Read more: http://matsspensix.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-judul-pada-blog-bergerak.html#ixzz274NKvLCo

Rabu, 30 Januari 2013

Menindak Pemikiran


Setiap peristiwa akan terekam dalam pemikiran kita, membuka cetak biru beberapa pengalaman yang pernah kita lalui, mengalirkan system pola pikir kita untuk dikonversikan dan melahirkan tindakan, dan sebuah tindakan menghasilkan sebuah output yang beberapa kemungkinan akan berimbas kepada sebuah akibat. Tidak penting bagaimana penyikapan kita tetapi sejauh mana kita mempunyai refleks pemikiran yang tepat dalam kondisi yang kadang kurang menguntungkan. Akan lebih bijak jika kita mempunyai beberapa alternatif tindakan yang tersimpan rapi dalam sebuah memori aktif dalam otak kita untuk mencegah beberapa kemungkinan yang merugikan kita dan orang di sekitar kita.

Kita bisa memulai dari membiasakan berpikir simple, sederhana namun tepat guna. Sebuah pola yang tersusun setiap saat, fleksibel ketika situasi berubah dan tetap melatih kecerdasan syaraf tubuh kita sehingga meminimalisir setiap bentuk penyesalan untuk perbuatan yang kita lakukan. Untuk membuat sebuah tindak refleks kita harus membiasakan berlatih dan berlatih, belajar dari setiap kemungkinan, tidak hanya dari pengalaman kita tetapi juga memperbaharui kekayaan intelektual dari pengalaman orang lain. Untuk setiap pemikiran yang kita latih akan menyusun ulang kecepatan sel tubuh dalam bereaksi dan dalam tahap tertentu ketika kesadaran kita sudah terbiasa dengan refleks tersebut, pola aliran refleks akan merasuk ke dalam alam bawah sadar kita. Untuk sampai ke alam bawah sadar yang merupakan sebuah analogi kesempurnaan pola pikir, kita juga harus menyempurnakan pemikiran kita dengan alur final dari sebuah pemikiran yaitu sebuah tindakan, hasil realistis dari sebuah pemikiran idealis.

Pengelolaan pola pikir yang efektif merupakan senjata ampuh meminimalisir dominannya emosi dalam setiap keputusan, menghindarkan kita dari beberapa kemungkinan yang sering menghantui tindakan yang berujung pada penyesalan yaitu bertindak tanpa berpikir lebih dulu. Bertindak tanpa berpikir merupakan refleksi dari gamangnya diri kita saat menghadapi situasi yang datang secara tiba-tiba, tidak terduga sehingga hanya akan melahirkan refleks pemikiran prematur yang terbalut emosi.

Tidak kalah membahayakannya adalah saat kita tidak terbiasa memadukan pola pikir sinergis, hanya mendalami dan menghayati sebuah kemungkinan teoritis belaka. Kita terhanyut dalam estetika dan doktrin yang terhenti dalam ranah ide dan gagasan tanpa mampu melanjutkannya dalam wilayah teknis. Berpikir tanpa bertindak tidak hanya mencemarkan keilmiahan sebuah pemikiran, tetapi selamanya akan memenjarakan segala mimpi kita dalam karya bisu sebuah kemungkinan.

Semua harus dipikirkan, semua harus diwujudkan. Berlatih dan belajar akan membuat sebuah refleksi positif yang memungkinkan kita menjadi individu yang tidak hanya berpikir atau bertindak, tetapi melahirkan sebuah upaya realistis untuk berpikir sambil tetap berkarya yang kalau diistilahkan “Learning by doing”. Paling tidak kita tetap berusaha mewujudkannya, menjadi pribadi yang berpola pikir efektif, cerdas namun tetap humanis dan realistis tidak peduli berapa juta kita melakukan kesalahan karena kita hanya membutuhkan satu kebenaran dalam hidup ini.

Sabtu, 26 Januari 2013

Batas Mimpi



Dalam sebuah iklan terdapat ungkapan yang menarik, disebutkan bahwa ada 2 macam manusia, yang hanya bisa bermimpi dan yang berhasil hidup dalam impiannya. Dalam konteks ini mimpi ataupun impian berarti sesuatu yang di cita-citakan dari kecil atau sesuatu yang sangat ingin kita capai sebagai sebuah prestasi dalam hidup kita. Yang jadi pertanyaan seberapa banyak dari kita yang mampu hidup dalam impian kita, sesuai seperti yang kita cita-citakan, ataupun kita sampai sekarang masih bingung kenapa kita tidak mampu menggapai keinginan dan impian kita.

Keinginan atau mimpi adalah sesuatu yang sekedarnya saja, maksudnya bila tidak tercapai juga tidak apa - apa. Jika Anda bertanya ke setiap orang tentang keinginan menjadi kaya, sukses, hidup mewah mereka akan mengatakan YA saat itu juga, kemudian pertanyaan selanjutnya adalah pertanyaan "Kalau tidak jadi kaya atau sukses bagaimana" Kalau jawaban mereka "Ya tidak apa - apa mas", itulah yang disebut keinginan. Jadi tidak ada usaha lebih untuk mencapai apa yang diinginkan. Impian sama dengan cita - cita yaitu sesuatu yang betul - betul dikejar dengan segala daya dan upaya. Apapun yang terjadi harus tercapai, dengan penuh keyakinan. Itulah jawaban pertanyaan kedua kalau memang sesuatu di sebut impian mereka akan menjawab "Ya harus tercapai apapun yang terjadi berapapun harganya akan saya bayar, apapun prosesnya akan saya lalui". Sumber: http://id.shvoong.com/how-to/careers/2088896-beda-impian-mimpi-keinginan-dan/#ixzz2J5Xk1U2d

Di Indonesia pertanyaan orang tua kepada anaknya mengenai cita-cita mungkin hanya sebatas menggugurkan kewajiban untuk mengetahui apa yang diinginkan anaknya kelak. Jawaban anak yang bervariasi ingin menjadi dokter, insinyur, polisi seolah hanya menjadi kembang bibir yang dalam sekejap akan dilupakan. Maka tidak heran di negara kita seorang anak yang mempunyai cita-cita menjadi dokter setelah lulus SMU mengambil jurusan ekonomi dan akhirnya bekerja menjadi seorang marketing.

Seorang teman yang mengambil S2 di luarnegeri menceritakan betapa berbedanya peran orang tua di sana dengan di Indonesia dalam hal pengarahan mimpi dan cita-cita sang anak. Alkisah di negara orang saat anak mengucapkan cita-citanya orang tua akan mencatat dalam hati, beberapa tahun lagi anak akan ditanya kembali cita-citanya sebelum mulai lulus dari elementary school. Saat orang tua yakin akan cita-cita dan impian anaknya orang tua semenjak dini akan mengarahkan bakat, minat dan menyesuaikan kemampuan anak dengan apa yang dicita-citakan, proses pengawalan cita-cita berlangsung sampai anak benar-benar memahami keinginannya. Disana yang terpenting adalah bagaimana anak bisa meraih impian dalam menikmati hidup sampai batas anak dianggap dewasa, bukan bagaimana keinginan orang tua atau bagaimana anak mempunyai profesi yang menghasilkan banyak uang.

Dengan proses peran serta orang tua yang aktif dan mendukung pengembangan anak menghasilkan varian cita-cita yang lebih masuk akal, cita-cita anak tidak terbatas hanya pada profesi tertentu. di Jepang anak-anak lelaki itu nomor satu ingin menjadi “Atlit” dan yang perempuan ingin menjadi “tukang roti/kue”. Dan survey yang diadakan perusahaan ransel yang sudah diadakan sejak 1999, selama 14 tahun itu, cita-cita anak laki-laki itu tidak berubah untuk 3 besar, yaitu  menjadi Atlit, Polisi dan Supir. Hanya untuk perempuan 3 besarnya berubah urutan saja, tapi tetap mereka ingin menjadi pembuat roti/kue, artis dan florist.

Kita bisa membayangkan jika anak kita mempunyai cita-cita menjadi tukang roti, atlit ataupun supir, hampir bisa dipastikan kita akan tersinggung dan mengarahkan impian anak kita ke arah yang lebih bergengsi seperti dokter, direktur ataupun sederet profesi elit lainnya. Tidak heran yang terjadi adalah pemberontakan kejiwaan anak dan dalam jangka waktu yang lama menimbulkan kebimbangan dan akhirnya adalah ketidaksinkronan jalur hidup dan cita-cita atau  impian dengan kenyataan. Sudah saatnya kita mendidik anak menjadi dewasa dengan peran serta orang tua bukan sebagai decision maker, tetapi lebih kearah pengarahan dan secara bijak menanamkan keyakinan bahwa anak mampu menggapai cita-citanya.

Jumat, 25 Januari 2013

Ambigu Orang Gila



Saat kita bepergian di kota, atau di sepanjang jalan biasanya kita melihat sesosok tubuh yang acak-acakan, cuek, tidak peduli dengan sekitarnya, tertawa dan menangis tanpa sebab, tidak elit, sangat tidak terstruktur dan kita menyebutnya dengan orang gila. Meskipun banyak sebabnya mereka merupakan makhluk yang unik, bebas menentukan jalan yang akan mereka tempuh, bebas menentukan arah dan tujuan (walaupun mereka tidak mempunyai arah dan tujuan) dan tidak ada satu peraturan pun yang sanggup menjerat mereka. Orang gila tidak pernah mempunyai kesadaran (versi kita) dan mereka mungkin satu-satunya entitas yang terbebas dari segala design kronologis sekat peraturan yang ada di dunia ini.
Putu Wijaya menggambarkan “Orang gila tidak perlu berpikir, sebab tahu tidak ada gunanya.” Dan itulah memang yang membedakan manusia normal dengan orang gila. Menjadi sangat unit dan menarik karena pada kenyataannya dengan pola yang seadanya sangat jarang kita mendengar orang gila sakit, walaupun gaya hidup mereka sangat bertentangan dengan semua teori dunia kesehatan. Hal inilah yang pernah kami jadikan topik perdebatan diantara beberapa teman kampus. Dan hasilnya ada beberapa teori asal-asalan yang mendukung fakta kenapa orang gila cenderung bebas dari penderitaan penyakit :
1.     Orang gila selalu tertawa, memang adakalanya mereka menangis tetapi dalam porsi yang sangat sedikit dibanding porsentase tertawanya. Tersenyum ataupun bahkan tertawa selain membuat otot wajah rileks juga menyebarkan nuansa nyaman pada otak kita, menghapus segala ketegangan dan terapi sederhana yang mampu menyeimbangkan stabilisasi hormon dalam tubuh. Banyak terapi yang mengharuskan kita memperbanyak senyum dan tawa untuk mengurangi ketegangan dan stress yang merupakan penyakit akut manusia modern.
2.    Orang gila tidak pernah mempunyai beban pikiran, mereka bebas melakukan apa saja tanpa takut disalahkan, di cap melanggar aturan ataupun dijerat dengan berbagai dakwaan atas semua perilaku mereka yang liar. Ada sebuah teori yang menyebutkan bahwa penyakit bersumber dari pikiran, saat kita merasa cemas, takut, khawatir, curiga dan segala prediksi yang membuat kita merasa tidak nyaman secara otomatis sebagian pertahanan tubuh kita berkurang bahkan melorot drastis dan dalam tahapan tertentu kerentanan tersebut mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit.
3.    Orang gila cenderung menerima apa adanya dengan ikhlas, tidak pernah mempunyai tuntutan, tekanan kebutuhan hidup ataupun terpaan target dalam kehidupan ini. Keikhlasan ini mengendurkan syaraf tubuh dan terintegrasi dengan apik dalam tiap sel yang ada dalam tubuh yang secara teoritis menafikkan berbagai masalah yang timbul. Seperti kita tahu masalah timbul karena adanya ketidaksesuaian antara keinginan dan kenyataan, saat kita tidak bisa menerima kenyataan disitulah potensi masalah timbul, dan orang gila cenderung tidak mempunyai keinginan sehingga semua kenyataan yang dihadapi seolah-olah adalah refleksi dari keinginan mereka.
4.    Orang gila berpikir simpel, pisitif thinking dan tidak mempunyai ketakutan, takut besok mau makan apa, takut tidak memiliki uang, takut dicap tidak elit, ataupun ketakutan yang banyak menghantui manusia modern/manusia waras. Mereka adalah symbol sempurna dari kebebasan manusia yang sesungguhnya. Saat mereka lapar apapun yang mereka temui dan bisa dimakan itu merupakan anugrah bagi mereka, tidak ada ketakutan akan kuman, penyakit dan pikiran negatif yang menyertainya. Pikiran mereka selalu tersugesti bahwa apapun baik untuk mereka, alur pikiran positif memberi sugesti ke seluruh tubuh sehingga memaksimalkan semua system imun dalam tubuh dan hasilnya mereka menjadi manusia sehat dan kebal penyakit.

Siapapun tidak menginginkan menjadi orang gila, tetapi ada beberapa hikmah yang mungkin bisa kita ambil dari orang gila. Bahwa segala kesulitan hidup yang kita alami semua bersumber dari pikiran kita sendiri, ketakutan kita, ketidakpercayaan kita, keinginan dan obsesi kita, dan  kemurkaan kita terharap kenyataan yang jauh dari harapan seringkali merugikan kita sendiri. Sesekali kita perlu menghargai pola hidup orang yang kita anggap gila dan belajar mengenai keikhlasan, positif thinking dan membiasakan senyum dan tawa untuk orang-orang di sekitar kita.

Rabu, 23 Januari 2013

Laboratorium Koperasi



Jika perusahaan besar di luar negeri mempunyai istilah go public dengan kepemilikan saham yang bisa dimiliki semua orang atau kegiatan penawaran saham yang dilakukan oleh perusahaan /Emiten untuk menjual, sebenarnya kita mempunyai sistem yang tidak kalah bagusnya yaitu sistem koperasi. Kepemilikan modal yang tidak hanya di manipulir segelintir orang memungkinkan semua anggota berperan dan mempunyai kekuatan yang sama untuk berperan aktif dalam kemajuan koperasi. Semua anggota adalah pemilik dan itu adalah modal penting untuk memungkinkan koperasi menitiskan benih perusahaan go public dalam skala yang lebih kecil, prototype untuk berkembang sebagai kekuatan raksasa yang mumpuni.
Undang-undang perkoperasian yang pakai hingga saat ini adalah UU Perkoperasian No. 25 tahun 1992. Seperti badan usaha lain, koperasi mempunyai kelebihan dan kelemahan. Fungsi koperasi selain membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota juga memberikan efek positif masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya dengan kata lain usaha koperasi tidak hanya diperuntukkan kepada anggotanya saja, tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya. Walaupun kita tidak boleh menutup mata bahwa jenjang yang harus dilakoni koperasi masih cukup panjang, beberapa PR masih harus dibenahi seperti :
1.      Umumnya, terdapat keterbatasan Sumber Daya Manusia, baik pengurus maupun anggota terhadap pengetahuan tentang perkoperasian.
2.      Tidak semua anggota koperasi berperan aktif dalam pengembangan koperasi.
3.      Koperasi identik dengan usaha kecil sehingga sulit untuk bersaing dengan badan usaha lain.
4.      Modal koperasi relatif terbatas atau kecil bila dibandingkan dengan badan usaha lain.

Dari pemaparan UU di atas beserta analisa kelemahan koperasi harus ada upaya konkrit untuk merangkai berbagai berbagai mimpi yang menginginkan koperasi menjadi gurita raksasa perekonomian, ada beberapa celah yang mungkin masih bisa dikembangkan, yaitu dengan merintis proses pendidikan, pengembangan untuk memproses secara serius pembinaan bibit kader koperasi yang diharapkan akan menjadi generasi emas koperasi.
a)      Adanya jaringan antar koperasi yang intens dalam berkomunikasi, bertukar pikiran dan mempunyai agenda pertemuan untuk berkolaburasi dalam sebuah ajang yang terbuka untuk proses dialektis tokoh dan decision maker masing-masing unit koperasi. Proses ini diharapkan melahirkan ide-ide cerdas guna pengembangan dan penguatan wacana dan kemajuan koperasi dalam sebuah link nasional dan internasional.
b)      Lompatan ide dan perkembangan wacana akan diteruskan dengan sebuah pusat pendidikan dan pengkaderan, dalam hal ini sebuah unit yang berisikan tokoh dan orang yang peduli dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pendidikan dan doktrin koperasi. Pendidikan tersebut berjenjang dan tahapan tertinggi akan menghasilkan individu dengan pemahaman dan kemampuan untuk diterjunkan mengisi peran penting dalam unit koperasi. Pendidikan terpusat ini menjadi syarat wajib bagi semua unit koperasi di area kerja yang telah disepakati dan menjadi sekolah wajib bagi mereka yang akan mengisi posisi strategis dalam tiap koperasi.
c)      Dengan asumsi bahwa koperasi akan menjadi sebuah kekuatan ekonomi, pusat pendidikan tersebut selain menjadi pusat pendidikan perkoperasian secara ortodok juga dilengkapi dengan kurikulum dan inisiasi untuk terjun ke dataran bisnis. Pelatihan dan pendidikan yang berkaitan dengan usaha koperasi seperti prinsip simpan pinjam, retail, pelayanan jasa, kuliner/kantin dan berbagai kelengkapan sebagai bekal penting koperasi merambah ranah usaha dan bisnis.
d)      Dibentuk suatu unit koperasi sebagai alat praktek, sebuah miniatur yang terdiri dari berbagai unit yang memungkinkan dijadikan alat usaha koperasi saat ini yang berisikan ruang praktek simpin, retail (toko) yang berfungsi sebagai ujian tahap akhir. Unit ini nyata layaknya suatu usaha yang dijadikan laboratorium bagi peserta didik dan langsung melayani masysrakat sekitar hanya saja person yang berkecimpung di dalamnya selalu berbeda karena dijalankan oleh peserta didik yang diawasi team pengajar. Jika poin c mengajarkan teori, maka poin ini melengkapinya dengan alat praktek yang berwujud toko kecil lengkap dengan manajemen yang melingkupinya.
e)      Koperasi perlu merancang system berbasis teknologi sehingga selain memperkuat image modern, juga pemanfaatan media jejaring sosial dan bisnis on line akan memperkuat daya dobrak koperasi untuk dipersiapkan menjadi salah satu kekuatan yang patut diperhitungkan. Dengan modernisasi wajah koperasi diharapkan akan memperbaiki image perusahaan tradisional yang selama ini tersemat rapi dalam setiap usaha koperasi.

Mimpi ini mungkin masih merupakan ranah ‘khayalan’, utopia, sangat ambigu dan dilingkari dengan berbagai pertanyaan yang ujungnya ‘mungkinkah terjadi ???’, atau kapan dan siapa yang akan mewujudkannya. Tetapi bukan hal yang tidak mungkin jika mereka yang peduli koperasi mau bergabung menjadi sebuah kekuatan intelektual dan finansial untuk melahirkan terapi tepat sehingga muncul formula ampuh untuk mewujudkannya. Semoga......

Selasa, 22 Januari 2013

24 jam



24 jam merupakan rangkaian batas waktu yang dianugerahkan Tuhan kepada seluruh makhluk hidup di dunia ini, rangkaian tata tertib yang menandai pergeseran hari yang memuat filosofis managerial untuk digunakan sebaik-baiknya. Dengan berbagai paradigma kadang 24 jam mempunyai makna dan kegunaan yang berbeda baik secara teknis maupun secara pemaknaan. Pertanyaannya adalah bagaimana kita mengelolanya sehingga 24 jam mempunyai makna yang beragam, universalitas effisiensinya bagi segala tindakan dan kegiatan yang kita miliki.
Porsentase yang berbeda, kegiatan yang berbeda dan capaian aktivitas yang tidak sama memungkinkan kita melihatnya dengan cara yang tidak sama. Semakin banyak produktivitas dalam menjalani hari akan memaksa kita memanfaatkan setiap detik waktu yang tersisa. Yang perlu kita pahami adalah pembagian umum dari 24 jam yang kita miliki, harus ada bagian yang kita isi dengan istirahat, aktivitas dan meluangkan waktu untuk tetap menjalankan ibadah. Tuhan telah mendesain sedemikian rupa sehingga 24 jam merupakan waktu ideal yang bisa kita miliki tiap hari. Secara sederhana sebenarnya kita membutuhkan 6 jam untuk istirahat, 1 jam untuk aktivitas ibadah dan sisanya untuk kegiatan duniawi mulai dari bekerja, menuntut ilmu, bersantai bersama keluarga dan aktivitas lain yang kita perlukan. Jika kita merasa tidak cukup juga maka kitalah yang harus melakukan evaluasi dan mengatur ulang agenda hidupnya.
Managerial waktu mungkin akhirnya akan menuntut pengorbanan beberapa hal yang kita miliki sebagai perwujudan dari adaptasi dengan waktu, prioritas agenda dan cakupan detail dari manifestasi produktivitas yang kita miliki. Yang perlu kita garis bawahi adalah beberapa agenda harus dipertahankan demi stabilitas kehidupan kita seperti istirahat, ibadah, waktu untuk orang yang kita sayangi (keluarga), dan jangan lupa meluangkan waktu untuk bersantai, melakukan rileksasi demi keberlanjutan kekuatan tiap sel dalam tubuh kita. Walaupun dengan berbagai pengecualian kita terkadang harus mengakui ketidakmampuan kita sehingga mengorbankan essensi vital dengan meniadakan waktu untuk beribadah atau memilih untuk mengurangi porsi istirahat daripada mengorbankan aktivitas kerja dan porsi yang menunjang produktivitas kita dalam ranah sosial.
Dengan berbagai tingkat dan level berbeda dalam memahami arti kecukupan 24 jam bagi kita kita tidak akan pernah mampu merubah sehari menjadi lebih dari 24 jam. Kitalah yang harus menyesuaikan, tunduk pada aturan inisiasi waktu yang telah digariskan. Apapun hasil dari 24 jam entah kita merasa cukup, kurang atau bahkan kita tidak pernah tahu berlalunya hari, waktu tidak akan pernah kembali, putaran waktu merupakan hirarki absolut yang kuasanya tidak dapat kita hentikan. Kita yang harus mengalah, menyesuaikan dan takluk pada putaran pusaran 24 jam. 

Rabu, 16 Januari 2013

Selingkuhi Diriku



Denting itu takkan pernah berhenti menggema
Menyeruak tertahan dalam relung indahmu

Denting itu takkan pernah berhenti bergema
Menghantui aromaku dengan selembar rindu

Denting itu takkan pernah senyap
Terjerumus erat dalam keping hatiku

Denting itu takkan pernah lelah
Tertancap kuat dalam getar nadiku

Denting itu akan selalu terjaga
Mendesah lirih dalam sanubari kecilku
Selubungi repih ragaku
Lingkupi pori keakuanku
Resapi jengkal kesadaranku

Denting itu resapan raut lembutmu
Denting itu pancarkan rona indahmu
Denting itu selamkan celah sadarku
Denting itu merusak selaput nalarku

Buaikan inginku
Rindukan sosokmu
................................
Jika itu meredakan resahmu
Jika itu melapangkan asa hidupmu
Dan jika itu bisa membuatmu merasakan arti hidup yang sesungguhnya
Selingkuhi diriku..............

Seberapa Yakin Kita



Hari ini sekitar pukul 12.30 disebelah rumah terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan rumah beserta isinya. Bisa dibayangkan betapa paniknya masyarakat sekitar rumah tersebut, beberapa hanya bisa berteriak minta tolong dan sebagian lainnya mencari piranti untuk mencari air dan berusaha memadamkan api. Akhirnya setelah hampir sebagian besar rumah habis terlalap api hujan turun dan pemadam kebakaran datang. Gerutuan masyarakat bergemuruh, yang pertama karena telatnya mobil pemadam kebakaran datang dan yang kedua hujan yang dianggap terlambat dikirimkan Tuhan.
Beberapa kesimpulan yang diambil dari kejadian tersebut versi masyarakat memang wajar tetapi di sisi lain sangat membingungkan terkait beberapa fakta lapangan :
1.      Kebakaran terjadi pada saat pemilik rumah sedang menunaikan ibadah shalat dzuhur di masjid. Seolah-olah menimbulkan stereotip negatif sehingga muncul perkataan “coba kalau tadi tidak ditinggal shalat mungkin tidak begini kejadiannya”. Hal ini membuat semakin jauh perbedaan visi agama untuk shalat  berjamaah di masjid yang bertolak belakang dengan pola kehidupan dunia yang harus menunggu rumah sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, khususnya dalam hal ini bisa menimbulkan prasangka jelek bahwa shalat di masjid merupakan salah satu faktor penyebab kebakaran tidak diketahui.
2.      Orang yang pertama kali mengetahui adanya kebakaran ‘kebetulan’ sedang tidak shalat berjamaah di masjid padahal biasanya dia rajin ke masjid, hari itu kebetulan cucunya sedang lengket sehingga tidak memungkinkan untuk menunaikan shalat berjamaah. Kesimpulannya menjadi sangat mudah ditebak, terbentuklah kesimpulan pragmatis “untung tadi tidak shalat di masjid sehingga mengetahui adanya kebakaran”.
3.      Adanya beberapa paradigma yang secara tidak langsung mengkambinghitamkan shalat di masjid menutupi kelengahan sebagai penyebab utama kebakaran yaitu adanya konsleting kabel kulkas yang sudah lama terjadi tetapi tidak kunjung diperbaiki. Padahal itulah akar masalah yang sebenarnya yang seharusnya dijadikan fokus dalam mengambil beberapa kesimpulan.

Tetapi begitulah yang terjadi, dan mungkin akan tetap begitu...kita akan mengambil kesimpulan yang paling mudah kita fikirkan. Kesimpulan yang paling dekat dengan fakta tanpa menyelusuri beberapa faktor yang bahkan sebenarnya menjadi faktor utama. Mungkin Tuhan bukan mermaksud menghukum tetapi memberikan cobaan seberapa kuat tekad kita untuk tetap menjalani kaidah agama yang dicontohkan oleh Rasul dan ahli ulamanya walaupun secara perhitungan duniawi kita mengalami kerugian karenanya. Semoga menjadi pelajaran bagi kita untuk menjadi ujian keyakinan, menjadi renungan bagimkita dan semangat dan tetap istiqomah di jalanNya.

Selasa, 15 Januari 2013

Quality vs Kuantity



Pertanyaan yang sangat sering kita temui dalam aktivitas pekerjaan atau kehidupan kita, sebuah wacana yang kerapkali mengemuka sebagai sebuah pilihan untuk memilih kualitas atau kuantitas. Bagai dua buah mata pedang yang sama tajamnya dan sangat sulit untuk ditentukan yang mana dahulu yang akan kita prioritaskan. Memberikan fokus yang setimbang tidak semudah yang kita angankan, pada kenyataannya dalam wilayah pekerjaan hal ini sangat sulit dan kerapkali menjadi perdebatan yang panjang.
Jika kita urai maknanya, Goetsh & Davis (1994) mendefinisikan “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, layanan, manusia, proses, lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”, sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan “Kualitas merupakan tingkat baik buruknya sesuatu”. Hampir sebagian besar pakar marketing dan penjualan pernah mengatakan bahwa "quality is a must". Dari definisi dan pendapat ahli kualitas adalah sebuah keharusan yang harus dijaga dan ditingkatkan bila sebuah perusahaan ingin tetap eksis dalam persaingan penjualan.
Philip Crosby (1979) “Kuantitas yaitu kesesuaian dengan jumlah yang disyaratkan” sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kuantitas lebih kepada  banyaknya (benda dsb); jumlah (sesuatu). Meskipun lebih menitikberatkan kepada jumlah, kuantitas memegang peranan yang tidak kalah vital dengan kualitas. Kuantitas mengiringi target dan kemampuan memproduksi sehingga dapat menjangkau cakupan pemasaran yang lebih luas dan ketersediaan produk sebagai salah satu jaminan kepercayaan masyarakat.
Perdebatan dan perbedaan prioritas mengenai kualitas ataupun kuantitas pada hakekatnya hanya terjadi di forum dan rapat-rapat koordinasi saja, kenyataan di lapangan kita tidak hanya dituntut melahirkan salah satunya tetapi suatu keharusan untuk memproduksi dengan kualitas tinggi dan jumlah yang banyak. Bukan diumpamakan dengan kedua kaki kita yang bergantian memerankan posisi di depan, tetapi kualitas dan kuantitas diharuskan berjalan sejajar dan beriringan tanpa ada yang harus dinomerduakan.
Untuk mengurai ambiguitas tersebut mungkin ada beberapa langkah yang harus dipersiapkan untuk membidani kelahiran keduanya secara bersamaan :
1.      Penentuan Target sebagai landasan dan acuan yang akan didefinisikan sebagai langkah terapan, yang pasti bentuknya harus terukur dan terdefinisi dengan jelas. Bentuk terget kuantitas merupakan bilangan yang dapat dijadikan standar baik kualitas maupun kuantitas, contohnya terget kuantitas 5 juta unit. Sedangkan target kualitas harus didefinisikan dengan pasti tanpa ada definisi yang membingungkan, misalkan target kualitas produk adalah warna cerah merah tua, bungkus rapi dan bentuk lonjong simetris. Lebih baik lagi jika standar kualitas disertai visualisasi sehingga tidak terdapat multi tafsir.
2.      Ada team khusus yang menfokuskan diri dalam bidang kualitas dan kuantitas. Pemisahan unit ini akan lebih memudahkan kita untuk mempertanggungjawabkan masing-masing target yang ditentukan, dengan tidak memungkiri bahwa sangat susah untuk berkonsentrasi penuh dengan2 obyek yang berbeda dan berlawanan. Fungsi kedua team sama yaitu menetapkan standar dan acuan langkah kerja yang harus dilakukan secara teknis di lapangan, team kualitas akan menghasilkan standar kerja pencapaian target kualitas, dan team produksi akan merumuskan standar kerja pencapaian target kualitas dengan segala ketentuan dan perencanaan yang matang.
3.      Setelah team kualitas dan  kuantitas menyelesaikan proyeknya dengan acuan target dan perencanaan realisasi dilapangan, bola estafet akan diterima oleh team pelaksana yang bertugas mendefinisikan program dan merealisasikan capaian target tersebut di lapangan. Team teknis ini tentu saja harus duduk bersama dalam satu meja dengan team kualitas dan kuantitas, memahami rencana masing-masing team dan menelaah lebih dalam secara teknis untuk diterjemahkan di lapangan. Yang perlu digarisbawahi disini adalah team teknis harus mempunyai kata dan pemikiran yang sepaham dengan team kualitas dan kuantitas, serta memiliki kemampuan interpretasi untuk menterjemahkan menjadi suatu langkah kerja yang dapat diterima di lapangan.

Saat rencana kedua team dilaksanakan bukan berarti tugas team kualitas dan kuantitas selesai, mereka akan melakukan kontrol dan evaluasi kinerja team teknis dan melakukan pembaharuan terhadap segala kesulitan yang terjadi di ranah teknis. Tidak ada saling menyalahkan dan mengkambinghitamkan ketika terjadi blunder lapangan, semua adalah team dengan bagian kerja masing-masing dan tanggungjawab berbeda tetapi mempunyai satu misi dan kesepemahaman sama untuk memajukan unit kerja atau perusahaan.
Memadukan kualitas dan kuantitas memang tidak mudah, namun bukan hal yang mustahil jika kita bekerja sama, bukan hanya sekedar bekerja bersama. Kegagalan bukanlah akhir dari sesuatu namun merupakan titik balik bagi kita untuk memulai sesuatu yang baru dan indikasi untuk terus melakukan perbaikan. Karena kualitas dan kuantitas diciptakan bukan untuk saling mengalahkan, tetapi untuk saling melengkapi :)


Senin, 14 Januari 2013

Salahlah Sebanyak Mungkin



Layaknya beberapa sifat yang melekat pada diri kita, kesalahan merupakan suatu anugerah, ‘fasilitas khusus’ yang diberikan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tentu saja bukan sebagai perisai dari ketidaktahuan dan ketidakmauan kita menerima kebenaran, tetapi merupakan sebuah proses untuk menuju yang lebih baik. Jadi berbuatlah salah dengan tidak mengesampingkan kecerdasan dan kemanusiaan kita.

Hakekat kesalahan tidak semerta-merta terjadi begitu saja, ada banyak tahap dan tingkatan yang mengiringi suatu kesalahan :
1.      Kesalahan sebagai sebuah kebenaran.
Tidak bisa dipungkiri lagi kesalahan merupakan gerbang suci menuju sebuah kebenaran baru, dalam banyak riwayat sang penemu tidak serta merta menciptakan sebuah pembuktian hal baru sebagai sebuah perwujudan ide cerdas. Mereka memulai dari kesalahan demi kesalahan, dan terus belajar dari kesalahan tersebut untuk menemukan sebuah kebenaran. Ada sebuah istilah yang menyebutkan sebagai trial and error, sebuah kesalahan dianggap wajar dan dimaklumi ketika melekat pada sebuah penelitian, pembuktian dan kegigihan dalam berkreasi dan berinovasi. Kesalahan jenis ini merupakan kelas premium yang bahkan diharapkan akan terus berlangsung dalam sebuah institusi, gambaran dari keaktifan SDM yang ada didalamnya untuk terus berusaha dan berproses.

2.      Kesalahan sebagai sebuah penolakan.
Sebenarnya oknum yang bersangkutan bisa menghindari dari kesalahan, hanya masalah kepentingan yang membuatnya berbuat salah, salah satu bentuk penolakan yang biasa terjadi di lapangan. Pelaku biasanya orang yang bisa berfikir dan cerdas, karena ketidaksetujuannya dengan suatu cara/person yang menjadi atasan maka dia bertindak salah untuk menunjukkan bahwa yang diperintahkan atau yang memerintahkan (decision maker) salah menganalisa suatu kemungkinan sehingga mempunyai kesan salah. Biasanya kesalahan ini bermaksud untuk mencari kambing hitam dan diperlukan kecerdasan lebih untuk menganalisa dan melakukan evaluasi sehingga oknum pelaku bisa memahami dan merubah pola pikirnya sehingga lebih memahami suatu kebijakan.

3.      Kesalahan sebagai bagian dari ketidaktahuan.
Salah karena tidak tahu biasanya untuk beberapa hal dimaklumi dan dipahami sebagai suatu proses adaptasi. Kesalahan jenis ini merupakan hal yang wajar jika dilakukan 1 atau 2 kali, menjadi tidak wajar jika kita sudah memberitahu dan mengajarkan yang benar tetapi kesalahan tetap terjadi pada orang yang sama. Yang perlu kita pastikan bahwa kita tahu letak kesalahan, berusaha mempelajari lebih lanjut dan memahami maksud dari suatu hal. Sosialisasi menjadi sangat penting untuk mencegah hal ini terjadi. Kesalahan jenis ini bisa terjadi pada orang yang masih baru bergabung, baru memasuki wilayah tersebut atau ketidakjelasan suatu pekerjaan sehingga pemahaman menjadi melenceng dari yang seharusnya.

4.      Kesalahan sebagai simbol dari ketidakmampuan.
Kesalahan level ini merupakan tingkat kesalahan strata paling rendah dalam piramida kesalahan umum. Pelaku biasanya sudah belajar, berusaha memahami dan mempunyai semangat untuk menguasai, tetapi kemampuannya kurang sehingga kesalahan selalu terjadi dan tidak pernah bisa menguasai. Di kesalahan level ini alangkah bijaknya kita tidak memaksakan dan mencari jalan terbaik, mungkin memang kita tidak bisa memakai SDM untuk hal ini atau kita mencarikan tempat yang pas sehingga tidak terjadi kesalahan beruntun yang bisa mengakibatkan kesalahan menjadi sebuah budaya yang pada akhirnya akan dianggap sebagai suatu kebenaran.

Selalu berbuat benar bukan berarti tidak bertemu dengan kesalahan, adakalanya kesalahan merupakan kata kunci yang harus kita lakukan. Tidak menutup kemungkinan dari 1000x pembelajaran 999x harus ditempa dengan kesalahan. Selalu mengharapkan dan memperbaiki sebuah kesalahan sebagai bagian dari mimpi kita mutlak diperlukan, dilengkapi dengan kegigihan dan semangat terus belajar. Semakin sering kita berinovasi maka kesalahan  akan semakin banyak kita temukan, yakinlah bahwa kesalahan tersebut bukan sebagai bagian dari ketidaktahuan dan ketidakmampuan kita, tetapi menjadi bagian dari kreativitas dan kemauan keras kita untuk selalu belajar dan belajar.....menjadi sebuah karya yang bermanfaat.

Jumat, 11 Januari 2013

Sholatnya libur....



“Bun, sholatnya libur” teriak anakku dari ruang tengah ketika bundanya mengajak sholat. Mendengar celotehan dari anakku yang berumur 3 tahun istriku tertawa mungkin tidak menyangka akan keluar jawaban seperti itu dari mulut mungil anakku. Jawaban polos itu pun membuatku tersenyum kecil, takjub karena tidak ada yang mengajarinya, jawaban yang mungkin hanya tersirat spontan dari cerminan keluguan anak kecil tanpa paham makna sebenarnya. Namun jawaban sederhana itu lebih merupakan sindiran kecil bagiku yang kadang meliburkan diri dari kegiatan ibadah dengan alasan tertentu.
Betulkah kita tidak pernah berpikir seperti itu??? Bahwa adakalanya kita membuat sendiri agenda pribadi yang secara tidak langsung meliburkan kewajiban kita kepada Yang Maha Pencipta, agenda tidur sampai siang, agenda perjalanan jauh yang membuat kita enggan berhenti sejenak untuk melaksanakan ibadah, atau agenda harian yang mengharuskan kita terjebak kemacetan dan tidak memungkinkan menjalankan ibadah. Kenormalan estetika kita sebagai manusia yang banyak sekali menciptakan permakluman pribadi tanpa persetujuan yang bersangkutan (Tuhan) kadang secara tidak sadar menempatkan kepentingan kita di atas kepentingan report harian kepada Sang Pencipta. Kitapun mungkin kadang tidak pernah merenungkan bahwa semakin banyak aktivitas dan kesibukan yang kita jalani pun termasuk bagian dari cobaan Tuhan untuk menguji sepintar apa kita memanage waktu yang 24 jam untuk tetap membagi kepntingan dunia dengan kewajiban akhirat. Kitapun jarang mengkalkulasikan bagaimana pula jika Tuhan meliburkan aktivitas jantung kita sehingga kita tidak dapat bernafas……berabe kan jadinya.
Memang diperlukan spirit pribadi untuk menjaga konsistensi kita sebagai makhluk yang ‘wajib lapor’, beberapa ulama besar sampai harus memaksa dirinya sendiri. Ada yang membuat replika kuburan dengan ukuran persis sama dengan aslinya, ketika timbul kejenuhan melaksanakan ibadah tepat waktu, direbahkan tubuhnya di dalam ‘makam’ dan membayangkan jika saat ini meninggal dalam keadaan belum sholat maka akan sia2 ibadahnya selama ini. Ada yang menanamkan disiplin sesuai hadist yang artinya kurang lebih menyebutkan “carilah duniamu seakan-akan kita akan hidup selamanya, dan kerjakanlah ibadahmu seolah-olah kita akan mati besok”.
Sangat sulit bagi yang belum terbiasa, dan belum memahami makna ibadah sebagai kebutuhan kita. Bahwa ibadah merupakan sisi lain dari pembinaan mental spiritual untuk tetap berani menjalani hidup, bahwa bukan hanya jasmani yang membutuhkan energi dengan makan dan minum, namun ruhani kita membutuhkan kekuatan untuk tetap menjadi daya dobrak, source of spirit kita dengan ibadah dan doa. Tidak ada salahnya memulai sekarang karena kita takkan pernah tahu kapan kesempatan itu berakhir dan berapa banyak saldo akhir hitungan neraca kita selama ini. Berani tidaknya meliburkan ibadah kembali lagi kepada kita yang akan menjalani......Apakah sedemikian sibuknya kita sehingga 24 jam yang diberikan Tuhan tidak cukup sehingga kita tidak dapat menyisihkan sedikit waktu  untuk sekedar mengingatNya ????

Mungkin...


Sosoki diriku.....
Sampai kurasa agung asmaMu

Sosoki egoku....
Sampai kurasa arif firmanMu

Sosoki naluriku...
Sampai terbenam kelam nistaku

Sosoki imajinasiku
Hingga terbayang jejak benakku
Hingga tersingkap celah gelap imanku
Hingga terbuai sekat rohaniku

Gelapku merindu sosokMu
Resahku merindu auraMu
Hitamku merindu bayangMu

Mungkin bukan sekarang
Mungkin belum waktunya
Mungkin belum saatnya

Tapi diriku, egoku, naluriku, gelapku, resahku, hitamku
Takkan jenuh menanti
Takkan bosan mengharap
SosokMu  memendar kalbuku

Mungkin.....
Kan tiba jua .......


Rabu, 09 Januari 2013

Hutang atau Nabung ???



Dari sebagian orang yang mungkin kurang beruntung mempunyai takdir menyenangkan dengan kemampuan memiliki apa yang diinginkan dengan cash dan spontan, pertanyaan dan kebimbangan kadang hadir ketika harus menentukan pilihan, utang atau nabung ? Semua pilihan tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing disesuaikan dengan kebutuhan dan pendapatan.
Rasanya susah mengharapkan kita menabung untuk memiliki sesuatu yang diidamkan. Jika kita ingin memiliki motor seharga 20 juta misalnya dengan kemampuan menabung sebulan 200 ribu maka kita membutuhkan waktu hampir 10 tahun untuk mewujudkan impian kita. Dengan pertimbangan selama kurun waktu penantian kita harus menjalani perjalanan hidup dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Keuntungannya kita tidak memiliki beban berlebih dengan hutang yang kita miliki.
Kalau kita berhutang dengan mempertimbangkan proses administrasi yang termaktub didalamnya, mungkin tidak sampai hitungan minggu kita bisa memiliki sepeda motor yang kita butuhkan. Yang pasti tentu saja kita memiliki hutang yang harus dicicil selama 3 atau 4 tahun plus bunganya, lebih berat jumlah tertanggung tiap bulan dibadingkan dengan kita menabung.
Semua tentu saja terserah kita, dengan memperhitungkan kebutuhan dan biaya hidup yang harus kita tanggung. Hutang merupakan suatu fasilitas yang inhern dan melekat dalam kehidupan sekarang yang telah dinikmati mungkin oleh sebagian besar umat manusia saat ini. Jadi jangan khawatir kita satu-satunya makhluk yang mempunyai hutang, hutang tidak akan menurunkan derajat kita di mata umum, tidak menanggung beban moral karenanya dan masih menjadi trending topic dalam perhelatan penghidupan di alam modern ini.
Menabung merupakan anugerah yang sangat langka dan hanya sedikit orang yang bisa mengambil kemanfaatan lebih daripadanya, walaupun ada istilah menabung pangkal kaya tetapi pada kenyataannya sangat susah dan eksklusif untuk kita amalkan. Mungkin dengan menabung kita melatih mental dan mengasah indera penghematan kita, mengajarkan kita menyisihkan dan lebih faham uraian dari arti mengedepankan prioritas kebutuhan. Susah namun menarik sebagai tantangan untuk ditaklukkan, lebih menyerupai cita-cita yang harus diikuti dengan kemauan super dalam perwujudannya.
Jadi yang memiliki kemampuan untuk menabung sebagai representatif dari kelebihan materi yang diberikan Yang Maha Kuasa sangat diwajibkan untuk selalu bersyukur dan jangan lupa ada sebagian dari harta tersebut yang seharusnya disisihkan untuk mereka yang kurang beruntung. Untuk sebagian yang harus mengandalkan hutang sebagai senjata utama jangan berkecil hati, ada banyak jalan yang akan ditunjukkan Tuhan demi kemudahan dan kebahagiaan hidup kita. Tetaplah bersyukur apapun jalan yang harus kita tempuh :)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons