Read more: http://matsspensix.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-judul-pada-blog-bergerak.html#ixzz274NKvLCo

Rabu, 31 Oktober 2012

Bad Mood ???



Hampir semua insan yang berperasaan dan memiliki sisi humanitas tinggi pernah mengalami yang namanya bête, bosan, jenuh atau istilah kerennya Bad Mood. Ketika suasana hati sudah tidak karuan, konsentrasi berkurang drastis, sedang tidak ingin melakukan apapun, tidak mempunyai feel bagus mengenai sesuatu/pekerjaan….saat itulah kita harus cepat waspada karena terkadang kehidupan yang berirama tidak menentu kadang tidak mempunyai rasa toleransi yang tinggi untuk orang2 yang gampang maupun hobby bad mood.

Banyak penyebabnya tetapi kata beberapa orang yang paling utama adalah karena ada sesuatu yang mengganjal di benak kita dalam posisi yang tidak nyaman, atau dengan bahasa lain ada sesuatu yang sedang kita pikirkan terus menerus tanpa ada solusi yang pasti sehingga tertimbun bertumpuk-tumpuk dan pada titik kronis itulah kita menjadi malas, ide kreatif tidak bisa muncul ke permukaan, emosi  dini, dan beberapa kontaminasi premature lainnya yang secara factual sangat menghambat kegiatan kita.

Supaya kita bisa cepat mengantisipasi tentu saja
  • a.       the first kita harus mendeteksi penyebab kegalauan itu, flashback kembali otak kita secara manual dari titik dimana terjadi perubahan iklim good mood ke bad mood, apa saja peristiwa yang terjadi saat itu, apakah ada seseorang yang menyebalkan, keinginan yang tiba tiba mencuat tanpa kita bisa memenuhinya, cekcok dengan teman, keluarga, pacar, suami, istri, selingkuhan, atau kondisi tempat kerja yang kurang sesuai. Jika kita tetap tidak bias mendeteksi segera curhat dan konsul dengan orang terdekat, karena jika kita pendam akibatnya akan fatal dan kita akan mengalami masa pancaroba pemikiran berkepanjangan.
  • b.      Yang selanjutnya kita juga jangan lupa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, The Great Inspiration. Selain untuk menenangkan pemikiran dan lebih mudah berkonsentrasi hal ini juga memfungsikan syaraf syukur dalam hati kita, siapa tahu penyebab bad mood kita terkait dengan keinginan yang tiada ada batasnya. Doa membuat kita ikhlas, meredam nafsu keinginan dan mengingatkan kita untuk senantiasa mensyukuri apapun kondisi dan keadaan hidup kita.
  • c.       Tahap lainnya adalah banyak mencari informasi terkait kegalauan hati, membaca kisah inspiratif untuk memperkaya khasanah dan wawasan kita, memperhatikan kehidupan teman, keluarga dan orang terdekat kita. Selain secara fungsional meningkatkan kepedulian kita, hal ini juga berfungsi ganda untuk memecah konsentrasi pada sesuatu yang membuat bad mood sehingga secara tidak sadar kita mengalihkan dan menyibukkan pikiran ke hal lain yang lebih menarik. Mudah-mudahan bias melupakan rasa galau dan bad mood kita.
  • d.      Jangan terlalu berlebihan dalam kehidupan ini, yang wajar-wajar saja, menginginkan sesuatu yang bisa terjangkau, tidak gampang terpengaruh iklan, baik iklan media maupun iklan teman atau tetangga yang membuat jantung kita berdetak kencang. Percaya bahwa yang kita dapatkan hari ini adalah yang terbaik bagi kita. Istilahnya menginginkan segala sesuatu dengan mengukur kemampuan kita.

Bagaimana jika kita tetap galau walaupun sudah menjalankan tahapan di atas, mungkin itu memang sudah menjadi bagian dari ujian, cara yang digunakan Yang Maha Kuasa supaya kita mendekat kepadaNya. Dinikmati dan diikhlaskan saja, tidak usah terlalu dipikirkan, atau menyalahkan orang lain disekitar kehidupan kita, dicari segi postifnya dan jangan lupa perbanyak doa, teman, dan aktivitas….

Rabu, 10 Oktober 2012

Kaya ???



Cukupkah hanya dengan ‘kaya’???
Tidak bisa dipungkiri kaya merupakan dambaan setiap orang, dari usia belia sampai kakek-kakek sekalipun. Menurut beberapa arti dari berbagai pengertian bahasa, kaya didefinisikan sebagai....mempunyai harta berlimpah bisa berwujud tanah, hewan peliharaan, uang, saham, rumah dsb sehingga dapat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Bagi kita yang merasakan pahit getirnya kehidupan, kaya merupakan impian, cita-cita dan bahkan ada yang menjadikan tujuan hidup. Tidak jarang orang melakukan apapun yang bisa mengantar mereka menuju kesana, menghalalkan segala cara dan melupakan arti teman, sahabat, keluarga, dan Tuhan.
Jika kita mengupas lebih dalam lagi definisi ‘kaya’ maka ada beberapa potongan makna yaitu harta berlimpah, dan mencukupi kebutuhan hidup. Sayangnya kita hanya melihat dari auto focus makna pertama yaitu ‘harta yang berlimpah’ dan melalaikan definisi ‘mencukupi kebutuhan hidup’. Dalam paradigma yang lebih luas, kehidupan membutuhkan tidak hanya sekedar kaya tetapi ada komponen lain yaitu sehat, bahagia, ketenangan. Kita kadang dikaruniai badan sehat, bisa berkumpul dengan anak istri, keluarga yang rukun dan harmonis tetapi merasa belum lengkap kalau belum kaya harta, masih iri dengan kehidupan tetangga yang punya mobil rumah mewah, pembantu 5 tetapi sering sakit, anaknya terlibat kasus. Rumput tetangga memang lebih hijau :p
Dalam sebuah kisah pendek diceritakan seorang jutawan yang sedang berlibur di sebuah pantai nan indah dan sejuk menikmati keindahan alam sambil duduk menikmati makanan khas pedesaan. Disebelahnya duduk seorang nelayan sedang beristirahat selepas bekerja keras seharian sambil menghisap rokok. Terjadilah percakapan singkat antara orang kaya tadi dengan nelayan tua.
Orang kaya      : “Sedang santai pak..”?
Nelayan           : “Benar tuan, melepas lelah setelah bekerja dari tadi pagi”
Orang kaya      : “Kalau boleh bertanya, bapak sudah lama tinggal disini dan menjadi nelayan?”
Nelayan           : “Sejak kecil saya disini menjadi nelayan”.
Orang kaya      :“Tidak mempunyai keinginan bekerja di kota pak, disana bisa mendapatkan uang banyak untuk mencukupi kebutuhan anak istri dan keluarga bapak?”
Nelayan           : “Tidak tuan, disini sudah cukup bagi saya, berkumpul dengan anak istri, makan dengan nyaman dan tidak bising kaya di kota.”
Orang kaya      : “Dengan penghasilan yang tinggi bapak bisa membeli rumah, mobil dan mengisi hari libur dengan bersantai menikmati pemandangan alam seperti saya.”
Dengan lugu nelayan tadi menjawab : “Tuan mengisi hari libur bersantai disini harus mengumpulkan uang, harus kerja keras, hidup di kota yang bising, sedangkan saya tiap hari menikmati pemandangan alam yang indah tanpa harus mengorbankan semuanya, disini saya merasa cukup dan bahagia, mengapa harus susah-susah pergi ke kota yang belum tentu bersahabat bagi saya????”
Orang kaya tadi hanya terdiam dan tersenyum pada si nelayan.
Terkadang kita lupa bahwa sepeser rupiah yang kita cari adalah untuk menyenangkan keluarga dan diri kita sendiri, tetapi kita melalaikan kebersamaan dengan keluarga dan orang yang kita sayangi, mengorbankan tiap detik kita yang berharga bagi keluarga hanya untuk bekerja bersimbah peluh, meluapkan emosi demi sebuah kerja keras dan menceburkan diri kedalam nuansa persaingan yang ketat.
Seorang rekan pernah menceritakan keluarga saudaranya yang kaya raya di kota besar, rumahnya setiap hari kosong hanya ada pembantunya karena suami istri kaya tersebut harus berangkat pagi buta dan pulang setelah hari gelap  demi selembar rupiah. Teman saya hanya berceletuk ringan, “orang kaya hartanya melimpah tetapi tidak bisa menikmati hidup, malah pembantunya yang setiap hari menikmati nyamannya rumah mewah tersebut”.
Jadi untuk rekan yang merasa belum kaya, harus bersusah payah mengais rejeki jangan iri dengan rekan yang kaya dan sukses. Yakinlah bahwa semuanya mempunyai satu tujuan, mencukupi kebutuhan hidup, yang menjadi pembeda hanyalah definisi cukup. Bagi kita mungkin bisa membayar kontrakan (bagi yang belum punya rumah sendiri), bisa makan sampai akhir bulan, membeli kebutuhan si kecil (bagi yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak), mencicil hutang (bagi yang hoby ngutang) adalah suatu kenikmatan luar biasa. Sedangkan yang sukses kata cukup berarti membayar karyawan, service mobil yang nominalnya jutaan, makan di restoran mewah, rekreasi dengan keluarga di luar kota dsb.
Pengen kaya??? Itu pasti, tetapi cobalah untuk ngrumangsani dengan apa yang kita raih sekarang, jangan sampai kita selalu merasa miskin, berkeluh kesah, selalu merasa kurang, karena hidup ini adalah apa yang kita rasakan.  Bersyukurlah dengan yang kita miliki, merasa cukup dan berpegang pada prinsip ‘merasa kaya’, mudah-mudahan dengan ikhlas dan selalu berusaha di jalan yang lurus Tuhan memberikan kesempatan kita untuk memasuki zone kaya dan terpandang :p

Kamis, 04 Oktober 2012

(Renungan) Koperasi Berbagai Negara



A. Kondisi Koperasi di Negara dengan Sistem Kapitalis dan Semi Kapitalis

Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis. Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20.

Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan negara sedang berkembang memang sangat diametral. Di negara maju koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara sedang berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Menurut data dari ICA, di dunia saat ini sekitar 800 juta orang adalah anggota koperasi dan diestimasi bahwa koperasi-koperasi secara total mengerjakan lebih dari 100 juta orang, 20% lebih dari jumlah yang diciptakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Pada tahun 1994, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa kehidupan dari hampir 3 miliar orang, atau setengah dari jumlah populasi di dunia terjamin oleh perusahaan-perusahaan koperasi.

Tidak hanya di negara sedang berkembang yang pendapatan per kapitanya rendah, tetapi juga di negara maju yang pada uumnya adalah ekonomi kapitalis seperti di Amerika Utara dan Jepang atau yang semi kapitalis seperti di negara-negara Eropa Barat, khususnya Skandinavia peran koperasi sangat penting. di tujuh negara Eropa menunjukkan bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan kesempatan kerja mencapai sekitar 1 persen di Perancis dan Portugal hingga 3,5 persen di Swiss. Perkembangan koperasi yang sangat pesat di negara maju tersebut membuktikan bahwa tidak ada suatu korelasi negatif antara masyarakat dan ekonomi modern dan perkembangan koperasi. Dalam kata lain, koperasi tidak akan mati di tengah-tengah masyarakat dan perekonomian yang modern, atau pengalaman tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi di negara maju selama ini tidak hanya mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi, tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara kapitalis tersebut. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis.

Koperasi harus memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi-organisasi bisnis lainnya untuk bisa menang dalam persaingan di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini. Keunggulan kompetitif disini didefinisikan sebagai suatu kekuatan organisasional yang secara jelas menempatkan suatu perusahaan di posisi terdepan dibandingkan pesaing-pesaingnya. Faktor-faktor keunggulan kompetitif dari koperasi harus datang dari: (1) sumber-sumber tangible seperti kualitas atau keunikan dari produk yang dipasarkan (misalnya formula Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal; (ii) sumber-sumber bukan tangible seperti brand name, reputasi, dan pola manajemen yang diterapkan (misalnya tim manajemen dari IBM); dan (iii) kapabilitas atau kompetensi-kompetensi inti yakni kemampuan yang kompleks untuk melakukan suatu rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif (misalnya proses inovasi dari 3M). Menurutnya, salah satu yang harus dilakukan koperasi untuk bisa memang dalam persaingan adalah menciptakan efisiensi biaya. Tetapi ini juga bisa ditiru/dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain (non-koperasi). Jadi, ini bukan suatu keunggulan kompetitif yang sebenarnya dari koperasi. Menurutnya satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari koperasi adalah hubungannya dengan anggota.

Selain itu, agar suatu koperasi dapat beroperasi dengan sukses juga harus menerapkan beberapa hal di bawah ini : (1) memakai komite-komite, penasehat-penasehat dan ahli-ahli dari luas secara efektif; (2) selalu memberikan informasi yang lengkap dan up to date kepada anggota-anggotanya sehingga mereka tetap terlibat dan suportif; (3) melakukan rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan bisnis dengan memakai agenda yang teratur, prosedur-prosedur parlemen, dan pengambil keputusan yang demokrasi; (4) mempertahankan relasi-relasi yang baik antara manajemen dan dewan direktur/pengurus dengan tugas-tugas dan tanggung jawab- tanggung jawab yang didefinisikan secara jelas; (5) mengikuti praktek-praktek akutansi yang baik, dan mempersentasikan laporan-laporan keuangan secara regular; (6) mengembangkan aliansi-aliansi dengan koperasi-koperasi lainnya; dan (7) mengembangkan kebijakan-kebijakan yang jelas terhadap konfidensial dan konflik kepentingan.


B. Kondisi Koperasi di Jepang (dengan sistem Komunis)

Koperasi pertama di Negeri Sakura dilahirkan pada 1897, tetapi baru pada 1920-an gerakan koperasi-koperasi mulai mengorganisir dengan skala yang lebih besar. Bersamaan dengan pelaksanaan Undang-Undang Industri dan Kerajinan. Dalam perkembangannya, koperasi di Jepang berkembang tidak hanya di bidang industri dan kerajinan, tetapi di sektor pertanian juga mengalami perkembangan yang pesat di awal-awal pertumbuhannya. Ada dua macam koperasi pertanian di Jepang. Pertama adalah yang bersifat khusus, hanya mengembangkan satu macam komoditas. Dan kedua adalah bersifat umum, yaitu yang bersifat serba usaha.
Setelah terbit Undang-Undang Koperasi Pertanian pada tahun 1974, koperasi pertanian, koperasi konsumsi dan bank koperasi semakin tumbuh dengan pesat dan menjadi andalan koperasi di Jepang. Di Jepang, koperasi konsumen mampu tumbuh 20 persen per tahun. Sejak awal, mereka menyediakan barang-barang yang sehat dan memuaskan konsumen. Motto bisnisnya: Untuk Perdamaian dan Suatu Kehidupan yang Lebih Baik. Lalu pada 1921 Koperasi Nada dan Koperasi Kobe didirikan di bawah kepemimpinan Toyohiko Kagawa, Bapak Gerakan Koperasi Konsumen. Kedua badan usaha ini bergabung atau amalgamasi menjadi Koperasi Nada Kobe koperasi di tahun 1962. Kemudian berubah nama lagi menjadi Koperasi Kobe pada 1991. Seiring perkembangannya, kedua koperasi menjadi kekuatan yang mengemudikan koperasi di Jepang.

Menurut Kagawa, tujuan pergerakan koperasi di Jepang terutama demi memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat miskin. Caranya, ia menganjurkan tujuh berkoperasi. Pertama, pembagian keuntungan yang saling menguntungkan. Kedua, perekonomian yang manusiawi. Ketiga, pembagian modal. Keempat, pembatasan eksploitasi. Kelima, desentralisasi kekuasaan. Keenam, kenetralan politik. Ketujuh, menekankan segi pendidikan.

Penyebaran koperasi yang ideal, menurut Kagawa adalah menolong orang merancang kebangkitan dirinya. Sayangnya, pemerintahan militer semasa Perang Dunia II di Negeri Para Samurai ini menentang koperasi. Akibatnya, koperasi bubar dan menghilang pada jaman itu.
Setelah Perang Dunia II, sejumlah pergerakan koperasi yang dirusak selama peperangan, memperbaiki diri. Banyak koperasi membuka kegiatan distribusi makanan ransum atau jatah. Sebab, kala itu memang terjadi kelangkaan serius hampir semua barang.

Kemudian pada 1948, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Koperasi Konsumen. Perkembangan berikutnya, pada 1951 didirikan Gabungan Koperasi Konsumen Jepang (Japanese Consumers’ Co-operative Union, JCCU), yang merupakan peletak dasar dan pendorong kemajuan koperasi. Presiden JCCU Isao Takamura menjelaskan, seiring kebangkitan ekonomi Jepang era 1950-an, sejumlah kebijakan mereorganisasi koperasi pun sering didiskusikan. Tema yang mendominasi diskusi, antara lain meliputi aspriasi atau kepentingan ekonomi para anggota. Juga sekitar manajemen bisnis koperasi.

Muncul gagasan agar koperasi mendasarkan pada kelompok kecil yang beranggota 5 sampai 10 orang. Cara ini memungkinkan para anggota bertukar pikiran intensif. Baik melalui aktifitas jual beli bersama, saling menolong dan mempromosikan koperasi mereka.

Di saat yang sama, pada kurun 1960 dan 1970-an, Jepang menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bahkan, cenderung tak terkendali. Buktinya, banyak problem yang menyerang konsumen. Misalnya, bahan pengawet dipakai membuat makanan yang diproduksi secara massal dan membahayakan kesehatan orang. Dengan cerdas, koperasi memanfaatkan situasi ini. Koperasi berupaya menyuplai produk alternatif dengan jaminan keselamatan dan makanan yang dapat diandalkan.

Kemudian datang krisis minyak di tahun 1973. Dampaknya, kelangkaan komoditi dan harga barang tiba-tiba meroket. Lagi-lagi di tengah kondisi sulit ini, koperasi memasok barang dengan harga logis kepada anggota. Manfatnya, para anggota semakin mempercayai koperasi. Pada gilirannya jumlah keanggotaan dan pertumbuhan koperasi menjamur luar biasa. Sayangnya, kemudian muncul tindakan anti koperasi dari segolongan kecil pedagang ritel (minor retailer). Kondisinya, di tahun 1980-an Jepang tengah berada pada pertumbuhan yang menguntungkan. Sebetulnya, para pedagang ritel itu sulit bersaing melawan peritel besar.

Koperasi pun terkena getah. Para pedagang ritel sampai mengusulkan kepada pemerintah untuk mencegah pembukaan toko-toko koperasi. Mereka juga menuntut pemerintah menjalankan Undang-Undang Koperasi Konsumen yang melarang penggunaan koperasi oleh bukan anggota. Pemerintah menanggapi dengan mengorganisasi satu panitia khusus dan mendiskusikan aktifitas yang tepat untuk koperasi. Keputusannya, koperasi sudah beroperasi sesuai kepentingan konsumen maupun Undang-undang Koperasi Konsumen. Jadi penyebab kesulitan keuangan para pengecer kecil, bukan karena koperasi.

Koperasi mengatasi kesulitan satu demi satu, dan sekarang mempunyai anggota sejulah 14 juta orang. Jumlah koperasi retail local, kurang lebih 9 juta. Artinya, mewakili 20 % dari seluruh tempat tinggal di Jepang. Sementara penjualan tahunan koperasi senilai 52,7 miliar Dolar AS. Mudah dipahami, perkembangan koperasi di Negeri Matahari Terbit ini makin mengesankan. Lahir sejumlah koperasi, dari Koperasi Kesehatan, Koperasi Asuransi hingga Koperasi Universitas. Para pendiri semua koperasi ini meyakini, mereka mewakili kepentingan ekonomi masyarakat, bertanggung jawab kepada masyarakat dan berupaya melakukan usaha secafra benar. Selain itu, misalnya di koperasi konsumen, kelembagaan koperasi membantu keberadaan dan kesejahteraan bersama pengecer kecil. Tujuannya, merevitalisasi ekonomi lokal dan memberikan kontribusi kepada komunitasnya.

Dari sisi keanggotaan, apa motif utama orang Jepang berkoperasi? Biasanya mereka memang membutuhkan barang-barang yang dibeli. Selain itu, mereka menginginkan aspek keselamatan dan sangat mengutamakan kualitas barang-barang. Sisi menarik lain, 90 persen anggota koperasi adalah wanita. Sebagian besar merupakan ibu rumah tangga. Mereka membeli produk koperasi, karena ingin memiliki makanan yang sehat untuk anak mereka. Itu sebabnya, koperasi di Jepang selalu berusaha menyediakan makanan yang sehat atau tanpa bahan pengawet. Bahkan selalu meneliti dan mencari Informasi mengenai barang, sebelum mereka menjualnya. Apalagi produk pertanian yang harus dijaga kesegarannya. Mereka mengirim langsung ke anggota, tanpa melalui pasar. Praktik ini sangat dikenal di Jepang. Produsen dan konsumen bertransaksi secara langsung mengenai makanan yang segar dan sehat. Produksi pertanian yang segar didukung secara kuat oleh anggota koperasi. Ini bisa terjadi, karena produsen dan konsumen bisa berkomunikaksi langsung dan mengetahui persis bagaimana proses produksi makanan.


C. Kondisi Koperasi di Indonesia (dengan sistem Pancasila)

Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang "jalannya paling terseok" dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah sesuai kedudukannya yang istimewa yaitu sebagai soko guru perekonomian. Ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha koperasi adalah juga kekeluargaan.

Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14%). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.

Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan? Untuk menjawabnya, dua hal yang harus dilihat terlebih dahulu, yakni sejarah keberadaan koperasi dan fungsi yang dijalankan oleh koperasi yang ada di Indonesia selama ini. Dalam hal pertama itu, pertanyaannya adalah apakah lahirnya koperasi di Indonesia didorong oleh motivasi seperti yang terjadi di negara maju (khususnya di Eropa), yakni sebagai salah satu cara untuk menghadapi mekanisme pasar yang tidak bekerja sempurna. Dalam hal kedua tersebut, pertanyaannya adalah apakah koperasi berfungsi seperti halnya di negara maju atau lebih sebagai “instrumen” pemerintah untuk tujuan-tujuan lain.

Gagasan tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya hingga akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengembangan koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih karena dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah, bukan sepenuhnya inisiatif swasta seperti di negara maju; walaupun di banyak daerah di Indonesia koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat.

Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi sebagai pengatur dan pengembang sekaligus.

Bung Hatta sendiri mulai tertarik kepada sistem koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denegara majuark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara "koperasi sosial" yang berdasarkan asas gotong royong, dengan "koperasi ekonomi" yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-helplapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.

Namun, sejak diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20, dan dalam perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian yang pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV, Firma, NV. Menurutnya, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar dapat memperkuat eksistensi koperasi primer.

Contohnya adalah dibentuknya PUSKUD (Pusat Koperasi Unit Desa) dan INKUD (Induk Koperasi Unit Desa). Sedangkan dalam konteks makna kedua tersebut, usaha yang dilakukan koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Karena kebersamaannya ini, bentuk kepemilikan properti pada koperasi yang "konservatif" sering tidak diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik wajib maupun pokok dan sukarela, iuran, sumbangan dan bentuk lainnya. Konsekuensi dari bentuk kepemilikan seperti itu adalah sebutan kepemilikannya bukan sebagai pemegang saham melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya, koperasi sering dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para anggotanya atau untuk kesejahteraan anggota.

Secara bisnis, sebenarnya makna ganda koperasi ini cukup merepotkan. Karena koperasi diakui sebagai badan usaha, maka kiprah usaha koperasi mestinya harus seperti badan usaha lainnya. Dalam artian ini, sebagai sebuah badan usaha, koperasi mestinya mengejar profit sebesar-besarnya dengan langkah-langkah dan perhitungan bisnis seperti yang biasa dilakukan oleh perusahaan lainnya. Namun langkah bisnis ini sering "bertabrakan" dengan keinginan anggotanya yakni menyejahterakan anggota. Sehingga dalam konteks ini, penghitungan kelayakan usaha koperasi, jika hanya mengandalkan aspek liquiditas, solvabilitas dan rentabilitas usaha, menjadi tidak tepat.

Mungkin perbedaan yang paling besar antara koperasi di negara-negara lain, khususnya negara maju, dengan di Indonesia adalah bahwa keberadaan dan peran dari koperasi di Indonesia tidak lepas dari ideologi Pancasila dan UUD 45, yakni merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara (Hariyono, 2003). Konsukwensinya, koperasi di Indonesia memiliki tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab “bisnis” yang menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan dan daya saing, dan sangat dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah dibandingkan koperasi di negara maju.
Sementara itu, ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu: (i) program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik negara (BUMN) maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.

Menurutnya, intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai salah satu penyebab utama lambatnya perkembangan koperasi di Indonesia. Selama ini koperasi dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang dilakukan selama pembangunan jangka panjang pertama pada era Orde Baru menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi.

Sedangkan dilihat dari strukturnya, organisasi koperasi di Indonesia mirip organisasi pemerintah/ lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektifnya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini sekarang ini harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang sejalan dengan proses globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan ekonomi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.


D.  Faktor yang dapat Mempengaruhi Kemajuan Koperasi di Indonesia

Pengembangan koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang indah, namun sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.

Dari kemungkinan banyak faktor penyebab kurang baiknya perkembangan koperasi di Indonesia selama ini, salah satunya yang paling serius adalah masalah manajemen dan organisasi. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa koperasi di Indonesia perlu mencontoh implementasi good corporate governance (GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Prinsip GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep GCG atau tata kelola koperasi yang baik.

Lebih rincinya konsep GCG sektor koperasi perlu dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjawab tantangan pengelolaan koperasi yang semakin kompleks. Implementasi GCG perlu diarahkan untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya, yaitu menyejahterakan anggotanya. Dalam mengimplementasikan GCG, koperasi Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai dalam implementasi GCG.

Pertama, koperasi perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel. Ketidakamanahan dari pengurus dan anggota akan membawa koperasi pada jurang kehancuran. Inilah yang harus diperkecil dengan implementasi GCG.

Kedua, perbaikan secara menyeluruh. Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif dan terencana. Blue print koperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Ketiga, pembenahan kondisi internal koperasi. Praktik-praktik operasional yang tidak efisien dan mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan koperasi. http://yunitakusfiana29.blogspot.com/

Rabu, 03 Oktober 2012

Mungkinkah ???


Bertemu seorang sahabat, ngobrol ngalor ngidul kesana kemari berganti topik dan pembahasan, sampai akhirnya menemukan konklusi pembahasan dengan melalui perdebatan ala komentator televisi yang cukup sengit. Dimulai dari adiknya yang sakit dan keluhan pelayanan dokter muda yang salah memasukkan kabel infus, kami membandingkan dengan pelayanan di kelas VIP yang sangat berbeda. Di kelas ‘ekonomi’ yang merupakan sebagian besar penghuni rumah sakit dengan fasilitas jamkesmas, jamsostek dan fasilitas dari pemerintah lain seolah dipandang ‘sebelah mata’ oleh yang empunya rumah sakit sehingga dikirimlah tenaga medis yang dalam proses ‘belajar’, full trial and error dan datang secara bergerombol. Kesan yang didapat adalah mereka bukannya mengobati tetapi memasuki laboratorium dengan varian ‘kelinci percobaan’ dengan mimik muka memelas. ‘Sang Dokter Muda’ itu dengan umur masih belia lebih memposisikan dirinya sebagai ‘pelajar’ dengan gaya wah, tangan menggenggam gadget terkini diselingi ketawa renyah merupakan pemandangan yang kontras jauh dari kesan ‘sang penyembuh’.
Percakapan dimulai lagi dari beberapa institusi yang merupakan kawasan elit tempat menimba ilmu calon dokter di nusantara ini. Bukan rahasia lagi untuk memasuki fakultas elit tersebut orang tua harus merogoh kocek yang sangat dalam dengan kisaran ratusan juta malah untuk beberapa perguruan tinggi ‘elit’. Mendadak kami teringat adik kecilku yang dengan polosnya mematok cita-cita ‘pengen menjadi dokter’.... Muncul pertanyaan ditengah kebimbangan.....Bisakah ???...
Jika generasi emas yang dianugerahi kecerdasan dan kegeniusan lahir dari kalangan ‘marginal’, ekonomi pas-pasan tetapi mempunyai niat mulia ingin menjadi ‘penyembuh’ atau lebih terkenal sebagai dokter, apakah kecerdasan dan doa saja cukup di millenium ini. Memang harus diakui minat terhadap profesi ini sangat membludag, hampir tidak ada orang tua yang menolak jika anaknya ingin menjadi dokter yang secara sosial merupakan profesi positif, anti miskin dan sangat dibutuhkan. Masuk akal juga jika terbatasnya jumlah fakultas kedokteran yang memaksa otoritas universitas untuk membatasi jumlah peminat. Yang tidak masuk akal jika kemudia patokan pembatas itu bukan kecerdasan, tetapi dilihat dari sisi banyak pundi-pundi yang dimiliki untuk meretas keinginan menjadi dokter. Bagaimana nasib pasiennya jika sang dokter tidak berangkat dari keahlian dan kecerdasan yang mumpuni, tetapi berangkat dari kesanggupan mmembayar dana pembangunan ratusan juta rupiah ???
Pembicaraan kami mulai agak ngawur lagi, jika dihitung2 kebanyakan orang dengan latar belakang keluarga miskin yang memiliki keinginan belajar tinggi cenderung lebih fokus, niat yang lebih murni, lebih manghargai orang lain dan bla bla kebaikan lain daripada anak dengan latar belakang keluarga berada dengan stigma ‘malas’ terbiasa hidup enak sehingga yang ada mereka malas belajar dan hasilnya juga pas-pasan. Jika dipikir lagi calon dokter sekarang 99% berasal dari keluarga berada, terus bagaimana kualitas dokter yang tercetak ?????
Akhirnya percakapan asal-asalan kami terhenti karena pusing dan tidak tahu harus bagaimana menyelamatkan secercah cita-cita dari keluarga-keluara miskin yang anaknya cerdas dan ingin jadi dokter. Harapan kami ada institusi dari pemilik modal atau lembaga pemerintah terkait yang berhati mulia dan menggratiskan biaya perkuliahan untuk fakultas yang mencetak profesi vital bagi masyarakat khusus untuk individu cerdas kalangan bawah... Mungkinkah ?????

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons