Read more: http://matsspensix.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-judul-pada-blog-bergerak.html#ixzz274NKvLCo

Sabtu, 28 Desember 2013

Sudah enggak ada lagi ahli koperasi dalam negeri?


Sekelumit pertanyaan menggelitik dari M Akil Mochtar dalam sidang perdebatan Judicial Review UU Koperasi no 17 tahun 2013. Pertanyaan tersebut terkait dengan pengajuan saksi ahli koperasi yang kebetulan semuanya orang asing (orang Indonesia yang sudah berkewarganegaraan asing). Pertanyaan yang seharusnya menjadi konsen utama bagi Penggiat koperasi untuk lebih terfokus, jika koperasi dikenal sebagai kumpulan orang maka harus konsen terhadap pendidikan dan pembangunan SDM sehingga seharusnya ada orang yang kualifikasi di bidang koperasi.

Menurut California Evidence CodeA person is qualified to testify as an expert if he has special knowledge, skill, experience, training, or education sufficient to qualify him as an expert on the subject to which his testimony relates.Spesifikasi seorang ahli lebih jelas kita dapat melihatnya pada California Evidence Code dengan beberapa kriteria diantaranya seperti keilmuan dan pengetahuan sesuai bidangnya, training atau pelatihan, pengalaman kerja (praktisi), atau bahkan pendidikan khusus.
Yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidangnya yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut
Berdasarkan hal tersebut ahli adalah seseorang yang memiliki parameter berdasarkan akademis maupun praktisi dalam bidang nya, sifatnya opsional http://samardi.wordpress.com/tag/keterangan-ahli/
Sedangkan menurut wikipedia:
"Pakar atau ahli ialah seseorang yang banyak dianggap sebagai sumber tepercaya atas teknik maupun keahlian tertentu yang bakatnya untuk menilai dan memutuskan sesuatu dengan benar, baik, maupun adal sesuai dengan aturan dan status oleh sesamanya ataupun khayalak dalam bidang khusus tertentu. Lebih umumnya, seorang pakar ialah seseorang yang memiliki pengetahuan ataupun kemampuan luas dalam bidang studi tertentu. Para pakar dimintai nasihat dalam bidang terkait mereka, namun mereka tidak selalu setuju dalam kekhususan bidang studi. Melalui pelatihan, pendidikan, profesi, publikasi, maupun pengalaman, seoran pakar dipercaya memiliki pengetahuan khusus dalam bidangnya di atas rata-rata orang, di mana orang lain bisa secara resmi (dan sah) mengandalkan pendapat pribadi." http://www.monsoonacademy.com/2971

Menimbang pengertian di atas dan berdasarkan berbagai sumber jika kita ingin mempunyai seorang ahli di bidang perkoperasian maka ada beberapa kriteria yang mungkin bisa dijadikan acuan.
1.      .
1. Memiliki jaringan dan dikenal oleh rekan-rekan dan masyarakat mereka karena keahlian dalam bidang koperasi
2.  Aktif di Jaringan Komunitas Koperasi atau platform yang sama seperti blogger, moderator dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.
3.      Mereka banyak melakukan presentasi di bidang Koperasi.
4.      Mereka memiliki keberadaan yang kuat pada media sosial yang mendukung keberadaan Koperasi.
5.      Terlibat dalam Koperasi Press atau publikasi Ahli sebagai penulis atau editor teknis Koperasi.  
6.      Memiliki pengalaman terlibat dalam proyek-proyek pengembangan Perkoperasian.
7.  Berada pada tahap perencanaan terbaru dan terbesar dalam Koperasi dalam pencanangan perkembangan di masa depan.

Bukan hal mudah untuk membangun karakter SDM Koperasi sehingga memunculkan ahli-ahli di bidang koperasi secara akademisi maupun teknis. Taruhlah seorang ahli koperasi bisa dimunculkan dari bidang teknis, pengalaman ataupun keahlian khususnya dalam pengembangan koperasi. Menjadi agak blunder karena seorang ahli harus diukur salah satunya dari parameter keilmuan sehingga rintisan harus dimulai dari ranah akademis, dengan adanya pengakuan akademis bahwa koperasi merupakan salah satu bidang keilmuan yang harus diapresiasi. Rancang bangun akademisi dimulai dari munculnya jurusan terkait dengan koperasi, mulai dari jenjang S1, S2 maupun S3 plus pendidikan khusus yang menggambarkan keahlian tertentu.

Kedepan, kemunculan ahli di bidang koperasi paling tidak menjadi parameter pengakuan koperasi sebagai sebuah aliran yang legal akademis sehingga layak diperhitungkan. Pengakuan ini sangat penting bagi keberlangsungan Koperasi dalam upaya penguatan ideologi koperasi sebagai sebuah kekuatan mekanisme pasar atas kejenuhan aliran liberalis. Tertarik menjadi Ahli Koperasi ??????

Selasa, 24 Desember 2013

Pojok Koperasi


Koperasi adalah system unik yang berbeda dengan unit usaha lain, lebih membumi dan konstruktif dari segi prinsip, permodalan maupun keuntungan yang diperolehnya. Dalam sebuah perbincangan ringan terungkap bahwa sebenarnya koperasi bisa saja menjelma menjadi sebuah raksasa (tentu saja Syarat dan Ketentuan Berlaku) dengan kesepakatan bersama para anggotanya. Mengutip Tokoh Welfare State: J.M. Keynes bahwa Prinsip Kerja yang Mendukung kebersamaan dan kebebasan individu dan tidak semerta-merta percaya pada kekuatan otomatisasi mekanisme pasar akan menjadi sebuah sistem alternatif atas kejenuhan aliran liberalisasi. Dan koperasi mempunyai potensi untuk itu.
Seperti telah kita ketahui bahwa Prinsip koperasi sebagai suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama. Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah
·         Keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela
·         Pengelolaan yang demokratis,
·         Partisipasi anggota dalam ekonomi,
·         Kebebasan dan otonomi,
·         Pengembangan pendidikanpelatihan, dan informasi
Secara garis besar pokok inspirasi dan kekuatan koperasi terdiri atas anggota, partisipasi, dan kepemilikan yang secara umum menjadi pembeda dengan unit usaha lain semacam CV, PT atau korporasi sejenis. Bentukan koperasi sangat membumi karena pada hakekatnya pemilik adalah anggota sekaligus pelanggan, jauh dari kesan individual, pembagian keuntungan untuk semua anggota, kesamaan hak dan kewajiban kepemilikan dalam sebuah komunitas apik yang tertata dalam sebuah ideologi kerakyatan. Kita bisa bandingkan dengan komunitas perusahaan lain dimana sistem kepemilikan berdasarkan individual dengan modal sebagai kiblat pembeda kasta pemilik dan karyawan dan sejumlah kesenjangan lain sehingga suara pemilik adalah suara Tuhan. Perbedaan inilah yang diharapkan bisa menjadi dasar kekuatan utama untuk lebih memberdayakan koperasi menjadi sistem ekonomis yang lebih merakyat.
Walaupun berbeda secara prinsip dengan sistem usaha lain, bukan berarti koperasi tidak bisa sejalan dan sejajar dengan yang lain. Khususnya dalam usaha perdagangan (retail, mini market) koperasi bisa menjadi unit yang tangguh dengan tetap berpegang pada prinsip koperasi. Prinsip usaha yang selama ini tercakup dalam 3 M (Modal, Manusia, Market) justru menjadi sebuah keuntungan bagi koperasi dalam melakukan aktivitasnya. Karena koperasi tidak memisahkan prinsip 3 M, tetapi justru memadukan dalam sebuah sistem yang harmonis.
1.     Manusia = Modal = Market
Penggabungan unik koperasi dama prinsip 3 M sebenarnya merupakan sebuah kekuatan yang patut diperhitungkan dalam dunia usaha. Permodalan Koperasi bersumber dari simpanan wajib anggota  sehingga dengan bertambahnya anggota otomatis akan terjadi penambahan modal, yang kemudian diberdayakan dengan berbagai usaha dan aliran kas lain. Dalam sudut pandang yang lain karena unit usaha koperasi bertujuan untuk melayani kebutuhan anggota maka konsumen utama adalah anggota, dengan kata lain market dari usaha koperasi sudah bisa dipetakan secara pasti. Keunggulan ini selain dapat memperoleh tambahan modal, semakin banyaknya anggota juga menjadi inspiratif untuk lebih mengenalkan koperasi kepada masyarakat luas. Secara teori semakin banyak anggota = semakin besar modal = semakin besar kemungkinan perluasan usaha = semakin banyak porsentase partisipasi anggota dalam aktivitas usaha koperasi.

2.     Alternatif Perluasan Usaha tanpa Membebankan Anggota
Selain kemudahan permodalan masih ada yang bisa diberdayakan sebagai alternatif lain yaitu dengan memfungsikan SHU. SHU merupakan sisa hasil usaha atau di perusahaan lain disebut keuntungan atau deviden. Jika selama ini SHU hanya dipandang sebagai fungsi ekonomis material belaka, kita bisa mengubahnya sebagai sumber kekuatan lain bagi  tumbuh kembangnya unit usaha koperasi. Cukup dengan kerelaan anggota untuk menyisihnyan sebagian SHU maka koperasi bisa mendapatkan sumber dana untuk perluasan usaha dengan tidak memberatkan anggota. Anggota bisa menikmati SHU, usaha koperasi semakin berkembang besar dan tidak ada pungutan tambahan yang memberatkan.
Terlepas dari alternatif di atas hal itu dikembalikan lagi kepada sang pemilik koperasi yang notabene sebagai anggota dan pelanggan untuk merelakan sedikit haknya dan kerelaan untuk melepaskan identitas eksklusif untuk prinsip keanggotaan terbuka dan sukarela yang memberikan dampak semakin banyak anggota dalam suatu perkumpulan koperasi. Koperasi bukanlah CV atau PT yang bertumpu pada modal, modal utama koperasi adalah orang/anggota dan koperasi tidak bersembunyi pada eksklusifitas organisasi, pengkotakan identitas dataupun perkumpulan elit yang tidak semua orang bisa menjadi anggotanya.

Koperasi adalah Koperasi, kumpulan banyak orang untuk kesejahteraan bersama, dan untuk menjadi besar koperasi harus dimiliki banyak orang, meluaskan jaringan dan memberikan kesempatan kepada semua orang untuk menjadi anggota dan berpartisipasi aktif di dalamnya. Dengan berbagai kemudahan dan keunikannya, sangat mungkin mewujudkan mimpi kejayaan era koperasi sebagai suatu sistem yang besar, benar dan mengakar.....

Rabu, 18 Desember 2013

Menilik Resistensi DNA Koperasi


Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Secara teori ini merupakan sistem yang sangat sempurna, perfect, baik dilihat dari sisi politis maupun sosial dengan mengedepankan sisi humanisme dan kepekaan sosial untuk bisa bersaing dalam persaingan global. Kalaupun dalam kenyataannya koperasi belum mampu menjadi numbero uno itu dikarenakan banyak aspek yang menaunginya dengan resensi polemik yang sangat rentan potensi konflik.
Keberadaannya nyata dengan aksi sosial yang sangat pasif sehingga malahan memberi kesan eksklusif, resisten terhadap perubahan dan menjauh dari lingkungan masyarakat umum. Jika diibaratkan sebuah kondisi sosial maka koperasi mempunyai pola resistensi yang salah dan terlalu acuh dalam ranah publik. Sehingga kalau kita melihat koperasi masih berdiri dan belum punah, hal itu mungkin menjadi sebuah kebanggaan bagi segelintir kaum yang masih mempunyai sedikit rasa care dan peduli.
Geliat koperasi sepertinya akan terlihat saat terjadi konflik perundangan2an saat UU No.17 Tahun 2012 di plot pemerintah menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992 sehingga koperasi terkesan lebih liberal. Namun ternyata itu hanyalah sebuah titik kejut sesaat yang tidak mampu membangunkan sendi koperasi untuk menjadi lebih ‘terlihat’. Kalau kita mau jujur geliat itupun hanya segelintir dari lingkar mikro yang masih dipunyai koperasi.
Layaknya sebuah sistem ekonomi, keberadaan koperasi membutuhkan pemicu aktif sebagai perantara sehingga keberadaannya bisa memberikan makna dan peran utama, saat ini koperasi hanya  sebatas pemeran pengganti, aksesoris pelengkap yang hanya dilirik jika ada hal yang memungkinkan. Beberapa kemungkinan akan menjadi sebuah analisa tambahan bagi mereka yang mempunyai energi lebih untuk mendalami koperasi.

1.       Peran Setengah Hati
Persaingan global yang menjadi sengit sebenarnya merupakan ranah aktif yang harus dijalani untuk menggenapi sejarah koperasi untuk menjadi sebuah gerakan publik. Kalau kita lihat dengan spesifik seolah koperasi berada di dua dunia yang berbeda, satu kaki menjejak ranah pemerintah dengan segala peraturan dan birokrasiyang membelitnya, kaki yang lain terpancang di jajaran persaingan global yang lebih menjurus di sektor swasta, mengarungi ketatnya pertarungan dengan segala resiko yang harus dijalani. Peraturan pemerintah tidak memberikan keleluasaan koperasi untuk lebih berkembang dan membebaskan diri, sedangkan persaingan tidak menjadikan koperasi sebagai pemenang. Hal ini sangat merugikan karena pada akhirnya koperasi hanya berdiri sebagai saksi dari alam sejarah yang mungkin suatu saat hanya menjadi bagian dari sejarah Republik Indonesia.

2.       Ayam Tanpa Induk
Seharusnya koperasi menjadi sebuah panutan sistem perekonomian, soko guru atau yang kurang lebih seperti itu artinya, sebenarnya masyarakat bisa menerima koperasi tetapi koperasi sendiri yang nampaknya belum siap menanggung strata sosial yang di amanahkan rakyat dan UU. Banyaknya titik-titik koperasi di seluruh Indonesia hanya menjadi kekuatan semu, layaknya anak ayam yang kehilangan induk, tidak ada satupun yang berpotensi menjadi ‘raksasa’ dan layak menjadi panutan bagi koperasi lain yang lebih kecil sehingga potensi yang sedemikian besar menjadi sia-sia dan tanpa makna. Kalaupun ada yang berniat, hal itu layaknya buah simalakama karena secara sistem belum ada koperasi yang kredibel untuk menyatukan koperasi lain. Secara logika dengan kondisi internal demikian sangat kecil kemungkinan koperasi bisa dikenal dan disegani oleh system lain yang lebih siap secara mental dan finansial.

3.       Radiasi liberalisasi
Dampak dari tidak adanya kekuatan internal koperasi yang layak diikuti bagi koperasi lain adalah semakin banyaknya koperasi yang mencari panutan dari system lain yang secara ideologis liberal dan individual. Hal itu terjadi karena sebagian penggerak pasif koperasi mempunyai pandangan system koperasi telah gagal mengembangkan ideologinya ‘layak untuk ditinggalkan’. Dalam jangka waktu yang tidak lama hal itu berpotensi aktif dengan berubahnya pola pikir koperasi secara sistem, kebersamaan mulai ditinggalkan, digantikan dengan individualism yang didapat dari “guru baru liberalisme”, ideologi ritel, swalayan dan aneka mart yang secara umum lebih memberikan kejelasan sikap dalam ranah teknis. Mereka yang terbiasa berderet di alur simpin koperasi mungkin akan lebih enjoy dengan sistem perbankan yang memberikan banyak kemudahan bertransaksi.

Dengan beberapa point umum diatas bisa kita bayangkan kekuatan apalagi yang bisa menyelamatkan koperasi selain nilai historisnya yang saat ini masih laku di jual di republik ini. Keberadaannya absurd dan tidak terlampau jelas untuk sebuah system besar membutuhkan keterlibatan aktif dari segelintir pihak yang masih mempunyai akses koperasi. Resistensinya harus terlihat jelas dan nyata dalam memproduksi next dna dan gen aktif yang secara masif memberikan kontribusi aktif di kancah dunia perkoperasian.

Jika resistensi hanya dimaknai dengan bersembunyi dibalik UU negara, ataupun berdiam diri di balik kerumunan komunitas koperasi dan meringkuk dengan baju eksklusifitas koperasi sembari menikmati SHU maka hal itu hanya akan menambah kesengsaraan koperasi. Karena terlahir ataupun hidup  dari genatis koperasi berarti siap terdampar dalam sebuah iklim minoritas, maka daya resisten harus dikembangkan sebagai sebuah sistem imun dengan daya adaptasi tinggi yang ke depan dapat dipergunakan bukan hanya sebagai penerus generasi saja tetapi juga sebagai  aksi nyata perubahan. Memperbanyak link, high skill dan clone gen high quality dengan reproduksi sebanyak-banyaknya generasi penerus mungkin bisa menjadi alternatif supaya komunitas koperasi semakin besar dan berdaya dobrak tinggi. Semoga.......

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons