution dalam Gemari; 2003)


Minggu, 11 Oktober 2015

Mata Rantai (Kopma) yang Terputus


Hakekat koperasi adalah tentang bagaimana sekelompok manusia berkumpul dalam satu kepentingan. Untuk mendapatkan keuntungan, kemaslahatan dan keleluasaan dalam berinteraksi secara sosial. Dengan asumsi tersebut koperasi menganalogikan persamaan persepsi mengenai lembaga koperasi, keinginan, kemandirian dan harapan tersebut. Sebagai langkah awal proses pendidikan menjadi bagian penting dari penyatuan berbagai kepentingan dan reduksi keanekaragaman historikal individu.
Di sisi lain kepentingan pendidikan mengisyaratkan kesinambungan (continuitas) baik secara materi pendidikan maupun  regenerasi sebagai sebuah keharusan atas keberlanjutan proses kelembagaan. Pendidikan dan regenerasi merupakan satu hal yang sejauh ini menjadi sebuah dilema kelembagaan khususnya lembaga yang bernama koperasi. Hilangnya rantai regenerasi tersebut seolah menghapuskan beberapa jejak dan keberadaan lembaga koperasi yang berada dalam lingkungan kependidikan dan lingkungan kampus. Dalam hal ini fokusnya adalah Koperasi Mahasiswa.  
Koperasi Mahasiswa (KOPMA) adalah Unit Kegiatan Mahasiswa yang bersifat khusus dan telah memiliki legalitas badan hukum. Keberadaannya telah diatur dalam statuta universitas pada tanggal 18 November 1992 oleh Menteri Pendidikan dan tercantum dalam pasal 90 (1) dan (2), pasal 91 ayat 1 butir kedua dan pasal 93 ayat (!), (2) dan (3) bab XVI tentang Kemahasiswaan.
Koperasi mahasiswa tidak terlepas dari dua fungsi yaitu sebagai badan usaha ekonomi sosial dan sebagai salah satu UKM khusus di lingkungan perguruan tinggi. Sebagai badan usaha sosial ekonomi dia dituntut mampu memposisikan sebagai institusi bisnis yang profesional untuk mencapai keuntungan (dalam bentuk SHU) dan meningkatkan kesejahteraan anggota (mahasiswa). Sementara itu peran sebagai UKM harus dapat memfungsikannya menjadi wahana pendidikan perkoperasian dan kewirausahaan bagi para anggota. Dalam hal ini para anggotan seharusnya diberikan kesempatan untuk mengelola sebuah usaha dan organisasi koperasi sebagai bagian dari dimensi pendidikan.
tidak salah jika kemudian Kopma menjadi salah satu harapan institusi kader yang mengisi peran penting dalam proses pendidikan dan ide intelektual bagi pengembangan koperasi. Menjadi masalahnya jika kemudian terIndikasi adanya ketidaksesuaian antara kenyataan dan harapan. Beberapa miss link antara fungsi lembaga Kopma (terutama dengan keberadaan koperasi yang sangat lemah) khususnya dalam hal pendidikan dan keberlangsungan regenerasi merupakan sebuah catatan yang menggelitik. Tersematnya harapan adanya "team think thank" koperasi dalam organisasi kopma (yang notabene dihuni oleh sekelompok individu cerdas) dengan kekentalan kultur institusi pendidikan belum mendapatkan titik terbaiknya. Bahkan dalam kenyataannya belum teragendakan dengan baik dan masih harus mendapatkan perhatian dan penegasan dari institusi mahasiswa tersebut.
Untuk saat ini kita harus mengakui keberadaan kopma belum menjadi sebuah kekuatan pendidikan dan semangat progressive, yang bisa dijadikan momentum kebangkitan dari lembaga yang bernama koperasi sebagai lembaga besarnya. Atau lebih tepatnya mungkin lembaga Koperasi lupa bahwa mereka memiliki sebuah potensi dari yang harus diasah dan dikembalikan ke fungsi aslinya. Sampai saat ini fungsi kopma lebih sebagai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) ansih. Sebagai UKM kopma tidak mempunyai kewajiban khusus yang menggambarkan lembaga intelektual koperasi. Layaknya unit kegiatan lain mahasiswa hanya berperan dalam kegiatan rutin, pengisi waktu luang, dan aktivitas pengguguran . Selain itu proses pergantian pengurus/individu/ manajemen kopma yang bergitu cepat serasa tidak cukup untuk mengefektifkannya sebagai lembaga yang berperan dalam proses mimpi besar koperasi, seolah mengisyaratkan bahwa Kopma hanyalah lembaga sampingan yang berembel embel Koperasi di papan namanya
Untuk itu perlunya sebuah kesadaran individu Kopma yang tentu saja diinisiasi oleh koperasi yang sudah cukup mapan dan institusi pendidikan terkait sebagai komunitas besarnya. Hal itu untuk menyadarkan bahwa perannya bukan hanya sebagai unit kegiatan tetapi mengembang fungsi strategis dalam sejarah pengembangan koperasi Indonesia. Beberapa ide supaya Kopma mempunyai fungsi untuk mengisi beberapa peran :
1.       Memerankan Kopma sebagai lembaga Pendidik
Sebagai lembaga Pendidik Kopma harus mempersiapkan anggotanya untuk menjadi mahasiswa generasi Muda “Melek” koperasi  yang pada akhirnya menjadi stock SDM koperasi Indonesia. Prioritas program pendidikan terpadu mulai dari Pendidikan Dasar sampai tingkat Lanjutan harus menjadi sebuah standarisasi bagi semua anggota. Mengagendakan program dan kurikulum dimana ada sebuah perhitungan teknis yang mempunyai tolak ukur, waktu yang diperlukan untuk merampungkan berbagai pendidikan yang disesuaikan dengan berapa lama rata2 mahasiswa aktif di kopma. Kopma memastikan bahwa tercapainya target semua mahasiswa yang aktif di dalamnya mempunyai bekal pelatihan khusus perkoperasian yang merupakan sarana up grading  individu untuk dipersiapkan menjadi agen koperasi di masa mendatang.
2.       Memerankan Kopma  Sebagai lembaga Pengembang
Fungsi kedua ini merupakan langkah Kopma untuk berberan serta dalam pemasifan ideologi koperasi, auto kritik dan pengembangan lembaga Koperasi sebagai lembaga yang diperhitungkan. Ini adalah fungsi intelektualitas yang mempunyai target menjadikan Kopma sebagai institusi Koperasi berbasis Intelektual yang siap memberikan wacana, ide dan penggerak daya kraetifitas koperasi. Diperlukan wawasan, priority aktivitas  untuk melakukan pembelajaran, study banding dan penelitian2 atas beberapa kasus yang terjadi ataupun menjadikan kemajuan koperasi tertentu sebagai awal dari ide pengembangan koperasi secara menyeluruh. Disini Kopma diposisikan murni kedalam fungsi alamiah dari seorang mahasiswa yang mempunyai naluri pembelajaran, berfikir kritis dan selalu tidak merasa puas dengan situasi yang ada sekarang.
Dalam wacana yang lebih konkret ide pendidikan ide yang mungkin bisa ditransformasikan dan diterapkan untuk kelembagaan Kopma adalag melihat upaya koperasi pemuda di Singapura yang mengelola koperasi pemuda dengan berpijak pada 3E (Educate, Explore and Engage) layak untuk kita pertimbangkan sebagai ide perombakan fungsi dan orientasi Kopma di Indonesia
·         Educate, mengutamakan koperasi sebagai wahana untuk memperkaya knowledge dari anggota yang tergabung dalam koperasi dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip koperasi.
·         Explore, pendidikan anggota koperasi ini yang diarahkan dan difasilitasi melalui program-program untuk penguatan skill.
·         Engage, aspek pendidikan koperasi dapat merekatkan antar anggota koperasi maupun antar koperasi melaluicommunity.  (http://ditmawa.ugm.ac.id/2014/09/menakar-ulang-pergerakan-koperasi-pemuda-indonesia/)

Mungkin beberapa ide merupakan langkah baru untuk membantu pengembangan Kopma, permulaan yang memerankan sebagai sebagai titik awal perubahan dan kreatifitas lembaga Kopma untuk lebih bersinergi dengan Koperasi Indonesia. Namun yang tidak boleh kita lupakan diperlukan kesadaran dan kerjasama baik internal Kopma, Lembaga Perguruan Tinggi, instansi terkait yang berhubungan dengan Koperasi, maupun praktisi maupun Lembaga Koperasi yang sudah eksis dalam pengelolaan koperasi.
Insan Koperasi tidak bisa membiarkan Kopma berjalan sendiri, berkembang menjadi sebuah lembaga prematur yang mempunyai pemahaman minim lantas menyalahkan minimnya peran Kopma, ataupun dengan menarik kopma menjadi lembaga sekunder yang berfungsi sebagai pelaksana dan pengikut dari  dari suatu institusi koperasi sehingga Kopma kehilangan entitas, ruh kemandirian dan kebebasannya. Kopma harus dibimbing, diarahkan, didampingi dan dipersiapkan untuk menjadi lembaga otonom yang bebas dari segala intervensi, menjadikannya asset koperasi dan perguruan tinggi sebagai wahana pencerdas generasi muda koperasi.

Apabila Koperasi mahasiswa  tersebut dikelola dengan efektif dan efisien maka bukan tidak mungkin akan terjadi metamorfosis internal yang berkonversi dari perwujudan hakikat Kopma yang saling berkaitan erat dalam membentuk institusi koperasi sebagai lembaga pendidikan dan pencerdasan melalui sosialisasi, eksternalisasi, internalisasi, kombinasi organisasi dan perusahaan koperasi, dalam wilayah masyarakat atau bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons