Read more: http://matsspensix.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-judul-pada-blog-bergerak.html#ixzz274NKvLCo

Kamis, 29 November 2012

Belajar dari Serial Kartun



Pernah melihat serial televisi anak-anak Spongebob, kartun populer yang terinspirasi dari gabus pencuci piring yang setiap pagi selalu diputar oleh salah satu stasiun televisi swasta. Mungkin sebagian hanya menganggap sekedar serial kartun biasa, tetapi kalau kita pernah meluangkan waktu bersama anak-anak untuk melihatnya sebenarnya banyak hikmah yang bisa kita ambil.
Pagi itu Spongebob menceritakan sosok Patrick yang selama ini tidak pernah punya hidung, dia iri dan sangat ingin seperti yang lain, memiliki hidung, mencium bau-bauan dan terlihat keren (kata Spongebob). Dalam benak Patrick hidupnya akan sempurna jika dia berhidung, maka diupayakanlah segala macam cara untuk mencapai impiannya. Sampai suatu ketika dengan sedikit keajaiban tiba-tiba Patrick mempunyai hidung, kegembiraan menyeruak, diekspresikan dengan berlari sambil berteriak kegirangan sambil mengendus-enduskan hidungnya mencium sebanyak mungkin bau-bauan yang ada disekitarnya.
Patrick menyengka dengan memiliki hidung hidupnya akan bahagia, benarkah???? Ternyata sangat jauh dari harapan, kegembiraannya ternyata tidak bertahan lama, dia mulai terganggu dengan aroma tidak sedap yang sangat mengganggu dan menyakitkan sampai akhirnya dia membersihkan semua yang dianggap bau tidak enak dan akhirnya menimbulkan kekacauan di seluruh kota Bikini Bottom. Akhir cerita semua orang berusaha untuk menghilangkan hidung Patrick dan ternyata Patrick sadar bahwa dia sudah menjadi pribadi yang sempura walaupun tidak memiliki hidung.
Hanya sekedar film kartun biasa, tetapi makna yang disampaikan kepada kita sungguh sangat mengena. Sebuah paradigma manusiawi yang menyiratkan betapa gambaran tersebut sangat nyata dalam kehidupan kita. Kita mempunyai keinginan, hasrat, pola pikir yang seolah mengharuskan kita mencapai semua yang kita inginkan dan kita anggap terbaik bagi kita. Kita mengoreksi bentuk fisik kita, menggerutu disana-sini tentang hidung yang kurang mancung, perut yang buncit, badan yang tidak atletis, muka yang tidak kebule bulean, wajah yang tidak cantik, menyesal lahir dari keluarga miskin dan segala tetek bengek lain yang pada ujungnya secara tidak sadar kita menyalahkan Tuhan atas semua kondisi itu.
Selanjutnya bisa dipastikan kita akan berusaha memperbaiki kekurangan kita, dan berdoa (bagi yang terbiasa dan percaya dengan doa). Jika ternyata belum ada hasil kita mulai meningkatkan intensitas doa dengan agak memaksa, memulai doa dengan kata “kenapa...” yang mencerminkan protes dan kekesalan kita kepada Yang Maha Kuasa dan akhirnya semua yang kita jalani dalam pandangan kita tidak ada yang menyenangkan dan penuh dengan kekurangan...(semoga kita bukan termasuk dari golongan yang demikian).
Sesungguhnya banyak hal di sekitar kita yang bisa dijadikan tauladan hidup, tidak perlu dicari dan dicermati secara serius Tuhan sudah menyediakan pembelajaran berlimpah ybagi orang-orang yang sadar dan jeli. Bahkan jika Tuhan mengabulkan semua keinginan kita apakah ada jaminan kita akan menjadi orang yang bersyukur? Ataukah kita akan memulai lagi dengan doa dan keinginan baru yang lebih tinggi lagi, siapkah mental kita dengan dikabulkannya semua yang kita pinta, ataukah kita akan lupa dan terjerumus dengan semua kemudahan yang kita peroleh......
Keluar dari kondisi sulit tidak mudah, tetapi bertahan dari keinginan untuk mengelola kemudahan dan kesenangan jauh lebih sulit....

Rabu, 28 November 2012

...adalah hidup



“Kalau saja semua masih bisa diperbaiki.........” itulah sayup sayup suara yang terdengar di sebuah acara televisi swasta yang sedang ditonton istriku, sambil bermain di depan komputer tanganku asyik mengetikkan sesuatu di tombol keyboard. Sesekali tangan ini memencet tombol enter, backspace, delete dan sejumlah tombol lain secara berulang kali sebanyak kesalahan mengetik atau mengeja kata. Semakin lama mengetik tiba-tiba muncul sebersit pemikiran, kalau saja hidup ini seperti papan keyboard yang menyediakan fasilitas delete untuk memperbaiki sesuatu yang salah, backspace untuk mundur kembali ke masa lampau dan melakukan koreksi kehidupan, mungkin tidak banyak orang menyesal dan frustasi.
Mungkin hidup tidak sesederhana dan semudah papan pengetik yang menyediakan segala fasilitas pengeditan dengan hanya sekali pencet, atau dengan mudahnya kita mengganti lembar baru untuk memulai lagi dari awal. Kalaupun hidup sesimple itu maka kehidupan tidak akan menyenangkan, dengan segala kemudahan dan banyaknya kesempatan untuk memperbaiki dan evaluasi tidak akan ada tantangan, tidak ada kepuasan dari pengorbanan dan keuletan. Ibarat kita menonton ulangan pertandingan sepak bola dimaa kita telah mengetahui siapa yang menang, skornya berapa, tingkat kepuasannya sudah berkurang drastis, tidak ada sorakan keriangan, perasaan geram, khawatir tim kesayangannya kalah ataupun perasaan deg degan ketika tim kita diserang lawan.....membosankan dan menjemukan.
Hidup adalah bagaimana kita memikirkannya, itulah sepenggal kalimat yang pernah tercetak di sebuah sobekan tabloid yang tergeletak di pinggir jalan. Hidup ini bukan seperti yang kita inginkan, tetapi bagaimana kita berusaha meraih hidup seperti yang kita inginkan. Hidup adalah janji kita kepada Sang Pencipta untuk kita tepati, sebuah penghargaan akan kehidupan merupakan sumpah tertinggi yang harus dijunjung dengan penuh penghormatan dan kekhidmatan seorang makhluk.
Kalaupun hidup ternyata sangat sulit dan menyesakkan dada, memaksa air mata kita mengucur deras layaknya kita habis menonton sinetron yang menyedihkan, atau suatu saat kita harus tertawa lepas terbahak-bahak, atau terdiam innocence seperti insan yang tidak punya dosa...itulah ritme yang harus dijalani, seperti air yang mengalir, dia akan terus mengalir tanpa bertanya kemana arah tujuan, sejauh mana langkah ini akan terus menapak, tidak pernah berpikir kembali ke belakang dan secara alamiah akan menghindar mencari jalan yang lain jika menemui rintangan atau penghalang yang tidak mampu dilalui.
Kalaupun kita merasa tidak memiliki kemampuan untuk terus berjuang menghadapi kerasnya kehidupan, cobalah berhenti sejenak, slow down, menjernihkan pikiran kita, mereka ulang serabut yang saling terkait tak beraturan, menyeka keringat kita yang bau dengan percikan air wudhu, menyediakan sedikit waktu untuk menempelkan jidat kita yang kotor untuk bersujud ke depan Illahi, dan menadahkan kedua tangan kita untuk sekedar memohon kepada Sang Khalik.
Hidup bukanlah apa yang bisa dinikmati secara kasat mata oleh indera kita, bukan sekedar indahnya pemandangan alam, merdunya gemercik air, ataupun indahnya dompet kita yang tebal serta ATM yang isinya berlimpah ruah. Ada kisi-kisi kehidupan yang tidak bisa kita, ada rasa sakit, senang, sedih yang hanya bisa kita rasakan tetapi kita tidak akan pernah tahu bagaimana wujud ‘sakit’, apa warna dari ‘senang’ tetapi kita percaya ada layaknya kita percaya kepada Sang Pencipta dan semua yang ghoib.
Hidup adalah aku, kamu dan semua yang kita kenal, hidup adalah proses dari ada menuju tiada, proses transisi dari alam rahim menuju alam akhirat. Hidup adalah pembelajaran untuk menikmati segala kepedihan dan kekurangan yang ada dengan ikhlas, menerima pertolongan dan pemberian orang dengan ucapan syukur dan terima kasih tanpa rasa iri akan keberhasilan orang lain. Nikmati hidup dengan bijak, pergunakan fasilitas kehidupan ini dengan tetap terus mengingat bahwa semua ini pemberian Tuhan yang harus disyukuri dengan jalan berbagi kepada sesama, memberi tanpa mengharap imbalan, menolong tanpa melihat siapa yang harus ditolong....................Hidup adalah.............   

Selasa, 27 November 2012

Pas atau Pas-pasan



Pas-pasan, pas atau berlebih kalau kita lihat lebih lanjut di lapangan sangat samar batasnya, profesi pengemis yang secara grafik indikator kemiskinan menempati urutan teratas untuk kategori miskin pun pelakunya membawa handphone, makan di warung menengah, rumahnya memang kardus tetapi punya televisi, dan beberapa perkakas yang seharusnya tidak dimiliki oleh ‘orang miskin’.
Seorang kawan pernah guyon kalau hidup paling enak ya hidup pas-pasan, pas lapar ada yang mbawain makanan, pas kangen pacar datang, pas ngantuk bisa langsung tidur nyenyak.....tetapi kalau dipikir-pikir memang benar juga. Kata orang hidup adalah komposisi beberapa faktor/variable utama dan pendukung yang kala secara sinergis berkolaburasi membentuk alunan nada yang harusnya sesuai keinginan kita. Ada yang mempunyai pendapat kehidupan adalah komposisi dari takdir, usaha dan keberuntungan, takdir adalah keberuntungan yang datang secara continues dan berkesinambungan. Apapun itu komposisi hidup yang pas harusnya menjadi penawar kehidupan kita yang mungkin terasa sangat tidak bersahabat.
 Apakah kita merasa kurang, pas-pasan sehingga kita layak merasakan penderitaan dan mendapatkan otoritas untuk berbuat sedikit menyimpang untuk mempertahankan hidup????? Pas atau pas-pasan dalam pengertian secara bahasa berarti  sekadar cukup untuk hidup sederhana (tt penghasilan dsb); hanya pas (tidak lebih tidak kurang untuk keperluan tertentu). Jika memperhatikan pengertian di atas, sebenarnya orang tidak perlu melakukan respon berlebih saat merasa hidupnya pas-pasan selama masih cukup makan, minum kebutuhan pokok.
Mungkin hidup kita sebenarnya tidak kekurangan, pas, cukup tetapi ketika kita merasa ingin mempunyai sesuatu diluar kebutuhan pokok, dan terbentur kenyataan bahwa kita masih belum mampu membelinya saat itulah kita langsung merasa ‘miskin, pas-pasan, menderita, tidak bahagia”, dan perasaan lain yang lantas menghantui kehidupan kita bahkan merasa layak untuk menghalalkan segala cara, begitukah ???? Bukankah menikmati hidup bukan dengan berlebihan, disesuaikan dengan kemampuan, kadang apa yang kita inginkan bukankah apa yang kita butuhkan, ketika timbul ketidaksesuaian antara keinginan dengan kenyataan, dan timbullah yang disebut dengan masalah. Mengapa kita tidak mencoba hidup bahagia, menikmati yang kita miliki, menyadari bahwa yang kita miliki adalah anugerah terindah, sesuatu yang paling memungkinkan untuk kita meraih kebahagiaan.
Orang-orang yang bahagia adalah orang yang jiwanya selalu tenang, tidak khawatir dan gundah gulana menghadapi hidup yang semakin sulit, bersyukur ketika berlimpah nikmat dan tersenyum ketika jauh dari kenikmatan, kebahagiaan yang abstrak yang tidak bisa dibeli dan memang tidak dijual di toko manapun, kebahagiaan itu datangnya dari diri sendiri timbul dari pengertian bahwa semua yang ada di dunia ini sudah diatur oleh yang Maha Pengatur, jadi tidak perlu lagi kekhawatiran tentang rezeki orang lain dan diri sendiri, betapa banyak orang-orang yang hidup dalam kemewahan, punya segalanya, namun mengakhiri hidupnya dengan tidak hormat hanya karena ingin mencari ketenangan dan kebahagiaan.

Koperasi (lagi)



Diakui atau tidak lembaga yang bernama Koperasi dalam perspektif awam hanyalah organisasi tanpa visi yang dibangun sebagai pengguguran kewajiban dari adanya sistem ekonomi kerakyatan yang dibangun oleh beberapa tokoh perjuangan, salah satu yang paling menonjol adalah Moh. Hatta. Belum sepopuler retail ternama walaupun hampir di setiap pelosok kota kecil terdapat koperasi dengan beraneka jenis usaha dan sosok.
Secara umum koperasi merupakan kumpulan orang yang mempunyai kepentingan sama untuk mendapatkan kemanfaatan lebih besar, yang secara ekonomis dilengkapkan dengan adanya perolehan barang yang lebih murah. Jika kita analisis lagi sejarahnya, koperasi merupakan kumpulan orang dengan kemampuan ekonomis menengah kebawah, beruwsaha bertahan dari derasnya persaingan ekonomi, harga yang semakin mahal sehingga mereka bergabung menjadi satu kekuatan ‘kaum bawah’ untuk bertahan hidup. Sangat berbeda ceritanya dengan sejarah pendirian perusahaan ekonomi sejenis semisal PT, CV atau unit usaha lain yang fundamennya dari kekuatan ekonomi dengan skala yang lebih besar, kekuatan modal, pasar dan dukungan profesionalitas.
Inti utama koperasi adalah orang, dengan kata lain semua anggotanya merupakan pemilik modal yang menentukan kebijakan koperasi yang dalam perkembangannya seiring banyaknya anggota memaksa mereka untuk menasbihkan pengurus, badan pengawas untuk lebih konsentrasi dalam kepengurusan koperasi. Fakta lain menyebutkan bahwa orang yang notabene diberi wewenang menggerakkan koperasi merupakan individu yang mempunyai kesibukan diluar koperasi, alhasil koperasi menjadi yang nomor dua dan dengan konsentrasi yang terpecah sangat sulit mengharapkan hasil yang maksimal. Dengan kata lain kurangnya dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa kepribadian dan mental pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi sehingga masih perlu diperbaiki lagi.

 Disisi lain koperasi belum menjadi wadah perekonomian yang elit dalam kancah dunia bisnis, tidak bisa diharapkan sebagai pegangan utama untuk menopang kehidupan sehingga tingkast kepersayaan anggota sendiri cenderung lemah, dengan kata lain visi koperasi menjadi samar, terbenam dalam pudarnya kepercayaan internal. Jadi sangat sulit mengharapkan publik akan tergerak hatinya untuk mempunyai nilai kepercayaan tinggi terhadap koperasi. Kebanggaan terhadap koperasi adalah suatu keniscayaan dengan kadar elementer yang sangat lemah, anggota yang menjadi inti dari koperasi masih berkutat pada pemikiran tradisional sedangkan individu yang berpandangan maju dan modern lebih menyukai berjuang di wilayah lain daripada melayani pengabdian di koperasi. Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Faktor inilah yang menghambat kinerja dan profesionalitas koperasi dengan menilik masih terbatasnya sumber daya anggota koperasi yang memiliki ‘kecerdasan lebih’ untuk mengembangkan koperasi.
Mungkin kita masih mengharapkan cita-cita berkembangnya koperasi bersaing dengan mall dan grosir besar, menjadi perusahaan ternama dan menguasai perekonomian negara Indonesia tercinta. Kuncinya adalah kepedulian dan ketekunan kita dalam mewujudkan profesionalitas, visi ke depan dan selalu berjuang untuk mewujudkannya. Koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan utamanya melayani anggota, koperasi tidak boleh berpikiran kerdil, tradisional dan harus realistis menghadapi persaingan global. SDM berkualitas, berpendidikan dan ikhlas diharapkan bisa menjadi ‘guardian angel’ bagi koperasi, meretas asa bersama merentang jalan terjal dan berliku untuk menata kembali carut marut internal koperasi dengan manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi.

Senin, 26 November 2012

Sederhana....tidak sesederhana itu



“Sederhana”, "kesederhanaan" sepertinya menjadi masterpiece bagi beberapa rumpun sosial sebagai guratan filosofis dalam perhelatan akbar keberadaan kita dalam hidup bermasyarakat. Walaupun ada beberapa artikulasi yang mencetak stigma kurang enak di telinga jika sederhana digabung dengan gaya hidup (hidup sederhana). Sederhana sering dimaknai dengan kemiskinan, kekurangan materi, dibawah layak...dan berbagai definisi yang menempatkan sederhana dalam kasta bawah persaingan perburuan harta dan materi.

Padahal jika kita sedikit menguak arti kata menurut kamus, sederhana mempunyai pengertian bersahaja; tidak berlebih-lebihan. Definisinya simple tetapi konotasi dan pengembangannya yang berliku sampai akhirnya kita sendiri kesulitan mendefinisikan dengan tepat. hidup sebagaimana layaknya sesuai dengan kondisi dan norma yang berlaku didalam masyarakat. Hidup sederhana juga bukan berarti menghinakan diri dengan cara hidup yang tidak layak, bukan miskin, atau menderita tetapi lebih merupakan cerminan dari rasa syukur kepada Tuhan atas kecukupan yang kita peroleh.

Kesederhanaan dalam hidup dan pemikiran memberikan ruang gerak bagi kita untuk lebih slow down, tidak neko-neko dan bisa lebih melakukan  elaburasi lintas kasta tanpa dipandang sinis dari yang di bawah kita tetapi tetap mencerminkan kesahajaan jika berhadapan dengan kelas di atasnya. Suatu bentuk pembebasan dari keinginan yang berlebihan. Mungkin kita punya waktu sejenak untuk merenungkan beberapa kegiatan dan pengeluaran kita selama seminggu seraya berpikir ulang...”apakah benar semua yang kita lakukan dan kita belanjakan merupakan kebutuhan hidup kita dan bukan hanya sekedar luapan ego, keinginan dipuji, atau trend belaka????

Di belahan dunia barat dikenal ada kaum freegans, mereka juga memilih untuk hidup “secukupnya” atau ’seadanya”. Meski penghasilan mereka memungkinkan untuk tinggal di apartemen mewah, belanja makanan mahal, baju dan perlengkapan busana yang highclass, tapi mereka memilih untuk tidak melakukannya. Kaum freegan adalah mereka yang prihatin dengan kenyataan bahwa telah terjadi pemborosan yang dahsyat demi sebuah gaya hidup.  hidup sebagai Freeganis adalah sebuah pilihan bukan suatu keterpaksaan

Sederhana merupakan pilihan hidup, mode on yang mengisyaratkan kita untuk tidak berlebihan dalam mengekspresikan kemampuan, kekayaan, harta dan gambaran aransemen hidup yang kita tempuh. Karena keindahan bukan hanya dari tampilan berlebihan atau kemewahan dalam sebuah paradigma hirarkis masyarakat modern tetapi dari kesahajaan dan keikhlasan kita untuk tetap bisa memberi dan berbagai dalam wadah kesederhanaan.....

Meraih segala kemampuan materi memang sulit. Tapi lebih sulit lagi mengendalikannya menjadi tampilan sederhana.







kesadaran butuh kepastian



Berbicara mengenai kesadaran kita harus terlebih dahulu bersentuhan dengan subyek kesadaran yaitu manusia atau personal sebagai pemilik kesadaran itu sendiri. Mengapa sadar...mengapa tidak sadar....

Heterogenitas mahluk yang bernama manusia dengan segala bentuk dan keinginannya menjadikan mereka sekelompok individu yang lebih menyerupai kelompok kepentingan yang penuh dengan imajinasi pribadi dan berbagai skala sesuai dengan tingkat kesadaran mereka dalam masing-masing tingkatan selaras dengan berbagai tingkat dunia emosional dan mental. Tingkat yang menentukan mereka menyesuaikan diri dan menentukan bagaimana mereka melihat melakukan penyikapan terhadap dunia material, dan bagaimana mereka mengalami hidup akan menentukan hidup mereka.

Ketika kelompok manusia yang penuh dengan perbedaan dan rasionalitas individu harus berkumpul dalam sebuah kelompok/unit yang mengharuskan tergerusnya tingkat individu menuju ke skala terrendah, digantikan dengan kepentingan komunal, satu tujuan dan satu kepentingan, timbul gesekan-gesekan internal yang merupakan imbas dari penyesuaian oportunity kesadaran dan dampak degrasasi kedirian. Efeknya mungkin tidak bisa selaras dengan keinginan sebuah kasta management dalam unit tersebut yang memimpikan kesadaran internal, kesadaran tanpa pemaksaan dan pengetatan peraturan.

Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki; diferensiasi dan integrasi. Meskipun secara kronologis perkembangan kesadaran manusia secara individu berlangsung pada tiga tahap; sensansi (pengindraan), perrseptual (pemahaman), dan konseptual (pengertian), secara epistemology dasar dari segala pengetahuan manusia untuk berproses adalah tahap perseptual/pemahaman yang merupakan intisari dari kematangan untuk bereinkarnasi ke tahap yang lebih tinggi.

Jika tahap perkembangan kesadaran pribadi telah terintegrasi,  selanjutnya adalah menyatukan dan membentuk menjadi sebuah kesadaran kolektif. Emile Durkheim dengan kesadaran kolektif (collective consciousness). Kesadaran kolektif ini berada di luar individu atau bersifat eksterior, namun memiliki daya penekan terhadap individu-individu sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran kolektif adalah suatu consensus masyarakat yang mengatur hubungan sosial di antara anggota masyarakat yang bersangkutan. Kesadaran kolektif tersebut bisa berwujud aturan-aturan moral, aturan-aturan agama, aturan-aturan tentang baik dan buruk, luhur dan mulia, dan sebagainya. Kesadaran kolektif juga merupakan salah satu wujud dari fakta sosial yang berkaitan dengan moralitas bersama. Pemikiran ini muncul berangkat dari meningkatnya pembagian kerja yang berujung dengan terjadinya transformasi kesadaran kolektif. Pada masyarakat bersolidaritas mekanis, kesadaran kolektif ini sangat tinggi, sedangkan pada masyarakat solidaritas organis tidak demikian halnya  http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2180255-pengertian-kesadaran-kolektif/#ixzz2DNZZgbdG

Jika kesadaran yang kita harapkan dari proses integral individu-individu dalam suatu komunitas atau kelompok kerja tidak bisa tercermin dalam keseharian mereka, apakah kita harus terus berdiam dan berdoa untuk terbukanya pintu kesadaran mereka. Apakah kita harus menaikkan kompas kesabaran dan membenamkan diri dalam ranah kognitif, mencoba berbenah dan evaluasi internal dan mencoba memasuki relung-relung tiap individu, bergabung dengan pemikiran mereka dan mencoba membekukan hati, hidup tenang seolah tidak terjadi apa-apa dan berkutat dalam kalam ilahiyah.....

Harus ada tindakan konkret, nyata dan terukur....mengapa zaman dahulu dalam sejarah Nabi-nabi selalu muncul yang namanya mu’zizat, kelebihan dan kekuatan seorang nabi  yang diluar nalar manusia, kekuatan maha dahsyat yang membuat seorang nabi berbeda dengan manusia lainnya.?? Tuhan memberikan mu’zizat dan kelebihan lain karena manusia saat itu tidak mau mengikuti apa yang diajarkan Nabi dan Rasul sehingga diperlukan sesuatu yang menimbulkan rasa takut dan pada tahap selanjutnya membuat mereka ‘mengikuti’ jalan kesadaran yang diajarkan Nabi.

Bagaimana dengan kita yang mengharapkan adanya konsesnsus ketaatan dan tahap kesadaran dari teman-teman kita dilapangan, jika menemui penolakan dan absolutisme internal untuk sebuah kesadaran yang datang dari hati nurani....????? 

Kamis, 15 November 2012

Syuro dalam Catatan


Hari ini kita memasuki tahun baru Islam atau yang dikenal dengan bulan Muharram/Assyura/Syuro yang biasanya sesuai dengan kepercayaan masyarakat dibarengi dengan berbagai acara adat diberbagai daerah. Entah mengapa sangat berbeda dengan tahun baru Masehi yang disambut dengat gegap gempita dan meriah, perayaan 1 Suro (sebutan masyarakat Jawa) diliputi dengan mistis dan berbagai larangan atau ritual.
Dimulai dengan kepercayaan tidak baik melangsungkan acara pernikahan, mitos keluarnya makhluk halus, roh, demit, lelembut dari alam kegelapan, bahkan ada salah satu film horror era Suzana yang sampai saat ini masih dikenal yaitu film Malam 1 Suro yang penuh dengan kengerian ala film hantu. Tidak heran malam 1 Suro dimanfaatkan untuk membersihkan barang keramat, pusaka, ritual mandi, puasa, mendatangi tempat2 angker untuk minta ‘petunjuk’ dan semua itu sangat dipercaya sebagai sebuah kebenaran umum. Percaya maupun tidak semua tergantung pada kita sendiri sejauh mana kita bisa menetapkan itu sebagai sebuah kepercayaan dan keyakinan.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Kata Muharram artinya 'dilarang'. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan pertumpahan darah. http://www.miit-toronto.org/bulan_Muharam.htm.
Dalam Bulan Muharram ada hari yang terkenal dengan hari 'Asyura (tanggal 9 dan 10 Muharram atau tanggal 10 dan 11 Muharram) yang merupakan hari dimana Nabi Musa diselamatkan dari kejaran Rafja Fir’aun. Di hari itu pula umat Islam disunahkan untuk berpuasa karena keutamaannya hanya setingkat dibawah keutamaan berpuasa di bulan Ramadhan.
Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari 'Asyura  dengan kematian cucu Nabi Muhmmad Saw, Husain saat berperang melawan tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Islam. Namun kesucian hari 'Asyura tidak bisa dikaitkan dengan peristiwa ini dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari 'Asyura sudah ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran Sayidina Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam pertempuran itu bersamaan dengan hari 'Asyura.
Jadi sebenarnya bulan muharram adalah bulan kesucian dan keutamaan untuk beribadah, sangat baik untuk melakukan kontemplasi, koreksi, evaluasi baik secara duniawi maupun menakar kadar keimanan kita, mengingatkan kita akan segala kesalahan dan kekhilafan serta menetapkan niat untuk berubah lebih baik. Semoga awal tahun Hijriyah ini menjadi momentum tepat bagi kita untuk tetap fokus di jalan Tuhan dengan berbagai kesemrawutan dunia yang harus kita taklukan. Billahi fi sabilil haq fastabikul khoirot.....

Senin, 12 November 2012

takdir adalah.....



.....sudah takdirnya menjadi kaya begini, ya dijalani saja.....
Beginilah ungkapan seseorang yang mungkin sedang putus asa, entah karena kecewa, hilang harapan, ataupun terbelit masalah yang sangat berat sehingga sudah tidak ada jalan yang bisa ditempuhnya lagi. Atau sebuah ungkapan ‘protes’ kepada tuhannya atas jalan hidup yang tidak dikehendakinya.

Dalam sebuah perspektif yang mendefinisikan paradigma sederhana kaum marginal takdir mungkin merupakan rule kehidupan yang harus dijalani walaupun beberapa kaum modern dan terpelajar seakan menolak interpretasi tersebut. Penolakan tersebut didasarkan pada definisi takdir yang memang seakan multiinterpretatif, dalam Al Qur’an disebutkan adanya Lauhul Mahfuz yang jika secara harfiah diterjemahkan sebagai tablet/lempengan/kitab yang terpelihara. Namun secara istilah, Lauhul Mahfuz adalah kitab yang berisi seluruh kejadian di alam semesta mulai dari permulaan zaman sampai akhir zaman.
Menurut versi Lauhul Mahfuz semua yang terjadi sudah ditetapkan, bagaimana kita dari lahir sampai menuju alam kematian, apa yang terjadi diantara rentang waktu tersebut, siapa jodoh kita, berapa anak kita, nasib dan lain sebagainya sudah ada pakemnya dan kita ibarat wayang orang yang ‘manut’ apa kata dalang. Insan yang bertolak dari pengertian tersebut akan tumbuh menjadi sosok yang taat, penuh keikhlasan dan menjalani apapun dengan ucapan syukur dan ketabahan manusiawai yang selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Dalam pengertian lain yang lebih mudah dicerna Takdir terbagi menjadi dua, yaitu takdir mubram dan takdir mu’allaq. Takdir mubram adalah takdir yang tidak bisa diubah, sifatnya itu absolut, contohnya pergerakan matahari dan bulan, bernafasnya manusia dengan menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, dan sebagainya. Sedangkan takdir mu’allaq adalah takdir yang bisa diubah, sifatnya relatif, contohnya kekayaan, kecerdasan, dan lain-lain. http://fachrirezakusuma.wordpress.com/ Seakan melengkapi ambiguitas pengertian yang telah tertera dalam Lauhul Mahfuz dalam kajian ini takdir memberi kebebasan terbatas bagi umat manusia untuk menjalani kehidupannya dengan aneka pilihan dan varian skenario, Dikatakan terbatas karena kita bisa memilih sebagian tetapi harus menerima sebagian lain dengan tidak ada pilihan dan mutlak harus menerima.
Lebih lanjut lihat kupasan ayat dalam Qur’an Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya:  …Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka…Takdir juga bisa dipandang dari waktunya, yaitu apa yang disebutkan dalam rukun iman keenam: Beriman kepada Qada’ dan Qadar. Qada adalah sesuatu yang sudah ditetapkan dari awal penciptaan alam semesta, sedangkan Qadar adalah sesuatu yang sudah terjadi.
Banyak pengertian, multi interpretatif, dinamis dan variatif, itulah mungkin yang dapat kita rangkum berbagai kaidah bertajuk takdir....bukan untuk dipilih dengan saling menyalahkan ragam paradigma yang terbangun dengan perbedaan dalam teknis penjalanan kehidupan, tetapi untuk saling melengkapi, saling mereduksi kesalahpahaman dan memperkaya khasanah ‘doktrinasi’ kita selama ini terhadap TAKDIR......

Minggu, 11 November 2012

Sosok Samar Pahlawan



Malam yang sangat gerah, panas dan menyebalkan sangat mengusik kenyamanan dan keinginan untuk beristirahat setelah seharian menghabiskan waktu di tempat kerja. Bosan duduk lalu mengutak atik phone yang sedang tenang tanpa pesan atau panggilan, terpaksa kuambil remote dan kunyalakan televisi. Langsung terpampang iklan peringatan 10 November (Hari Pahlawan). Baru ingat kalau hari ini tgl 10, pantesan banyak tema kepahlawanan, biasanya juga tidak pernah disinggung...kalau pas lagi harinya baru pahlawan di ingat, zoom out dan dipedulikan (walaupun lebih banyak digunakan untuk kepentingan media juga).
Mencoba menelusuri lorong-lorong otak untuk mengingat mengingat siapa pahlawan favorit, tapi tidak ada yang muncul secara visual sebagus ingatan tentang superhero dan tokoh kartun media televisi. Visualisasi pahlawan hanya muncul sebatas medium hitam putih kucel yang sering terpampang di bingkai lukisan perkantoran, atau sosok lecek yang menghiasi lembaran rupiah dan terselip di saku, sosok pahlawan sama sekali tidak menarik dan terkesan 'kuno'...
Pahlawan merupakan kata abstrak yang terurai dalam ragam definisi yang terkonstruk dalam sebait makna, sebenarnya konon pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta phala-wan yang berarti orang yang dari dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas. Kalau pengertian yang umum (middle end definisi) pahlawan adalah orang yang kuat, gagah berani, membela yang lemah dan menumpas kejahatan, mungkin kalau di wujudkan mirip dengan cara pandang kita terhadap tokoh superhero yang sering ditayangkan di televisi.
Sekilas mirip pengertian antara pahlawan dan Superhero, bedanya pahlawan sangat manusiawi, bisa mati, banyak kelemahan, dijadikan topik saat hari pahlawan, superhero sangat dipuja, mendekati sempurna, divisualkan dengan baik, diperankan oleh tokoh akting ternama sehingga namanya tetap menggaung dan diidolakan oleh banyak kalangan, baik usia anak-anak maupun usia lanjut.
Apakah salah ketika orang lebih mengenal tokoh superhero ketimbang pahlawannya sendiri yang bersimbah darah mempertahankan kemerdekaan ??? Mungkin tidak, karena layaknya sebuah infotainment sebuah topik harus selalu digosipkan, diingatkan dan ditayangkan sehingga masyarakat tidak lupa dan selalu teringat. Pertanyaannya seberapa sering Pahlawan Nasional diulas di media, dalam setahun, dalam sebulan, dalam seminggu bahkan dalam sehari, berapa banyak ikon kepahlawanan yang di launching, atribut2, iklan, merchandise dan hal lain yang selalu mengingatkan kita pada kisah mengagumkan pahlawan kita ketika merebut kemerdekaan..... bandingkan dengan antusias media ketika mengulas topik lain, kisah selebriti, atau film superhero Superman atau Batman misalnya.
Beberapa perusahaan besar sangat menyadari bahwa proses mengingat produk atau brand atau pencitraan sangat dipengaruhi oleh kondisi bawah sadar, kondisi bawah sadar akan otomatis terbentuk ketika kita melihat/mendengarkan /mengucapkan sesuatu secara berulang-ulang. Itulah sebabnya mengapa bisnis iklan, pencitraan sangat berkembang pesat, dan pengaruhnya luar biasa. Sebagai contoh saat kita membutuhkan pasta gigi yang terlintas di benak kita adalah ‘odol’, atau ketika menyebut sepeda motor kita secara tidak sadar terucap ‘honda’....
Bagaimana jika kita mau tetap mengenang pahlawan, menjadikannya ikon, tauladan, penghargaan tertinggi kita sebagai generasi penerus......bangsa ini harus meniru bagaimana perusahaan mengiklankan produknya sehingga dalam jangka waktu tertentu dalam seluruh masyarakat lebih mengenal dan menghargai pahlawan dengan segala kisahnya ketimbang tokoh pahlawan impor. Jangan sampai masyarakat lebih mengenal tokoh korupsi daripada peran pentingnya pahlawan kita.

Jumat, 02 November 2012

Semangat Doa



Pada suatu hari seorang hamba berdoa dengan khusuk meminta keselamatan, kesehatan, dicukupkan rezekinya, setiap hari dilakukan tanpa kenal lelah. Hari berganti hari, beranjak ke hitungan bulan dan tahun, tetapi kehidupannya tidak mengalami kemajuan yang berarti. Hingga suatu saat hamba itu berkeluh kesah kepada temannya yang secara penghidupan cukup sukses, bercerita dia mengenai doanya dan hasil yang tak kunjung tiba. Temannya tersenyum mendengar cerita sahabatnya, “jangan salahkan Tuhan jika kehidupanmu tidak berubah, Tuhan telah memberi semua yang kamu inginkan, keluargamu selalu sehat, tidak pernah ada musibah yang berarti, tidak pernah kekurangan kebutuhan sehari-hari……kalau  kamu harapkan kehidupan yang mewah doanya diganti dong, minta yang jelas, minta kaya, mobil banyak, harta melimpah”.
Penggalan tulisan diatas mungkin sedikit kontroversi, benarkah kita harus meminta kepada Tuhan dengan mendetail dan terperinci? Apakah harus disebutkan jenis rumah, merek mobil, berapa banyak harta yang kita inginkan dan lain sebagainya. Tapi namanya doa kan permintaan, kita sebagai pihak yang meminta dan membutuhkan ya harus tahu diri apa iya hanya meminta dan meminta saja tanpa memberikan imbalan yang layak (menjalankan perintah agama, tidak berbuat yang tercela dll). Yang sering terjadi sekarang hakikat doa nampaknya sudah mulai berubah, doa tidak ditafsirkan sebagai permintaan seorang hamba kepada tuannya tetapi lebih kepada keinginan kuat yang menyerupai perintah supaya permintaan dikabulkan, bukan kita yang sebagai hamba, tetapi seolah-olah kita yang memerintah Tuhan.
Hanya saja terkadang pengabulannya Alloh itu tidak sesuai dengan harapan kita, mungkin permohonan kita minta mobil, tapi pengabulannya Alloh berupa motor atau bahkan sepeda angin. Kalau seandainya pengabulan dari Alloh itu selalu disesuaikan dengan harapan manusia, kita tidak bisa bayangkan bagaimana kacaunya kehidupan dunia. Contoh kecil saja, bagaimana jadinya kalau dalam satu waktu ada yang minta hujan juga ada yang minta terang, karena keduanya sama-sama punya kepentingan, yang satu sedang butuh hujan karena akan menanam, satunya lagi inginnya terang karena sedang jalan-jalan. Contoh lain misalnya dimusim pemilihan lurah, calonnya ada 5 dan semuanya berdoa mohon pada Alloh supaya jadi lurah, padahal yang harus jadi cuma satu. Jadi tidaklah mungkin pengabulannya Alloh itu pasti sesuai dengan keinginan manusia. Tapi yang jelas semua doa (berdasarkan ayat tersebut) pastilah dikabulkan. Dan bagi orang yang merasa doanya belum terkabul, bisa jadi Alloh sudah mengabulkan doanya, namun tidak sesuai dengan keinginannya (http://www.dzikirpengobatanqolbu.com/hikmah-dibalik-doa-yang-belum-terkabul/) Yang perlu kita ingat bahwa doa bukanlah suatu usaha untuk merubah kehendakNya sesuai keinginan kita tetapi permohonan kita yang akan dijawab secara bijak oleh Yang Maha Kuasa.
Dalam sebuah sebuah ungkapan disebutkan “kita meminta  yang kita inginkan, Tuhan memberi yang kita butuhkan”, Tuhan lebih mengetahui yang kita butuhkan demi kebaikan kita sendiri…. Coba kita ambil sebuah perumpamaan, seorang anak usia 3 tahun yang sangat menginginkan permainan kemudian dia menemukan sebilah pisau yang tajam dan berkilat, anak tersebut sangat menginginkan pisau tersebut untuk dijadikan mainan barunya, apa yang kita lakukan sebagai orang tua. Tentu saja kita rebut pisau tersebut dan kita larang anak kita bermain pisau, mungkin saja sang anak sangat kecewa dan protes kepada kita bahkan jika anak tersebut bisa bicara mungkin berteriak dan mempertanyakan kenapa keinginannya bermain pisau tidak dikabulkan. Apakah kita akan menerangkan bahwa pisau tersebut bisa melukai dan sangat berbahaya baginya? Kalaupun diterangkan pun percuma karena si anak tidak memahami yang kita katakan walaupun dengan resiko anak kita akan marah dan menganggap kita tidak meyayanginya, padahal hal itu kita lakukan karena kita sangat menyayanginya. Mungkin Tuhan pun berlaku demikian, tidak semua keinginan kita baik bagi kehidupan kita, atau mungkin kita yang belum siap jika semua doa kita dikabulkan, jadi  jika ternyata kita belum mengetahui hasil doa kita bukan berarti doanya tidak terkabul, melainkan menunggu kesiapan dari kita untuk menerimanya. Karena itu, janganlah tergesa-gesa menyimpulkan; doa saya tidak terkabul.
Teruslah berdoa dan memohon yang terbaik kepada Tuhan kita, bersyukurlah jika doa kita dikabulkan dan tetaplah mendekat kepadaNya. Jangan sampai setelah doa terkabul kita merasa tidak perlu berdoa lagi, atau sebaliknya, tidak jarang jika permintaan kita dikabulkan, maka kita menjadi lebih sibuk, lalu kita tidak lagi ingat kepada Alloh, tidak meminta dan tidak berdoa lagi kepada-Nya, padahal doa itu sendiri tidak hanya sebagai ibadah, malahan menduduki posisi yang sangat penting sekali, yakni sebagai otaknya ibadah. Tetap berdoa, tetap berusaha, tetap beribadah…..

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons