Read more: http://matsspensix.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-judul-pada-blog-bergerak.html#ixzz274NKvLCo

Sabtu, 28 Desember 2013

Sudah enggak ada lagi ahli koperasi dalam negeri?


Sekelumit pertanyaan menggelitik dari M Akil Mochtar dalam sidang perdebatan Judicial Review UU Koperasi no 17 tahun 2013. Pertanyaan tersebut terkait dengan pengajuan saksi ahli koperasi yang kebetulan semuanya orang asing (orang Indonesia yang sudah berkewarganegaraan asing). Pertanyaan yang seharusnya menjadi konsen utama bagi Penggiat koperasi untuk lebih terfokus, jika koperasi dikenal sebagai kumpulan orang maka harus konsen terhadap pendidikan dan pembangunan SDM sehingga seharusnya ada orang yang kualifikasi di bidang koperasi.

Menurut California Evidence CodeA person is qualified to testify as an expert if he has special knowledge, skill, experience, training, or education sufficient to qualify him as an expert on the subject to which his testimony relates.Spesifikasi seorang ahli lebih jelas kita dapat melihatnya pada California Evidence Code dengan beberapa kriteria diantaranya seperti keilmuan dan pengetahuan sesuai bidangnya, training atau pelatihan, pengalaman kerja (praktisi), atau bahkan pendidikan khusus.
Yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidangnya yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut
Berdasarkan hal tersebut ahli adalah seseorang yang memiliki parameter berdasarkan akademis maupun praktisi dalam bidang nya, sifatnya opsional http://samardi.wordpress.com/tag/keterangan-ahli/
Sedangkan menurut wikipedia:
"Pakar atau ahli ialah seseorang yang banyak dianggap sebagai sumber tepercaya atas teknik maupun keahlian tertentu yang bakatnya untuk menilai dan memutuskan sesuatu dengan benar, baik, maupun adal sesuai dengan aturan dan status oleh sesamanya ataupun khayalak dalam bidang khusus tertentu. Lebih umumnya, seorang pakar ialah seseorang yang memiliki pengetahuan ataupun kemampuan luas dalam bidang studi tertentu. Para pakar dimintai nasihat dalam bidang terkait mereka, namun mereka tidak selalu setuju dalam kekhususan bidang studi. Melalui pelatihan, pendidikan, profesi, publikasi, maupun pengalaman, seoran pakar dipercaya memiliki pengetahuan khusus dalam bidangnya di atas rata-rata orang, di mana orang lain bisa secara resmi (dan sah) mengandalkan pendapat pribadi." http://www.monsoonacademy.com/2971

Menimbang pengertian di atas dan berdasarkan berbagai sumber jika kita ingin mempunyai seorang ahli di bidang perkoperasian maka ada beberapa kriteria yang mungkin bisa dijadikan acuan.
1.      .
1. Memiliki jaringan dan dikenal oleh rekan-rekan dan masyarakat mereka karena keahlian dalam bidang koperasi
2.  Aktif di Jaringan Komunitas Koperasi atau platform yang sama seperti blogger, moderator dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.
3.      Mereka banyak melakukan presentasi di bidang Koperasi.
4.      Mereka memiliki keberadaan yang kuat pada media sosial yang mendukung keberadaan Koperasi.
5.      Terlibat dalam Koperasi Press atau publikasi Ahli sebagai penulis atau editor teknis Koperasi.  
6.      Memiliki pengalaman terlibat dalam proyek-proyek pengembangan Perkoperasian.
7.  Berada pada tahap perencanaan terbaru dan terbesar dalam Koperasi dalam pencanangan perkembangan di masa depan.

Bukan hal mudah untuk membangun karakter SDM Koperasi sehingga memunculkan ahli-ahli di bidang koperasi secara akademisi maupun teknis. Taruhlah seorang ahli koperasi bisa dimunculkan dari bidang teknis, pengalaman ataupun keahlian khususnya dalam pengembangan koperasi. Menjadi agak blunder karena seorang ahli harus diukur salah satunya dari parameter keilmuan sehingga rintisan harus dimulai dari ranah akademis, dengan adanya pengakuan akademis bahwa koperasi merupakan salah satu bidang keilmuan yang harus diapresiasi. Rancang bangun akademisi dimulai dari munculnya jurusan terkait dengan koperasi, mulai dari jenjang S1, S2 maupun S3 plus pendidikan khusus yang menggambarkan keahlian tertentu.

Kedepan, kemunculan ahli di bidang koperasi paling tidak menjadi parameter pengakuan koperasi sebagai sebuah aliran yang legal akademis sehingga layak diperhitungkan. Pengakuan ini sangat penting bagi keberlangsungan Koperasi dalam upaya penguatan ideologi koperasi sebagai sebuah kekuatan mekanisme pasar atas kejenuhan aliran liberalis. Tertarik menjadi Ahli Koperasi ??????

Selasa, 24 Desember 2013

Pojok Koperasi


Koperasi adalah system unik yang berbeda dengan unit usaha lain, lebih membumi dan konstruktif dari segi prinsip, permodalan maupun keuntungan yang diperolehnya. Dalam sebuah perbincangan ringan terungkap bahwa sebenarnya koperasi bisa saja menjelma menjadi sebuah raksasa (tentu saja Syarat dan Ketentuan Berlaku) dengan kesepakatan bersama para anggotanya. Mengutip Tokoh Welfare State: J.M. Keynes bahwa Prinsip Kerja yang Mendukung kebersamaan dan kebebasan individu dan tidak semerta-merta percaya pada kekuatan otomatisasi mekanisme pasar akan menjadi sebuah sistem alternatif atas kejenuhan aliran liberalisasi. Dan koperasi mempunyai potensi untuk itu.
Seperti telah kita ketahui bahwa Prinsip koperasi sebagai suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama. Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah
·         Keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela
·         Pengelolaan yang demokratis,
·         Partisipasi anggota dalam ekonomi,
·         Kebebasan dan otonomi,
·         Pengembangan pendidikanpelatihan, dan informasi
Secara garis besar pokok inspirasi dan kekuatan koperasi terdiri atas anggota, partisipasi, dan kepemilikan yang secara umum menjadi pembeda dengan unit usaha lain semacam CV, PT atau korporasi sejenis. Bentukan koperasi sangat membumi karena pada hakekatnya pemilik adalah anggota sekaligus pelanggan, jauh dari kesan individual, pembagian keuntungan untuk semua anggota, kesamaan hak dan kewajiban kepemilikan dalam sebuah komunitas apik yang tertata dalam sebuah ideologi kerakyatan. Kita bisa bandingkan dengan komunitas perusahaan lain dimana sistem kepemilikan berdasarkan individual dengan modal sebagai kiblat pembeda kasta pemilik dan karyawan dan sejumlah kesenjangan lain sehingga suara pemilik adalah suara Tuhan. Perbedaan inilah yang diharapkan bisa menjadi dasar kekuatan utama untuk lebih memberdayakan koperasi menjadi sistem ekonomis yang lebih merakyat.
Walaupun berbeda secara prinsip dengan sistem usaha lain, bukan berarti koperasi tidak bisa sejalan dan sejajar dengan yang lain. Khususnya dalam usaha perdagangan (retail, mini market) koperasi bisa menjadi unit yang tangguh dengan tetap berpegang pada prinsip koperasi. Prinsip usaha yang selama ini tercakup dalam 3 M (Modal, Manusia, Market) justru menjadi sebuah keuntungan bagi koperasi dalam melakukan aktivitasnya. Karena koperasi tidak memisahkan prinsip 3 M, tetapi justru memadukan dalam sebuah sistem yang harmonis.
1.     Manusia = Modal = Market
Penggabungan unik koperasi dama prinsip 3 M sebenarnya merupakan sebuah kekuatan yang patut diperhitungkan dalam dunia usaha. Permodalan Koperasi bersumber dari simpanan wajib anggota  sehingga dengan bertambahnya anggota otomatis akan terjadi penambahan modal, yang kemudian diberdayakan dengan berbagai usaha dan aliran kas lain. Dalam sudut pandang yang lain karena unit usaha koperasi bertujuan untuk melayani kebutuhan anggota maka konsumen utama adalah anggota, dengan kata lain market dari usaha koperasi sudah bisa dipetakan secara pasti. Keunggulan ini selain dapat memperoleh tambahan modal, semakin banyaknya anggota juga menjadi inspiratif untuk lebih mengenalkan koperasi kepada masyarakat luas. Secara teori semakin banyak anggota = semakin besar modal = semakin besar kemungkinan perluasan usaha = semakin banyak porsentase partisipasi anggota dalam aktivitas usaha koperasi.

2.     Alternatif Perluasan Usaha tanpa Membebankan Anggota
Selain kemudahan permodalan masih ada yang bisa diberdayakan sebagai alternatif lain yaitu dengan memfungsikan SHU. SHU merupakan sisa hasil usaha atau di perusahaan lain disebut keuntungan atau deviden. Jika selama ini SHU hanya dipandang sebagai fungsi ekonomis material belaka, kita bisa mengubahnya sebagai sumber kekuatan lain bagi  tumbuh kembangnya unit usaha koperasi. Cukup dengan kerelaan anggota untuk menyisihnyan sebagian SHU maka koperasi bisa mendapatkan sumber dana untuk perluasan usaha dengan tidak memberatkan anggota. Anggota bisa menikmati SHU, usaha koperasi semakin berkembang besar dan tidak ada pungutan tambahan yang memberatkan.
Terlepas dari alternatif di atas hal itu dikembalikan lagi kepada sang pemilik koperasi yang notabene sebagai anggota dan pelanggan untuk merelakan sedikit haknya dan kerelaan untuk melepaskan identitas eksklusif untuk prinsip keanggotaan terbuka dan sukarela yang memberikan dampak semakin banyak anggota dalam suatu perkumpulan koperasi. Koperasi bukanlah CV atau PT yang bertumpu pada modal, modal utama koperasi adalah orang/anggota dan koperasi tidak bersembunyi pada eksklusifitas organisasi, pengkotakan identitas dataupun perkumpulan elit yang tidak semua orang bisa menjadi anggotanya.

Koperasi adalah Koperasi, kumpulan banyak orang untuk kesejahteraan bersama, dan untuk menjadi besar koperasi harus dimiliki banyak orang, meluaskan jaringan dan memberikan kesempatan kepada semua orang untuk menjadi anggota dan berpartisipasi aktif di dalamnya. Dengan berbagai kemudahan dan keunikannya, sangat mungkin mewujudkan mimpi kejayaan era koperasi sebagai suatu sistem yang besar, benar dan mengakar.....

Rabu, 18 Desember 2013

Menilik Resistensi DNA Koperasi


Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Secara teori ini merupakan sistem yang sangat sempurna, perfect, baik dilihat dari sisi politis maupun sosial dengan mengedepankan sisi humanisme dan kepekaan sosial untuk bisa bersaing dalam persaingan global. Kalaupun dalam kenyataannya koperasi belum mampu menjadi numbero uno itu dikarenakan banyak aspek yang menaunginya dengan resensi polemik yang sangat rentan potensi konflik.
Keberadaannya nyata dengan aksi sosial yang sangat pasif sehingga malahan memberi kesan eksklusif, resisten terhadap perubahan dan menjauh dari lingkungan masyarakat umum. Jika diibaratkan sebuah kondisi sosial maka koperasi mempunyai pola resistensi yang salah dan terlalu acuh dalam ranah publik. Sehingga kalau kita melihat koperasi masih berdiri dan belum punah, hal itu mungkin menjadi sebuah kebanggaan bagi segelintir kaum yang masih mempunyai sedikit rasa care dan peduli.
Geliat koperasi sepertinya akan terlihat saat terjadi konflik perundangan2an saat UU No.17 Tahun 2012 di plot pemerintah menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992 sehingga koperasi terkesan lebih liberal. Namun ternyata itu hanyalah sebuah titik kejut sesaat yang tidak mampu membangunkan sendi koperasi untuk menjadi lebih ‘terlihat’. Kalau kita mau jujur geliat itupun hanya segelintir dari lingkar mikro yang masih dipunyai koperasi.
Layaknya sebuah sistem ekonomi, keberadaan koperasi membutuhkan pemicu aktif sebagai perantara sehingga keberadaannya bisa memberikan makna dan peran utama, saat ini koperasi hanya  sebatas pemeran pengganti, aksesoris pelengkap yang hanya dilirik jika ada hal yang memungkinkan. Beberapa kemungkinan akan menjadi sebuah analisa tambahan bagi mereka yang mempunyai energi lebih untuk mendalami koperasi.

1.       Peran Setengah Hati
Persaingan global yang menjadi sengit sebenarnya merupakan ranah aktif yang harus dijalani untuk menggenapi sejarah koperasi untuk menjadi sebuah gerakan publik. Kalau kita lihat dengan spesifik seolah koperasi berada di dua dunia yang berbeda, satu kaki menjejak ranah pemerintah dengan segala peraturan dan birokrasiyang membelitnya, kaki yang lain terpancang di jajaran persaingan global yang lebih menjurus di sektor swasta, mengarungi ketatnya pertarungan dengan segala resiko yang harus dijalani. Peraturan pemerintah tidak memberikan keleluasaan koperasi untuk lebih berkembang dan membebaskan diri, sedangkan persaingan tidak menjadikan koperasi sebagai pemenang. Hal ini sangat merugikan karena pada akhirnya koperasi hanya berdiri sebagai saksi dari alam sejarah yang mungkin suatu saat hanya menjadi bagian dari sejarah Republik Indonesia.

2.       Ayam Tanpa Induk
Seharusnya koperasi menjadi sebuah panutan sistem perekonomian, soko guru atau yang kurang lebih seperti itu artinya, sebenarnya masyarakat bisa menerima koperasi tetapi koperasi sendiri yang nampaknya belum siap menanggung strata sosial yang di amanahkan rakyat dan UU. Banyaknya titik-titik koperasi di seluruh Indonesia hanya menjadi kekuatan semu, layaknya anak ayam yang kehilangan induk, tidak ada satupun yang berpotensi menjadi ‘raksasa’ dan layak menjadi panutan bagi koperasi lain yang lebih kecil sehingga potensi yang sedemikian besar menjadi sia-sia dan tanpa makna. Kalaupun ada yang berniat, hal itu layaknya buah simalakama karena secara sistem belum ada koperasi yang kredibel untuk menyatukan koperasi lain. Secara logika dengan kondisi internal demikian sangat kecil kemungkinan koperasi bisa dikenal dan disegani oleh system lain yang lebih siap secara mental dan finansial.

3.       Radiasi liberalisasi
Dampak dari tidak adanya kekuatan internal koperasi yang layak diikuti bagi koperasi lain adalah semakin banyaknya koperasi yang mencari panutan dari system lain yang secara ideologis liberal dan individual. Hal itu terjadi karena sebagian penggerak pasif koperasi mempunyai pandangan system koperasi telah gagal mengembangkan ideologinya ‘layak untuk ditinggalkan’. Dalam jangka waktu yang tidak lama hal itu berpotensi aktif dengan berubahnya pola pikir koperasi secara sistem, kebersamaan mulai ditinggalkan, digantikan dengan individualism yang didapat dari “guru baru liberalisme”, ideologi ritel, swalayan dan aneka mart yang secara umum lebih memberikan kejelasan sikap dalam ranah teknis. Mereka yang terbiasa berderet di alur simpin koperasi mungkin akan lebih enjoy dengan sistem perbankan yang memberikan banyak kemudahan bertransaksi.

Dengan beberapa point umum diatas bisa kita bayangkan kekuatan apalagi yang bisa menyelamatkan koperasi selain nilai historisnya yang saat ini masih laku di jual di republik ini. Keberadaannya absurd dan tidak terlampau jelas untuk sebuah system besar membutuhkan keterlibatan aktif dari segelintir pihak yang masih mempunyai akses koperasi. Resistensinya harus terlihat jelas dan nyata dalam memproduksi next dna dan gen aktif yang secara masif memberikan kontribusi aktif di kancah dunia perkoperasian.

Jika resistensi hanya dimaknai dengan bersembunyi dibalik UU negara, ataupun berdiam diri di balik kerumunan komunitas koperasi dan meringkuk dengan baju eksklusifitas koperasi sembari menikmati SHU maka hal itu hanya akan menambah kesengsaraan koperasi. Karena terlahir ataupun hidup  dari genatis koperasi berarti siap terdampar dalam sebuah iklim minoritas, maka daya resisten harus dikembangkan sebagai sebuah sistem imun dengan daya adaptasi tinggi yang ke depan dapat dipergunakan bukan hanya sebagai penerus generasi saja tetapi juga sebagai  aksi nyata perubahan. Memperbanyak link, high skill dan clone gen high quality dengan reproduksi sebanyak-banyaknya generasi penerus mungkin bisa menjadi alternatif supaya komunitas koperasi semakin besar dan berdaya dobrak tinggi. Semoga.......

Rabu, 12 Juni 2013

Lebih dari sekedar mempertanyakan.......


Lebih dari sekedar mempertanyakannya namun mengerjakannya, lebih dari sekedar  mengkritisi namun memberikkan solusi. Mungkin itulah yang harusnya bisa kita lakukan dalam membangun sebuah kerangka bangun positif.
-          Menyamakan perbedaan
Lingkar pemikiran dalam sebuah hakikat adalah satu, bermakna ke arah perbaikan. Ragam teknislah yang membedakan alur proses perkembangan dialektik sehingga menjadi sebuah persetujuan komunal. Menjadikan semua sama adalah sebuah keniscayaan semu yang memberikan dampak negatif sebagai  dampak negatif sebagai sebuah sinyal kemunduran dari sebuah karya kreativitas. Satu atau beberapa perbedaan adalah kesatuan yang terpecahkan, untuk memberikan gambaran utuh harus dikumpulkan dengan satu persamaan persepsi sehingga memberdayakan perbedaan kembali menjadi satu kesatuan. Kerangka berfikir dengan satu persepsi ini yang terkadang menjadi kendala dalam sebuah keragaman berfikir, bukan hanya karena masing-masing merasa benar tetapi karena setiap pembawa kepingan persepsi merasa gamang menjadi pemersatu. Alhasil kita harus berani mengakui bahwa tidak gampang menjadi decision maker dari berbagai pemikiran dan belum terbentuknya mental menjadi kendala dalam mengumpulkan keping perbedaan menjadi satu kesatuan dlaam kerangka berfikir yang lebih besar.
-          Membedakan persamaan
Perbedaan dan persamaan adalah naluri alamiah saat kita berada dalam takaran selaras dalam lingkungan informal yang serba terbatas dan seimbang. Saat lingkungan dan nuansa berubah, bermetamorfosis ke dalam ranah struktural dan lingkungan formal akan terjelma sebuah kekeliruan sosial dalam bahasa persamaan, yes sir atau bahasa sejenis. Kejahatan intelektual ini menjadi seberkas pembenaran ketika kita hanya berdiri dalam batas kewajaran sebuah persepsi. Paradigma intelektual untuk membedakan ragam persamaan dan kepatuhan menjadi sebuah keniscayaan untuk memberi penyikapan berimbang dan netral. Terukur dalam sebuah pemahaman bahwa keragaman secara alamiah tidak akan menghasilkan persamaan secara spontan, diperlukan pemrosesan daya pikir dan kesepemahaman yang terkadang harus memakan biaya sosial yang tidak terukur. Saat kita menjadi lebih bijak, akan terlihat bahwa bukan persamaan yang mendewasakan kita, tetapi pembedahan lebih intensif terhadap sebuah makna perbedaan dan kesadaran taktis bahwa dalam banyak persamaan banyak aliran perbedaan yang tersirat.
-          Memberdayakan perbedaan
Kalaupun perbedaan bukan berarti sebuah persamaan dan persamaan tidak selalu berbeda, maka kita tidak harus melihat dari rangkaian perdebatan dan alur persetujuan sebuah hasil akhir sebuah dialektik. Harus ada kesepakatan bersama dan pemahaman umum bahwa ada sebuah kerangka besar yang menampung segala perbedaan menjadi sebuah aliran yang disebut visi, misi, tujuan, target dll. Dengan harapan perbedaan bukan menjadi sebuah musuh yang merugikan tetapi menjadi sebuah semangat dalam menggali potensi baru yang terlahir akibat karya berbeda yang masing-masing menginginkan sebuah persepsi kesempurnaan. Antitesis terhadap sebuah pemikiran akan menjadi hegemoni terbatas yang positif yang akan segera digusur denganragam pemikiran dan perbedaan baru, begitu seterusnya sehingga lambat laun tercipta aliran aktif yang berisi hamparan ide ide cerdas dan berkelas.

Sebenarnya bukan perbedaan yang menjadikan kita terhambat, bagaimana tetapi menyikapi perbedaan, dan mengelola perbedaan yang mempengaruhi integritas sosial dalam definisi sebuah makna persamaan. Dengan harapan terbatas mudah mudahan kita bisa mengelola dan mengkritisi sebuah perbedaan menjadi karya kekinian yang tidak terbatas. Bukan untuk menyalahkan dan memaparkan kesalahan, bukan hanya sekedar sekedar mengkritisi sebagai bagian dari kesepakatan sosial, tetapi berbeda dengan memberi warna dan gairah baru dalam sebuah pola pemikiran.... bukankah sama tidak harus sama ???

Rabu, 29 Mei 2013

in Colaboration with....Cooperation


M. Hatta dalam pidatonya tgl. 23 Agustus 1945 dg judul “Indonesia Aims and Ideals”, mengatakan bahwa yang dikehendaki bangsa Indonesia adalah suatu kemakmuran masyarakat yang berasaskan koperasi (what we Indonesias want to bring into existence is a Cooperative Commonwealth). Semangat inilah yang kemudian diharapkan membumikan koperasi tidak hanya memerankan fungsinya sebagai sistem ekonomi semata tetapi juga berdiri sebagai sebuah sistem ekonomi sosial yang “memberdayakan”.
Akan menjadi sebuah pertanyaan jika ternyata apa yang diharapkan M. Hatta bahwa koperasi merupakan kehendak rakyat Indonesia untuk mewujudkan pranata ekonomi ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Menjadi sebuah fakta ambigu jika ternyata banyak penyakit kronis yang memunculkan stigma negatif terhadap koperasi dan kenyataannya harus ada yang memerankan posisi “Sang Mesias” untuk membongkar kembali rangkaian kegelapan yang menyelubungi koperasi. Pengembangan usaha perusahaan koperasi dalam hal investasi, formasi permodalan, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan keahlian untuk bertindak sebagai wirausahawan, dan kerja sama antar koperasi secara horizontal dan vertikal merupakan keharusan dalam meraih capaian harmonisasi ideal.

1.       Pencitraan Ideologis
Sebenarnya beberapa ide yang melandasi lahirnya prinsip-prinsip koperasi antara lain adalah solidaritas, demokrasi, kemerdekaan, alturisme (sikap memperhatikan kepentingan orang lain selain kepentingan diri sendiri), keadilan, keadaan perekonomian negara dan peningkatan kesejahteraan (Ima Suwandi, 1980). Di sisi ini ada sebuah celah yang bisa dikembangkan dengan menggali nilai-nilai luhur bangsa sebagai alat propaganda ideologi koperasi. Pendekatan multikultural sebagai upaya membebaskan koperasi dari idiologi ekslusif yang berdiri diantara paham sosialisme dan kapitalisme.
Sebagai sebuah propaganda, koperasi harus mampu memberikan kebermaknaan atas konsekuensi dari nilai luhur yang diusungnya sebagai sosok bersahabat yang bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, mencair dalam berbagai unsur kepentingan dan bermetamorfosis sebagaimana yang diinginkan masyarakat. Proses yang terus menerus inilah yang diharapkan membuat masyarakat merasa ikut memiliki koperasi dan menumbuhkan kesadaran bahwa koperasi ada dari, oleh dan untuk masyarakat, tidak berperan sebagai subyek dan obyek, tetapi lebih kepada fungsi kebersamaan dan pemberdayaan.                                                                                                                                                                                  
Terwujud nyata dalam rangkaian konsepsi dari cerminan sikap yang menginginkan  dan memperjuangkan agar prinsip-prinsip koperasi diberlakukan pada bagian luas kegiatan manusia dan lembaga, sehingga koperasi memberi pengaruh dan kekuatan yang dominan di tengah masyarakat. Adopsi sistem pemasaran modern dalam menggali dan mengembangkan sistem keanggotaan yang terbuka dengan tidak adanya pembatasan strata ekonomi harus gencar di soundingkan di masyarakat sehingga masyarakat memahami arti koperasi sebagai wadah sosial yang berfungsi secara ekonomi.

2.       Kelahiran Kembali/Reborn
Reborn merupakan konsep untuk melahirkan kembali dengan meninggalkan stigma kelam yang selama ini menghantui koperasi. Lupakan sosok koperasi yang terkesan kolot, eksklusif, tua dan merupakan kegiatan para pensiunan dengan membangun basis baru yang kuat baik secara ideologis, ekonomi dan kemampuan menjawab tantangan kemajuan. Memunculkan tokoh muda yang fresh dengan semangat kekinian dan mampu menyediakan kebutuhan modern menjadi sebuah tantangan yang harus dijawab koperasi. Memposisikan koperasi sebagai sebuah wadah kontemporer yang siap bersaing dengan organisasi ekonomi serupa yang kian marak dapat dijawab dengan mengubah casing koperasi menjadi sosok yang lebih dinamis.
Jika selama ini koperasi dikenal hanya sebagai sekumpulan orang, harus dikembangkan menjadi sekumpulan orang berpikiran muda yang berwawasan modern dan kreatif. Tumbuh kembangnya sistem kaderisasi diharapkan mampu melahirkan sosok yang memberikan ide segar dan pola pikir berbeda untuk memaksa masyarakat melihat koperasi dari sisi yang lebih menyenangkan.  Melahirkan sosok koperasi bukan hanya sebagai bagian dari politisasi waste management tetapi mereposisikan sebagai trend setter sistem perekonomian berwawasan ekonomi kerakyatan.

3.       Modernisasi
Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat cenderung melihat dari hasil akhirnya saja, bukan hanya bagaimana koperasi menjadi wadah ideologis dengan sistem pendidikan yang berkelanjutan, tetapi juga berbagai komponen pendukung yang mencirikan identitas modern. Jejalan konsep pendukung yang berbau modern harus dipaksakan ke dalam wadah yang bernama koperasi. Dukungan peralatan canggih, segmen internetisasi, sosok bangunan yang mentereng dan kemudahan pelayanan menjadi sebuah kewajiban yang diharapkan menghipnotis masyarakat dari pandangan kolot dan kuno.
Sistem promosi yang merambah media-media sosial, website dan komunitas maya lainnya sebagai sebuah pembuktian dari keseriusan koperasi mengembangkan kluster kebersamaan dalam sebuah misi penyatuan entitas merupakan ladang baru yang berpotensi menyedot perhatian. Tentu saja konsep modern ini bukan hanya sebagai kiasan tanpa fungsi ataupun sekedar lips service, dukungan sumber daya yang capable di bidangnya menjadi jaminan bahwa koperasi layak dijadikan basis ekonomi kerakyatan yang mampu mencuri perhatian dari setiap segmen masyarakat. Memberikan pembuktian bahwa tawaran modernisasi seiring dengan berbagai kemudahan, harga murah dengan pelayanan lebih dan fungsi kesejahteraan yang bisa dinikmati semua orang yang menjadi anggotanya.

Koperasi memang merupakan organisasi swasta yang mempunyai kemitraan dengan pemerintah sehingga harus mewujudkan kemandirian sosial dalam segala aspeknya untuk mereduksi impact yang selama ini tercitra dalam keterwujudan koperasi. Tidak masalah jika itu hanya merupakan mimpi tapi paling tidak menjadi mimpi indah dan berkelanjutan yang sampai akhirnya terfokus di alam bawah sadar dan menjadi sebuah kenyataan. Dan merupakan sebuah tantangan baik secara ideologis maupun sosial bagi segenap insan dengan kepedulian di atas rata-rata untuk mampu berbuat lebih dalam memacu kendaraan yang bernama koperasi.

Selasa, 23 April 2013

Di balik UU No. 17 Tahun 2012 Tentang PERKOPERASIAN



UU No.17 Tahun 2012 yang menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992 nampaknya menjadi sebuah polemik baru dalam kancah koperasi Indonesia. Berbagai perubahan signifikan terkait dengan aturan Organisasi, Kelembagaan, Keanggotaan, Permodalan dan SHU sukses menuai berbagai komentar negatif dari ‘Insan’ perkoperasian Indonesia. Dukungan yang dialamatkan ke pemerintah pusat sebagai aktor dibalik lahirnya UU tersebut terkesan kurang bersahabat, bahkan sebagain besar melemparkan tuduhan UU tersebut sebagai usaha mereduksi makna koperasi yang luhur sehingga tercemar dan terpuruk dalam alur ekonomi kapitalistis sepihak.
Sebagai orang awam saya justru melihat hal itu dengan klausul sedikit berbeda, dengan tetap berdasarkan data dan fakta yang selama ini berkait dengan kondisi Koperasi Indonesia. Faktanya meskipun sudah berusia dan 66 tahun pada tanggal 12 Juli 2013 nanti apa itu Koperasi belum begitu dipahami dengan benar oleh bangsa Indonesia. Bahkan banyak anggota Koperasi yang belum tahu makna dari mahluk yang bernama Koperasi ini.
Seperti kita ketahui Koperasi adalah asosiasi orang-orang yang bergabung dan melakukan usaha bersama atas dasar prinsip-prinsip Koperasi, sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan biaya yang rendah melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis oleh anggotanya. Dengan kata lain Koperasi bertujuan untuk menjadikan kondisi sosial dan ekonomi anggotanya lebih baik dibandingkan sebelum bergabung dengan Koperasi. Sementara menurut ICA Cooperative Identity Statement, Manchester, 23 September 1995, Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis
Dari pengertian di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
1.       Asosiasi orang-orang. Artinya, Koperasi adalah organisasi yang terdiri dari orang-orang yang terdiri dari orang-orang yang merasa senasib dan sepenanggungan, serta memiliki kepentingan ekonomi dan tujuan yang sama.
2.       Usaha bersama. Artinya, Koperasi adalah badan usaha yang tunduk pada kaidah-kaidah ekonomi yang berlaku, seperti adanya modal sendiri, menanggung resiko, penyedia agunan, dan lain-lain.
3.       Manfaat yang lebih besar. Artinya, Koperasi didirikan untuk menekan biaya, sehingga keuntungan yang diperoleh anggota menjadi lebih besar.
4.       Biaya yang lebih rendah. Dalam menetapkan harga, Koperasi menerapkan aturan, harga sesuai dengan biaya yang sesungguhnya, ditambah komponen lain bila dianggap perlu, seperti untuk kepentingan investasi. (www.lapenkop.coop, Lapenkop@lapenkop.coop)
Dengan menilik penilaian di atas seharusnya Koperasi mempunyai peran signifikan dan strategis sebagai alat baru perekonomian yang berpihak kepada rakyat kecil, lingkup lingkar ekonomi yang mampu menjadi pelindung ekonomi menengah bawah.  Jujur saya melihat itu tidak tercermin dari keberadaan koperasi di negara kita. Rentang 66 tahun dengan segala perkembangan dan pembelajaran yang disediakan pihak terkait (pemerintah dengan segala perangkatnya) nampaknya belum mampu mengangkat derajat koperasi menjadi struktur kelas elit sebagai soko guru perekonomian.
Dalam jenjang teknis Tidak ada lagi prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka, beberapa institusi koperasi membatasi keanggotaan dengan lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kaidah Manfaat Yang Lebih Besar dengan partisipasi aktif anggota dalam kegiatan ekonomi sudah merupakan hal yang langka. Pun pesan spiritual Bung Hatta bahwa : bukan Koperasi namanya manakala di dalamnya tidak ada pendidikan tentang Koperasi sudah sangat jarang kita temukan. Sekarang koperasi tidak lebih dari aktivitas ekonomi kapital yang memerankan fungsi sebagai kepemilikan kelompok dengan asumsi perputaran uang sebagai alat ukur ideologi perekatnya. Belum lagi berbagai uraian yang menggambarkan betapa koperasi mempunyai permasalahan dengan SDM, system yang amburadul dan kemungkinan terbukanya celah kecurangan financial, berbagai fasilitas pemerintah yang memanjakan beberapa individu dengan berbagai kucuran dana segar bagi koperasi.
Gambaran koperasi masih merupakan bayang samar yang belum bisa diterima masyarakat, pemberitaan media mengenai hilangnya dana koperasi, keberadaan koperasi yang tidak jelas dan berbagai kasus yang menimpa koperasi memberikan citra negatif yang dosanya harus ditanggung segenap civitas perkoperasian Indonesia. Realita ini tidak hanya membenamkan institusi koperasi namun juga menghilangkan kepercayaan publik terhadap koperasi. Dengan tidak menafikkan kinerja beberapa tokoh yang masih konsisten membangun koperasi berbasis ideologi maka saya pribadi merasakan secara umum koperasi Indonesia dalam ambang batas kelayakan sebagai sebuah lembaga ekonomi negara.
Terlepas dari kepedulian yang akhirnya mendorong  PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) selaku organisasi dunia mengeluarkan resolusi yang menetapkan tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Dunia  (International Cooperative Year/IYC), kita harus mengakui ekonomi koperasi harus mendapatkan pertolongan darurat supaya terlepas dari jeratan permasalahan yang pelik. Dengan bahasa lain jika selama ini koperasi diberi ruang kebebasan berkembang secara alamiah dengan metodologi edukasi dan ideologi komunal ternyata tidak mampu maka jangan salahkan jika pemerintah bertindak dengan metodenya supaya koperasi tidak hancur baik secara ideologu maupun struktur (versi pemerintah).
Di titik inilah kelahiran UU No.17 Tahun 2012 harus dilihat dari sisi yang positif. Diakui atau tidak hal ini dapat dilihat sebagai upaya pemerintah dalam mengurai benang kusut koperasi, walaupun terkesan prematur dan sepihak. Pemerintah mungkin menyadari beratnya mengentaskan koperasi kembali ke habitat ekonomi elite dengan akutnya permasalahan yang menderanya sehingga dengan UU yang baru diharapkan koperasi melakukan revolusi (tentu saja dengan membawa kepentingan pemerintah, karena pemerintah menganggap pelaku koperasi tidak sanggup membawa koperasi ke jalan yang benar). Dengan caranya UU No.17 Tahun 2012 , koperasi yang secara struktur dan persyaratan lainnya tidak layak dan tidak memungkinkan untuk diajak maju dengan membawa bendera koperasi secara otomatis akan berguguran. Tentu saja tidak semua, beberapa koperasi yang cukup kuat secara financial maupun ideologis akan bertahan dan menjelma menjadi koperasi baru dengan rintisan neo ideologi yang mampu bertahan inilah yang akan ‘dibina’ dan dikembangkan secar serius oleh pemerintah dengan bekal UU baru.
Walaupun terkesan kejam metode genocide saat ini merupakan metode praktis yang membawa perubahan genetika koperasi secara drastis dan praktis dibandingkan dengan metode alamiah yang ternyata tidak juga mampu menyusupkan roh koperasi kedalam anggotanya. Sebenarnya langkah pemerintah ini juga merupakan management konflik yang ampuh  untuk membangkitkan kepedulian ‘pemilik’ koperasi yang selama ini tertidur dalam buaian zona nyaman dengan kedok ideologis koperasi. Sekarang merupakan momentum tepat untuk mengikrarkan tekad bagi tokoh koperasi yang tidak menyetujui berlakunya UU No.17 Tahun 2012  dengan pembuktian konkret bahwa mereka sanggup membangun koperasi seperti apa yang dicita-citakan Bung Hatta. Pertanyaannya adalah jika kemudian pemerintah akhirny menunda bahkan membatalkan UU No.17 Tahun 2012 dengan tetap mengakomodir UU terdahulu No.25 Tahun 1992 mampukah insan koperasi mampu mewujudkan impian akan sosok koperasi yang benar, mengakar dan benar  dengan landasan ideologis yang mengakar ??? Akankah......

Selasa, 19 Februari 2013

Create the Enemy



Adalah suatu hal yang wajar jika kita mengalami kebosanan. Banyak hal yang bisa membuat kita merasa terjebak dalam suatu alur yang selalu sama, tak ada perubahan ataupun tidak berdaya untuk melakukan perubahan. Terlalu banyak pilihan dan tidak punya pilihan pun berimbas pada sebuah kejenuhan. Kadang mengharapkan orang lain melakukan perubahan sesuai keinginan kita adalah suatu hal yang naïf karena pada dasarnya setiap orang pada saat tertentu lebih focus untuk urusan pribadinya. Menunggu moment yang pas sehingga orang akan berpaling dan membantu kita menjadi suatu penantian yang panjang dan lama.
Rasa bosan berakibat kefatalan makro saat kita melihat dan merasakan semua hal di sekitar kita menjadi tidak menarik lagi, terlalu datar dan membuat kita frustasi seakan dunia menjadi private enemy bagi kita. Mungkin kita membutuhkan sesuatu yang baru, energy perubahan dan persaingan kompetitif yang membuat kita terjaga dari tidur panjang. Jejak telusur sebuah efek bosanlah yang harus dicari sebagai kambing hitam atas kondisi yang kita rasakan. Yang penting adalah bagaimana kita melihat kedirian kita terlebih dahulu, mungkin ada yang salah dengan kita. Mungkin kita terlalu nyaman berada dalam posisi sekarang, atau kita terlalu sukses men-drive anak buah atau teman kita sehingga semua mengamini segala yang kita lakukan. Atau mungkin semua yang kita impikan sudah kita raih dalam tanda petik.
Bosan merupakan sinyal bahwa kita merindukan suatu yang baru, mungkin dalam bentuk tantangan baru, target baru ataupun merubah lingkungan sangat kita perlukan sehingga lebih kompetitif sehingga membuka inisiatif alam bawah sadar kita. Dalam beberapa hal secara ekstrim kita harus mencari “musuh baru” yang kuat sehingga mengancam posisi kenyamanan kita. Bahkan jika kita sedemikian dominan sehingga susah mencari tantangan, ciptakan “musuh baru” tersebut.  Ciptakan persaingan dengan meningkatkan strata kesuksesan dan persaingan merupakan hal yang paling masuk akal demi situasi kompetitif yang lebih kondusif. Pacu rekan kita, karyawan kita sehingga mereka meraih posisi “cerdas” dan mampu mengusik arogansi kita, ciptakan ide baru yang memungkinkan kita memaksa untuk mempelajari sesuatu yang tidak kita ketahui.
Rasa nyaman berkepanjangan merupakan bahaya akut yang bisa membunuh kita secara perlahan. Kekuatan dominan akan membuat ide kreatif kita terkubur dan metamorphosis hitam yang memposisikian diri kita tak lebih dari seonggok daging yang berkutat dalam rutinaitas fundamental. Perubahan memang tidak mengenakkan dan kadang membawa korban dari sebuah elementasi antagonis, diperlukan kematangan untuk mengelola ulang sebuah friksi menjadi sebuah drama sinematologi sosial yang berujung kopetisi dengan daya tarik berkelas. Bagaimanapun, demi mendobrak kejenuhan, semua semua memang harus dilakukan …..bahkan jika perlu ciptakan musuh baru untuk kita.

Minggu, 17 Februari 2013

100% Fokus



Sherlock Holmes merupakan sosok detektif yang menarik untuk dicermati, kecerdasan memilah kasus rumit sehingga menjadi sebuah kesimpulan yang mudah dimaknai dan dicerna memungkinkannya untuk menjadi serial menarik yang sayang dilewatkan. Menggunakan metode deduksi (penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum atau penemuan yang khusus dari yang umum) untuk setiap pemecahan masalah (walaupun sebagian tidak menyetujuinya karena pada kenyataannya kasus-kasus yang dia pecahkan menggunakan hukum-hukum alam/induksi, bukan murni matematika).
Sebuah sisi lain diperlihatkan Sherlock Holmes ketika mengemukakan pendapatnya mengenai kecerdasannya. Ia hanya menjawab “Orang bodoh mengambil semua informasi yang ditemuinya, sehingga pengetahuan yang mungkin berguna baginya terjepit terjepit di tengah-tengah atau tercampur dengan hal-hal lain. Orang bijak sebaliknya. Dengan hati-hati ia memilih apa yang dimasukkannnya kedalam loteng otaknya. Ia tidak akan memasukkan apa pun kecuali peralatan yang akan membantunya dalam melakukan semua pekerjaannya, sebab peralatan ini saja sudah banyak. Semuanya itu diatur rapi dalam loteng otaknya sehingga ketika diperlukan, ia dapat dengan mudah menemukannya”.
Redefinisi orang cerdas yang patut dicermati sebagai bahan evaluasi, titik landasan yang memberi pelajaran bahwa untuk mencapai kesempurnaan dalam satu hal kita harus benar-benar menguasai dan fokus. Untuk fokus diperlukan kecerdasan lebih dalam pengelolaan kinerja dan alur logika sehingga kita dengan mudah memberikan alur bagi otak kita. Dan itu hanya bisa digapai jika kita mampu memilah apa yang harus dipelajari dan apa saja yang harus di delete dari benak kita
Penting bagi kita untuk menjadi lebih smart dalam mengelola pikiran kita, dengan semakin banyaknya tuntutan dan skenario kehidupan kita akan lebih bijak bagi menyusun skala prioritas. Jika kita berpendapat otak kita memiliki kelebihan tidak terbatas mungkin benar adanya, tetapi skill dan power kita untuk selalu fit dalam pengelolaan kinerja otak memiliki keterbatasan. Sherlock Holmes bukan seorang yang sempurna, dia bahkan tidak tahu bahwa bumi mengelilingi matahari dengan alasan hal itu tidak berpengaruh kepada kehidupannya dan dia dengan legowo mengakui hal lain yang tidak diketahuinya. Interpretasi brilian dengan tetap menyadari segala keterbatasan pengelolaan menuntut kita untuk benar-benar paham apa yang kita butuhkan, bukan memasukkan semua yang kita temukan untuk disimpan.
Tetap fokus pada satu hal melahirkan konsekuensi logis bagi kita untuk mengebaikan beberapa hal lain. Dengan kata lain jika kita mempunyai 5 hal yang harus dicermati pada saat bersamaan akan menghasilkan prosentasi keberhasilan yang bervariasi, tidak mungkin semuanya kita raih 100%. Ini perlu digarisbawahi bagi kita yang mempunyai banyak hal untuk diselesaikan. Pilihan sulit dalam sebuah paradigma kinerja dan pekerjaan yang mengharuskan kita terjebak dalam ego pribadi atas keyakinan kita menghasilkan outpot 100%dalam semua hal. Mendelegasikan sebuah pekerjaan dengan asumsi sederhana, untuk mengerjakan 5 hal secara sempurna, dibutuhkan 5 orang yang mampu mengerjakan dengan fokus dan penguasaan penuh, alibi sempurna untuk mengharuskan kita bekerjasama dalam sebuah team.
Bukan bagaimana kita bisa perfect dalam setiap hal dalam pekerjaan, tetapi bagaimana kita mengasilkan semakin banyak individu team yang bisa fokus untuk sebuah keberhasilan bersama.

Sabtu, 16 Februari 2013

Sang Pelatih



Sebuah kalimat penggagas sederhana dari big bos, “Jadilah seorang pelatih yang baik” menggelitik pemikiranku. Mengapa pelatih, bukan pemimpin...... dari berbagai sumber menurut definisi sederhana Pelatih mempunyai tipikal yang sama dengan penyuluh, instruktur, tutor, guru, penuntun.....yang secara teknis menghasilkan output sebuah bentuk kinerja yang berhubungan erat dengan melatih, membimbing, menuntun, membiasakan, memahirkan. Henry Pratt Faiechild dalam Kartini Kartono (1994 : 33) mendefinisikan Pemimpin dalam pengertian ialah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dengan kata lain definisi pemimpin sebagai orang yang melakukan atau menjalankan kepemimpinan leadership sedangkan pimpinan adalah mencerminkan kedudukan seseorang atau kelompok orang pada hierarki tertentu dalam suatu birokrasi formal maupun informal.
Pemimpin dihormati dan ditaati karena kedudukan atau senioritas nya. Seorang pelatih dihormati dan mendongak sebagai contoh bukan hanya karena posisi struktural tetapi terutama karena kualitas karakter dan kemampuan. Pelatih adalah subjek yang dominan mempengaruhi pembinaan secara langsung. Standarisasi pelatih diperlukan untuk menciptakan sistem pembinaan yang objektif serta terukur. Keistimewaan seorang pelatih adalah karena dia seorang master manipulator, untuk memancing reaksi, membuat orang lain menjadi fokus, kadang mungkin membuat bingung bahkan menyalahkan dirinya sendiri supaya rekan kerja atau karyawan mainnya bangkit. Seorang pelatih bukan pemimpin yang manja, yang mengundurkan diri karena SDM nya bukan materi terbaik, tetapi tetap tegar memanfaatkan materi yang ada dan meramunya dengan keberanian
Sebagai seorang manajer penjualan Anda yakin bahwa pekerjaan Anda adalah untuk membuat dan meningkatkan angka penjualan Anda, maka Anda cenderung mencari dan memilih penawaran terbaik untuk menutup angka yang anda targetkan. Sebaliknya, jika Anda percaya bahwa pekerjaan Anda adalah untuk melatih dan mengembangkan tim dan membantu anggota Anda tetap konsisten melakukan dengan kemampuan maksimal mereka, Anda akan berperilaku lebih seperti “pelatih.” http://www.sitenar.com/4-rahasia-besar-kepemimpinan.
Mereka yang bercita-cita untuk menjadi pelatih harus memimpin dengan contoh sehingga team harus selalu memiliki keyakinan bahwa pemimpin akan berada di sana selama setiap krisis. Tidak untuk memperbaiki kesalahan tapi memperbaiki masalah. sebagai “pelatih” adalah sebuah keharusan untuk menelisik potensi dari setiap orang, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembinaan. Dengan kata lain, pelatih harus membina hubungan dengan setiap anggota tim dengan menjadi yang pertama untuk berkata di atas meja dan membuat sebuah solusi dari tindakan nyata
Sebagai pelatih, Anda menetapkan standar yang harus diikuti oleh tim Anda. Dan contoh pribadi Anda (prilaku) adalah alat kepemimpinan yang paling kuat yang Anda miliki. Pelatih pada umumnya menangani 2 fungsi atau tugas, yaitu untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan untuk menyusun program dan mengevaluasi hasil latihan. Pelatih yang profesional harus sadar akan kenyataan yang terjadi di lapangan kadang tidak sesuai dengan yang dikehendaki sehingga ia harus dapat benar-benar mempengaruhi dan membentuk watak dan kepribadian orang lain dalam hal tertentu, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat terminimalisasi akan terjadi.
By the way apakah kita hanya menjadi “pemimpin’ atau sudah bermetamorfosis menjadi seorang “pelatih” ?????

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons