Read more: http://matsspensix.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-judul-pada-blog-bergerak.html#ixzz274NKvLCo

Sabtu, 12 Desember 2015

Catatan (Koperasi) yang Sederhana


Berbagi kesibukan dan menjadi bagian dari Pertemuan dan perkumpulan dengan angota kerukunan masyarakat (RT/RW) mengharuskan berkumpul dengan berbagai kalangan, bercerita dari berbagai sudut pandang dan berdebat dengan berbagai kelas masyarakat. Layaknya sebuah simposium di hotel berbintang, terdapat pembicara dadakan dengan mengungkit separuh info mengenai topik yang ngetop, bahasan seputar warga bahkan menyentil gosip prostitusi artis yang tengah marak.

Bisa ditebak hasilnya sangat cair, atau dalam bahasa kaum intelektual “tidak intelek, asal njeplak, tanpa teori matang dan tanpa pemahaman komprehensif” tanpa topik utama dan tanpa konklusi yang jelas, kesepakatannya pun sebatas hisapan rokok, bertahan sebentar, saling mentertawakan  dan dilupakan saat pulang, tapi tetap asyik dan menghibur.

Tidak tahu kenapa di tengah pembicaraan yang tanpa juntrungan tiba tiba menyeruak topik koperasi, berawal dari keruwetan mengurusi koperasi RT sampai berkembang menggunjingkan koperasi tingkat daerah (kasus di beberapa institusi kapubaten) sampai membicarakan teori asal tentang koperasi masa depan. Intinya tetap sesuai kelas pemikiran mereka ingin koperasi yang pengurusnya jujur, lalu lintas keuangan transparan dan yang paling urgent mereka ingin ada koperasi besar, profesional layaknya mart mart tetangga yang berdiri megah di sekitar perumahan.

Saya berfikir mungkin sesederhana itu juga keinginan dan harapan masyarakat terhadap Koperasi, tidak neko neko, ingin yang biasa saja, familier, tidak mengenal istilah yang sulit apalagi sampai tingkat pertumbuhan ekonomi, ekonomi makro ataupun hal lain yang susah dimengerti.
Di titik ini saya teringat konsep tokoh koperasi p Sularso yang berkedudukan sebagai Ketua Dewan Pakar Dekopin Pusat (kalau saya cerita di tingkat warga pasti mereka bingung lagi dengan istilah Dekopin) bahwa koperasi itu jangan mempersulit anggota, konsep sederhana dan bisa dipahami semua orang (dari berbagai kalangan). Jadi semua orang nyaman berbicara koperasi seperti asyiknya bergosip tentang kenaikan sembako, naiknya listrik, BBM dan isu masyarakat lain. Sehingga bagaimana rakyat kecil merasa memiliki koperasi sebagai bagian dari keterpihakan sistem ekonomi koperasi (yang terus bermimpi menjadi soko guru perekonomian rakyat).

Berkaca dari membicarakan gosip koperasi di tingkat “warga kelas biasa” dengan konsepsi berbagai pemikiran, kepentingan dan kelas masyarakat, ternyata hanya sekedar pembicaraan santai pun akan sangat merepotkan, di satu sisi A meninjau dari sudut pemikiran sederhana sedangkan yang lain membidik sudut lain yang sangat berbeda. Diperlukan kearifan dari pemikir cerdas untuk menghormati dan memahami pemikiran lainnya. Pemikiran, kepentingan dan keselarasan sungguh diperlukan supaya semua merasa dihargai dan terjadi diskursus sehat yang mencerdaskan.
Untung ini hanya pertemuan sebentar, Saya tidak bisa membayangkan sebuah keruwetan intelektual dari sisi ngawur bercampur aduknya berbagai kalangan dan teori dalam sebuah wadah dalam waktu yang lama.

Mungkin itulah alasan kenapa om DN Aidit ketika berbicara koperasi tidakmenyarankan adanya perbedaan berbagai kepentingan dan kelas dalam sebuah perkumpulan koperasi....“koperasi harus dibangun di atas kesamaan kepentingan. Koperasi tidak bisa dibangun di atas himpunan kelas-kelas yang bertolak-belakang kepentingannya. Tuan tanah, tani kaya, tani sedang, dan tani miskin tidak bisa dihimpun dalam koperasi bersama. Kepentingan mereka jelas berlawanan. Begitu pula antara penguasa dan kaum buruh.
Mencoba menghimpun kelas-kelas yang berbeda kepentingan itu ke dalam sebuah koperasi, bukan saja menyebabkan kehancuran koperasi, tetapi membuka peluang bagi si kuat menindas yang lemah. (Peranan Koperasi Dewasa Ini ; 1963).

Saya tidak tahu apakah perlu  dikaji ulang mengenai koperasi yang berisi kesamaan kepentingan atau kesetaraan. Pun Kalau isu ini dilemparkan ke komunitas koperasi yang ada  tetap susah karena dalam bahasa orang cerdas banyak variabel yang bisa dibuat rumit dalam menentukan kesetaraan tersebut. 
Karena kesetaraan berarti memperbandingkan dengan orang lain dengan pengayaan berbagai fokus variabel yang dalam bahasa Amartya Kumar Sen  (tokoh yang sedang latah di kalangan intelektual) diistilahkan focal variabel yang katanya bisa digunakan untuk melihat kesamarataan sehingga evaluasi atas kesetaraan menjadi mungkin untuk dilakukan yang ujung2nya kita harus mulai dari pertanyaan kesetaraan atas apa (equality of what)

Kelumit sederhana ini hanya gambaran ilusi yang membayangkan sebuah institusi koperasi yang benar benar menjadi sebuah solusi dan familier di masyarakat, mengajak masyarakat melupakan trauma masa lalu atas suramnya cerita koperasi dengan kentalnya hegemoni pemerintah.

Bahwa sumber kekuatan koperasi adalah orang, anggota, masyarakat sederhana yang mungkin secara sosial hidup di desa sering dinilai sebagai kehidupan yang tenteram, damai, selaras, jauh dari perubahan yang dapat menimbulkan konflik. Basis kekuatan yang notabene masyarakat desa dan lekat dengan imaginasi : bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, sulit menerima pembaharuan, mudah ditipu dan sebagainya. (Kesan semacam ini timbul karena sebagian masyarakat (kota) hanya mengamati kehidupan desa secara sepintas dan kurang mengetahui tentang kehidupan mereka sebenarnya. Redfield  (Ifzanul, 2010:1).

Kenyataannya koperasi saat ini belum menjadi sederhana yang membuat nyaman kebanyakan orang,  belum menjadi milik "kita" baru menjadi milik "mereka" yang penuh dengan teori berbasis keruwetan ilmu. Mungkin suatu saat koperasi benar benar menjadi milik berbagai kalangan sehingga koperasi menjadi keren karena "gue banget", Indonesia banget, soko guru yang tidak hanya menggurui tapi benar benar menjadi sistem perekonomian yang cair, bijaksana dan diterima bagi semua kalangan....semoga....



Kamis, 15 Oktober 2015

Mata Rantai (Kopma) yang Terputus II... Seperti Wacana


Diluar karakteristik anggotanya yang unik (mahasiswa) Koperasi mahasiswa (Kopma) sebuah celah kelemahan. Setiap tahun terjadi pergantian anggota (mahasiswa) yang diikuti dengan pergantian perangkat organisasi seperti pengurus dan pengawas sehingga seringkali membuat organisasi tidak efektif. Walaupun disisi lain kelebihan koperasi mahasiswa yang paling menonjol adalah anggotanya memiliki idealisme dan kreativitas yang tinggi.

 Agar keberadaan Koperasi Mahasiswa (Koperasi Mahasiswa) mempunyai peran penting maka keberadaannya harus menjadi fungsi yang lebih bervisi. Sebagai wadah bagi mahasiswa yang secara riil berperan dalam pembangunan kader berpotensi untuk membangkitkan kesadaran berkoperasi, tentu saja banyak kendala yang harus dihadapi. Posisi Koperasi Mahasiswa yang berada di tengah hingar bingar politis perguruan tinggi berpotensi menjebakkan Kopma dalam situasi yang ditengarai bisa mematikan kreativitas dan strategi terwujudnya target dan cita cita Koperasi Mahasiswa.
·         Perguran Tinggi
Sebagai induk dan pemegang otoritas tertinggi dari sebuah institusi pendidikan, Perguruan Tinggi mempunyai skala prioritas tersendiri untuk pengembangan dan kemajuan institusi. Sebagai pemegang kendali penuh atas segala yang ada di dalamnya termasuk mahasiswa dan segala aktivitas yang dilakukan. Berhak untuk melakukan kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan pendidikan (bahkan jika harus merubah lay out dan berwenang mentransformasi infrastruktur untuk dirubah menjadi alat kelengkapan melajar mengajar (contoh : mengambil alih gedung unit usaha mahasiswa untuk dijadikan sarana belajar mengajar)
·         Mahasiswa
Orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi, berfungsi sebagai subyek dan sekaligus obyek dari Koperasi Mahasiswa. Untuk sebagian Perguruan Tinggi, semua Mahasiswa wajib menjadi anggota Koperasi Mahasiswa, dan untuk sebagian lagi hukumnya tidak wajib sehingga pengurus Koperasi Mahasiswa harus mempersiapkan strategi untuk dapat menggaet anggota sebanyak banyaknya.  
·         Organisas/ Koperasi lain
Keberadaan lembaga atau koperasi lain yang mempunyai kepentingan ekonomi sama seperti lembaga perkoperasian mahasiswa harus menjadi faktor yang dipertimbangkan Koperasi Mahasiswa, karena lembaga tersebut membawa kepentingan dari individu ataupun lembaga tertentu. Di satu sisi membawa nuansa persaingan sehat ataupun akan saling menjatuhkan dengan unit kemahasiswaan.

Keberadaan 3 elemen di atas merupakan elemen internal yang harus dipandang sebagai bagian dari kebijakan yang menentukan tahap kedewasaan koperasi Mahasiswa. Jika antar elemen Perguruan Tinggi dan pengurus Koperasi Mahasiswa tidak terjalin komunikasi yang baik, bisa jadi akan mengakibatkan rasa curiga yang berlebihan. Tak jarang karena buntunya komunikasi, malah akan mengakibatkan persaingan bisnis, antara bisnis yang dijalankan oleh elemen Perguruan Tinggi, Organisasi/Koperasi lain atau bahkan dengan bisnis Koperasi Mahasiswa itu sendiri

Pemetaan posisi dan situasi menjadi penting untuk dijadikan bagian dari rencana strategis Koperasi Mahasiswa dan menjadi analisa lebih lanjut dalam merancang kepentingan dan tujuan keberadaan Koperasi Mahasiswa diantara institusi Induk dan lembaga lainnya. Dengan mempertimbangkan keberadaan dan fungsinya ada beberapa pilihan Koperasi Mahasiswa untuk melakukan bargaining posisi dan kepentingannya kedepan:



11.  Koperasi Mahasiswa sebagai sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa, memerankan diri sebagai sebagai lembaga milik Universitas dengan segala fasilitas dan konsekuensinya.
22. Koperasi Mahasiswa sebagai sebuah lembaga Independen, mentasbihkan diri sebagai     organisasi mandiri. Tidak termasuk dalam salah satu UKM, atau secara umum bertransformasi menjadi organisasi eksternal.


Pilihan nomor 1 merupakan pilihan standar, konsekuensi dari posisioning sebagai UKM hadir masih dibawah naungan universitas, setidaknya segala kebijakan yang akan dikeluarkan Koperasi Mahasiswa harus sesuai dengan kebijakan Universitas. Koperasi Mahasiswa menjadi salah satu “anak” Perguruan Tinggi yang mempunyai hak sebagai lembaga kemahasiswaan dan dilindungi sebagai bagian dari statuta perguruan tinggi.

 Konsekuensinya keberadaan Koperasi mahasiswa hanyalah sebuah nama, bahkan dalam beberapa kejadian "koperasi" yang diikuti dengan kata "mahasiswa" di dalamnya tidak mempunyai kemampuan sebagai sebuah lembaga otonomi dan cerdas milik Koperasi. Koperasi Mahasiswa hanya menjadi jargon yang akan mentransformasi sebuah sistem yang melencang dari dasarnya. Dengan kata lain Koperasi Mahasiswa sebagai UKM hanya bergelut dengan sistem kelembagaan yang tidak independen, menfungsikan diri sebagai organisasi mahasiswa “biasa”, tersekat kebijakan kampus dan terkurung dalam batasan energi dan dinamika kelembagannya. 

Koperasi Mahasiswa hanya akan maju dengan bantuan beberapa pihak,  yaitu jika :
-       Koperasi Mahasiswa menjalin komunikasi dan “menguntungkan” Perguruan Tinggi
-       Jika “kebetulan” ada figur yang mampu mengangkat eksistensi dan kreatifitas pengurus dan anggota Koperasi Mahasiswa
-       Jika tidak ada kepentingan eksternal (UKM lain, koperasi karyawan, atau kepentingan individu) di lingkungan Perguruan Tinggi

Untuk menjatuhkan pilihan ke nomor 2 juga bukan perkara mudah, butuh keberanian, tekad dan semangat revolusioner karena itu berarti Koperasi Mahasiswa harus keluar dari Zona Nyaman, memecahkan sekat tradisi ke UKM an dan berjuang menjelajahi dunia “tanpa batas”.  Memungkinkan untuk meliarkan ide perkoperasian (by design) yang berarti kemerdekaan dan kemandirian.

Keuntungannya adalah tidak ada belenggu kebijakan perguruan tinggi dan berbagai ketergantungan yang secara ideologis memutus rantai kreativitas. kondisi ini akan memaksa kebersamaan dan kerjasaman menjadi modal awal supaya roda kelembagaan tetap berjalan. jika tetap konsisten hal ini akan membangun sebuah kesadaran anggota untuk survive dan berdiri diatas kaki sendiri, lembaga yang selama ini hanya dijadikan trial and error secara drastis berubah menjadi alat perjuangan yang harus diperjuangkan supaya roda organisasi tetap berjalan. Secara eksplisit wacana independen juga ada dalam prinsip koperasi, yakni Otonomi dan Kebebasan. Sifat otonom merupakan salah satu persyaratan dalam rangka menolong diri sendiri dengan  tidak dikendalikan dengan pihak lain.
Beberapa pilihan adalah wacana, yang tidak mengikat dan sebuah terjemahan bebas bagi sebuah situasi dan sinkronisasi keliaran ide dalam keterwujudan mimpi Lembaga Koperasi mahasiswa yang lebih normatif baik secara ideologi maupun wawasan kewiraan. Harapannya tentu untuk kemajuan, dan menjadikan Koperasi Mahasiswa sesuai dengan perannya  : Sebagai Gerakan Moral Ekonomi Koperasi;  Lembaga Advokasi Gerakan Ekonomi Rakyat ;  Laboratorium Kewirausahaan dan Kepemimpinan.  (Nasution dalam Gemari; 2003)


Minggu, 11 Oktober 2015

Mata Rantai (Kopma) yang Terputus


Hakekat koperasi adalah tentang bagaimana sekelompok manusia berkumpul dalam satu kepentingan. Untuk mendapatkan keuntungan, kemaslahatan dan keleluasaan dalam berinteraksi secara sosial. Dengan asumsi tersebut koperasi menganalogikan persamaan persepsi mengenai lembaga koperasi, keinginan, kemandirian dan harapan tersebut. Sebagai langkah awal proses pendidikan menjadi bagian penting dari penyatuan berbagai kepentingan dan reduksi keanekaragaman historikal individu.
Di sisi lain kepentingan pendidikan mengisyaratkan kesinambungan (continuitas) baik secara materi pendidikan maupun  regenerasi sebagai sebuah keharusan atas keberlanjutan proses kelembagaan. Pendidikan dan regenerasi merupakan satu hal yang sejauh ini menjadi sebuah dilema kelembagaan khususnya lembaga yang bernama koperasi. Hilangnya rantai regenerasi tersebut seolah menghapuskan beberapa jejak dan keberadaan lembaga koperasi yang berada dalam lingkungan kependidikan dan lingkungan kampus. Dalam hal ini fokusnya adalah Koperasi Mahasiswa.  
Koperasi Mahasiswa (KOPMA) adalah Unit Kegiatan Mahasiswa yang bersifat khusus dan telah memiliki legalitas badan hukum. Keberadaannya telah diatur dalam statuta universitas pada tanggal 18 November 1992 oleh Menteri Pendidikan dan tercantum dalam pasal 90 (1) dan (2), pasal 91 ayat 1 butir kedua dan pasal 93 ayat (!), (2) dan (3) bab XVI tentang Kemahasiswaan.
Koperasi mahasiswa tidak terlepas dari dua fungsi yaitu sebagai badan usaha ekonomi sosial dan sebagai salah satu UKM khusus di lingkungan perguruan tinggi. Sebagai badan usaha sosial ekonomi dia dituntut mampu memposisikan sebagai institusi bisnis yang profesional untuk mencapai keuntungan (dalam bentuk SHU) dan meningkatkan kesejahteraan anggota (mahasiswa). Sementara itu peran sebagai UKM harus dapat memfungsikannya menjadi wahana pendidikan perkoperasian dan kewirausahaan bagi para anggota. Dalam hal ini para anggotan seharusnya diberikan kesempatan untuk mengelola sebuah usaha dan organisasi koperasi sebagai bagian dari dimensi pendidikan.
tidak salah jika kemudian Kopma menjadi salah satu harapan institusi kader yang mengisi peran penting dalam proses pendidikan dan ide intelektual bagi pengembangan koperasi. Menjadi masalahnya jika kemudian terIndikasi adanya ketidaksesuaian antara kenyataan dan harapan. Beberapa miss link antara fungsi lembaga Kopma (terutama dengan keberadaan koperasi yang sangat lemah) khususnya dalam hal pendidikan dan keberlangsungan regenerasi merupakan sebuah catatan yang menggelitik. Tersematnya harapan adanya "team think thank" koperasi dalam organisasi kopma (yang notabene dihuni oleh sekelompok individu cerdas) dengan kekentalan kultur institusi pendidikan belum mendapatkan titik terbaiknya. Bahkan dalam kenyataannya belum teragendakan dengan baik dan masih harus mendapatkan perhatian dan penegasan dari institusi mahasiswa tersebut.
Untuk saat ini kita harus mengakui keberadaan kopma belum menjadi sebuah kekuatan pendidikan dan semangat progressive, yang bisa dijadikan momentum kebangkitan dari lembaga yang bernama koperasi sebagai lembaga besarnya. Atau lebih tepatnya mungkin lembaga Koperasi lupa bahwa mereka memiliki sebuah potensi dari yang harus diasah dan dikembalikan ke fungsi aslinya. Sampai saat ini fungsi kopma lebih sebagai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) ansih. Sebagai UKM kopma tidak mempunyai kewajiban khusus yang menggambarkan lembaga intelektual koperasi. Layaknya unit kegiatan lain mahasiswa hanya berperan dalam kegiatan rutin, pengisi waktu luang, dan aktivitas pengguguran . Selain itu proses pergantian pengurus/individu/ manajemen kopma yang bergitu cepat serasa tidak cukup untuk mengefektifkannya sebagai lembaga yang berperan dalam proses mimpi besar koperasi, seolah mengisyaratkan bahwa Kopma hanyalah lembaga sampingan yang berembel embel Koperasi di papan namanya
Untuk itu perlunya sebuah kesadaran individu Kopma yang tentu saja diinisiasi oleh koperasi yang sudah cukup mapan dan institusi pendidikan terkait sebagai komunitas besarnya. Hal itu untuk menyadarkan bahwa perannya bukan hanya sebagai unit kegiatan tetapi mengembang fungsi strategis dalam sejarah pengembangan koperasi Indonesia. Beberapa ide supaya Kopma mempunyai fungsi untuk mengisi beberapa peran :
1.       Memerankan Kopma sebagai lembaga Pendidik
Sebagai lembaga Pendidik Kopma harus mempersiapkan anggotanya untuk menjadi mahasiswa generasi Muda “Melek” koperasi  yang pada akhirnya menjadi stock SDM koperasi Indonesia. Prioritas program pendidikan terpadu mulai dari Pendidikan Dasar sampai tingkat Lanjutan harus menjadi sebuah standarisasi bagi semua anggota. Mengagendakan program dan kurikulum dimana ada sebuah perhitungan teknis yang mempunyai tolak ukur, waktu yang diperlukan untuk merampungkan berbagai pendidikan yang disesuaikan dengan berapa lama rata2 mahasiswa aktif di kopma. Kopma memastikan bahwa tercapainya target semua mahasiswa yang aktif di dalamnya mempunyai bekal pelatihan khusus perkoperasian yang merupakan sarana up grading  individu untuk dipersiapkan menjadi agen koperasi di masa mendatang.
2.       Memerankan Kopma  Sebagai lembaga Pengembang
Fungsi kedua ini merupakan langkah Kopma untuk berberan serta dalam pemasifan ideologi koperasi, auto kritik dan pengembangan lembaga Koperasi sebagai lembaga yang diperhitungkan. Ini adalah fungsi intelektualitas yang mempunyai target menjadikan Kopma sebagai institusi Koperasi berbasis Intelektual yang siap memberikan wacana, ide dan penggerak daya kraetifitas koperasi. Diperlukan wawasan, priority aktivitas  untuk melakukan pembelajaran, study banding dan penelitian2 atas beberapa kasus yang terjadi ataupun menjadikan kemajuan koperasi tertentu sebagai awal dari ide pengembangan koperasi secara menyeluruh. Disini Kopma diposisikan murni kedalam fungsi alamiah dari seorang mahasiswa yang mempunyai naluri pembelajaran, berfikir kritis dan selalu tidak merasa puas dengan situasi yang ada sekarang.
Dalam wacana yang lebih konkret ide pendidikan ide yang mungkin bisa ditransformasikan dan diterapkan untuk kelembagaan Kopma adalag melihat upaya koperasi pemuda di Singapura yang mengelola koperasi pemuda dengan berpijak pada 3E (Educate, Explore and Engage) layak untuk kita pertimbangkan sebagai ide perombakan fungsi dan orientasi Kopma di Indonesia
·         Educate, mengutamakan koperasi sebagai wahana untuk memperkaya knowledge dari anggota yang tergabung dalam koperasi dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip koperasi.
·         Explore, pendidikan anggota koperasi ini yang diarahkan dan difasilitasi melalui program-program untuk penguatan skill.
·         Engage, aspek pendidikan koperasi dapat merekatkan antar anggota koperasi maupun antar koperasi melaluicommunity.  (http://ditmawa.ugm.ac.id/2014/09/menakar-ulang-pergerakan-koperasi-pemuda-indonesia/)

Mungkin beberapa ide merupakan langkah baru untuk membantu pengembangan Kopma, permulaan yang memerankan sebagai sebagai titik awal perubahan dan kreatifitas lembaga Kopma untuk lebih bersinergi dengan Koperasi Indonesia. Namun yang tidak boleh kita lupakan diperlukan kesadaran dan kerjasama baik internal Kopma, Lembaga Perguruan Tinggi, instansi terkait yang berhubungan dengan Koperasi, maupun praktisi maupun Lembaga Koperasi yang sudah eksis dalam pengelolaan koperasi.
Insan Koperasi tidak bisa membiarkan Kopma berjalan sendiri, berkembang menjadi sebuah lembaga prematur yang mempunyai pemahaman minim lantas menyalahkan minimnya peran Kopma, ataupun dengan menarik kopma menjadi lembaga sekunder yang berfungsi sebagai pelaksana dan pengikut dari  dari suatu institusi koperasi sehingga Kopma kehilangan entitas, ruh kemandirian dan kebebasannya. Kopma harus dibimbing, diarahkan, didampingi dan dipersiapkan untuk menjadi lembaga otonom yang bebas dari segala intervensi, menjadikannya asset koperasi dan perguruan tinggi sebagai wahana pencerdas generasi muda koperasi.

Apabila Koperasi mahasiswa  tersebut dikelola dengan efektif dan efisien maka bukan tidak mungkin akan terjadi metamorfosis internal yang berkonversi dari perwujudan hakikat Kopma yang saling berkaitan erat dalam membentuk institusi koperasi sebagai lembaga pendidikan dan pencerdasan melalui sosialisasi, eksternalisasi, internalisasi, kombinasi organisasi dan perusahaan koperasi, dalam wilayah masyarakat atau bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Jumat, 09 Oktober 2015

Koperasi yang Bukan "Koperasi"


Koperasi sebagai sebuah wujud dari kebersamaan dan kerjasama memang merupakan suatu yang universal. Prinsip dan jati diri koperasi juga bersifat universal. Prinsip dan jati diri koperasi juga bersifat universal. Namun manifestasinya (pengejawantahannya) dapat dan akan (can and will be) bersifat lokal, baik dalam bentuk kegiatan usaha, proses pengambilan keputusan serta sistem dan mekanisme kerja yang berlaku.
Karena kebersamaan itulah koperasi mengutamakan kesepemahaman komunal, perwujudan interaksi kemanusiaan dengan menganggap semua mempunyai potensi yang sama besar. Dari perwujudan kebersamaan itu muncul karakter saling membutuhkan, saling memahami kelebihan dan kekurangan yang endingnya mengedepankan kerjasama sebagai bagian internalisasi dan kristalisasi hakikat sebuah koperasi.Menjadikan koperasi sebagai sebuah institusi yang merangkum segala lapisan, ide dan status sosial yang menjelma menjadi wujud kesatuan, yang akan menghilangkan status pemilik modal dan pekerja.
Kedua elemen dasar di atas membuka peluang sebesar2nya bagi sebuah koperasi untuk melakukan tugas mulia yaitu perwujudan kesejahteraan anggota. Iringan koperasi yang mensyaratkan beberapa unsur yang salah satunya sebagai sebuah perkumpulan otonomi dari bersatunya orang orang secara sukarela (dengan unsur kebersamaan dan kerjasama) tentu saja bukan tanpa sebab, mereka menginginkan pemenuhan kebutuhan, dan atau aspirasi dalam ekonomi, sosial ataupun budaya. Dalam perkembangannya jalinan kesepakatan tersebut yang akhirnya menjadi sebuah dasar atas berdirinya elemen lain yaitu sebuah korporasi atau perusahaan koperasi sebagai sebuah alat untuk memenuhi aspirasi anggota.
Sampai di titik inilah kita melihat sebuah pergolakan yang mengakibatkan beberapa koperasi terjebak dalam pembiasan ruh koperasi. Pusaran persaingan dan keinginan saat menggolakan sebuah alat institusi yang bernama perusahaan koperasi, yang dalam prakteknya bisa perwujudan dari sebuah Toko, Unit Usaha Simpan Pinjam, Unit Bisnis Jasa dan sebagainya yang memunculkan persaingan sehingga timbulah ideologi baru yang memasuki sekumpulan orang tersebut, yang lazim disebut ideologi kapitalistik.
Titik dimana sebuah koperasi harus menghadapi pergolakan system persaingan baru, mekanisme pasar, yang membuat fokus terbias dari lokus organisasi bernama “koperasi” menjadi “Toko”, “Distribusi”, ataupun “Laba Rugi” yang menyebabkan anggota terpuaskan jika unit usaha tersebut menjadi “Mesin Penghasil Uang” yang secara prinsip sangat menguntungkan (Profit). Yang secara mengejutkan akan meliarkan ide konsumerisme dan semangat akan materialistis, munculnya semangat persaingan (competitive economi) yang melibatkan rasionalitas ekonomi sebagai maksimisasi kepuasan (individu) dan keuntungan (perusahaan koperasi). Dalam beberapa kasus peraingan tersebut menempatkan Koperasi menjadi enemi dari anggotanya dikarenakan unit usaha yang terbangun secara serampangan sehingga unit usaha koperasi justru mengancam pertumbuhan unit usaha anggotanya. Kesalahpahaman yang berimbas pada “perceraian” unit usaha koperasi dengan “kubu anggota”.
Titik krusial tersebut menyebabkan Anggota seringkali salah memaknai “kesejahteraan” dalam koperasi sebagai sebatas material, padahal sebenarnya perwujudannya kesejahteraan akan terwujud menjadi profit (keuntungan material, SHU) dan benefit (Keuntungan non material yang bisa dirasakan). Saat pusaran ini semakin menjauh maka identitas sebuah koperasi akan lebur, musnah, tidak ada lagi diskusi pendidikan, komunikasi, kerjasama, dan kebersamaan. Yang ada adalah sebuah entitas baru yang menomorsatukan kebermaknaan material, perdebatan seputar SHU, keuntungan unit usaha, persangan pasar dan pemenuhan lain yang sangat material. Di sisi inilah ujung kekalahan koperasi yang membuat koperasi tidak ada bedanya dengan toko di luar sana menyimpang di jalan Kapitalistik, hanya embel embeli kata Koperasi sebagai pembeda nama.
Untuk itulah diperlukan sebuah sistem yang membuat koperasi bertransformasi sebagai suatu upaya restrukturisasi pemembentukan sistem ekonomi baru yang meninggalkan asas individualisme dan menggantinya dengan paham kebersamaan dan asas kekeluargaan sesuai semangat dan moralitas agama ber-ukhuwah berdasar demokrasi ekonomi. Menjadikan sistem pengkaderan, pendidikan dan pemahaman beberapa kekeliruan persepsi yang akhirnya merubah pola pandang anggota menjadi kata wahib yang harus diselaraskan dalam pola kebijakan internal koperasi.
Adanya penerjemah kebijakan “antara” sebagai mediator antara Pengurus/Pengawas dengan anggota yang terwujud dalam sebuah sistem manajerial sebagai internalisasi ideologi dan aktualisasi eksternal dalam tata kelola unit usaha anggota. Terjemahan ini yang menjadi filter, blocking issue yang membentengi anggota sehingga tetap amanah dan konsisten dalam hakikat perkoperasian, menjadikan sebuah ‘label’ koperasi benar benar sebagai identitasnya.
Dari keberhasilan sebuah entitas koperasi untuk mempertahankan hakikat koperasi kita bisa mengharapkan lahirnya tanggung jawab untuk menegakkan prinsip dan jati diri koperasi sekaligus memenuhi beberapa ‘persyaratan” organisatoris yang melekat dengan menggunakan identitas itu. Identitas atau label koperasi menjadi sarana (atau wahana) untuk menggunakan sifat universalnya sebagai energi positif bagi mereka yang membutuhkan. Menjadikan Koperasi sebagai Gerakan ekonomi Kerakyatan....Soko Guru Perekonomian Indonesia....



Kamis, 08 Oktober 2015

Hidden Zone Koperasi Indonesia



Dunia diciptakan tidak dari struktur yang statis melainkan dalam struktur dinamis yang penuh dengan kontradiks dan pertentangan-pertentangan. Sejarah manusia dibentuk di atas berbagai macam penindasan dan perjuangan kelas yang mengurangi daya hidup dan membatasi kebebasan manusia. Manusia beraktifitas secara fisik dalam masyarakat berbasiskan kelas yang eksploitatif dimana setiap manusia telah dipaksa untuk bekerja demi kekayaan manusia lain. Perselisihan antar kelas telah mendominasi konflik dalam sejarah dan menjadi mesin penggerak perubahan sosial..... (Burchill, 2005 : 164).

Dalam semua aspek kehidupan konflik, kepentingan dan gesekan menjadi dualisme, ambigu transaksional yang menggulirkan 2 hal berbeda, kehancuran dan kebangkitan, baik dalam konteks sistem, era pemerintahan, transformasi organisasi maupun keterlibatan pihak lainnya. Konteks perubahan tidak akan terjadi dari rahim comfort zone (Zona Nyaman) tetapi sangat berpotensi terlahir dari Danger Zone, dari situasi yang sangat krodit bahkan dan sangat memicu adrenalin.
Karena sesungguhnya kematian mengintai dari riap kecil zona nyaman maka munculnya ketakutan dan hantu perubahan terkadang membuat kita rela melakukan hal yang sama berulang-ulang sepanjang hari, melewati jalan atau cara-cara yang sama sepanjang tahun. Sampai ketika kita terbunuh akal, pertumbuhan pengetahuan dan kemampuan dan kita menyadarinya saat sudah tertinggal jauh dan terpuruk.

Dalam konteks ini kecurigaan jebakan comfort zone pantas dijadikan analisa dengan kondisi perkoperasian kita saat ini disamping situasi politis yang begitu kental dalam perkembangan koperasi, jika kita melihat sejenak ke belakang dimana kondisi perkoperasian Indonesia masih berjalan “lancar”.  Kecenderungan perlindungan dan perhatian pemerintah yang begitu besar dengan berbagai kemudahan saat itu membuat koperasi terbuai dan terlelap dalam mimpi indah kenyamanan.
Peninaboboan dan konsep intervensi Koperasi dimulai di era Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1966 pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian Konsideran UU No. 12/1967. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Wilayah Unit Desa, BUUD/KUD dituangkan dalam Instruksi Presiden No.4/1973 yang selanjutnya diperbaharui menjadi instruksi Presiden No.2/1978 dan kemudian disempurnakan menjadi Instruksi Presiden No.4/1984.

Pemerintah di dalam mendorong perkoperasian di era Orde Baru telah menerbitkan sejumlah kebijaksanaan-kebijaksanaan baik yang menyangkut di dalam pengembangan di bidang kelembagaan, di bidang usaha, di bidang pembiayaan dan jaminan kredit koperasi serta kebijaksanaan di dalam rangka penelitian dan pengembangan perkoperasian. Implementasi yang paling popular dalam pembangunan koperasi adalah dibentuknya model : KUD (Koperasi Unit Desa) di seluruh daerah.

Namun dari pencetusan Lembaga KUD tersebut lebih banyak menghasilkan kegagalan daripada kesuksesan yang diharapkan. Tahap otonomi yang direncanakan sangat sulit direalisasikan. Kalaupun berkembang banyak turut campur tangan pihak swasta. Dampak negatif pembinaan koperasi pada masa Orde Baru antara lain :
a.       Ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan pemerintah
b.      Pengurus menjadi lebih berorientasi pada pembinaan/birokrat dalam membuat           keputusannya sehingga kedaulatan anggota sebagai pemilik koperasi menjadi terabaikan.
c.       Koperasi menjadi alat politik terselubung dari pemerintah
d.      Munculnya praktek korupsi dan kronilisme.
e.      KUD menjadi tidak efesien karena harus menangani berbagai jenis usaha.

Berbagai kemudahan menjadikan bumerang perkembangan dan kreativitas koperasi, dan hasilnya bisa ditebak, hilangnya ruh pergerakan dan aktivasi koperasi ke arah yang lebih maju. Alih alih keterbangunan ideologi dan karya, yang terjadi adalah banyaknya kasus penggelapan, kemandegan kredit yang menghitamkan aura suci soko guru perekonomian. Besarnya daya dukung pemerintah dengan segala fasilitasnya menjadikan koperasi manja, lemah dan penakut.

Padahal segala sesuatu selalu berubah. Ilmu pengetahuan baru selalu bermunculan dan saling menghancurkan. Teknologi baru berdatangan menuntut ketrampilan baru. Demikian juga peraturan dan undang-undang. Pemimpin dan generasi baru juga mengubah kebiasaan dan cara pandang. Ketika satu elemen berubah, semua kebiasaan, struktur, pola, budaya kerja dan cara pengambilan keputusan ikut berubah. Ilmu, keterampilan dan kebiasaan kita pun menjadi cepat usang (Rhenald_Kasali).

Pola kemandegan yang terbangun terus menerus, membutakan semangat kontinuitas generasi dan kenyamanan politis akhirnya menjalin secara masif sehingga menjadi topeng yang selalu dilihat masyarakat mengenai koperasi. Tidak adanya regenerasi memaksa kaum tua terus berjuang sendiri sepanjang hayat dikandung badan, tanpa pendampingan kaum muda sebagai back up. Kesan tua, usang dan tradisional akhirnya menjadi ruh yang melumuri sekujur pori pori koperasi.

Dibandingkan dengan negara di belahan bumi lain, kelahiran koperasi yang berawal dari ketertindasan, kaum buruh korban kekejaman kapitalisme mencoba bangkit dengan usaha kelompok, berkembang dengan alamiah tanpa ada campur tangan penguasa, sistem negara dan undang undang yang mengayominya sehingga tertempa menjadi kekuatan baru yang lepas dari kontrol dan intervensi. Kelahiran dan konsistensi untuk mandiri ini yang akhirnya menjelma menjadi kekuatan yang diperhitungkan dan menjadi inspirasi pergerakan. Di indonesia memang kelahiran Koperasi berawal dari ketertindasan kecil, namun di tengah perjalanannya muncul inkonsistensi yang memaksa kaum koperasi terlebur dalam sebuah wacana intervensi birokrasi yang menjebak dan membutakan.

Jika kemudian kita menginginkan sebuah tatanan ideal sebagai sebuah sistem dan kontinuitas koperasi Indonesia, mungkin kita harus mendengarkan kata orang bijak, keajaiban jarang terjadi pada mereka yang tak pernah keluar dari "selimut rasa nyamannya." Keajaiban itu hanya ada di luar zona nyaman yang kita sebut sebagai zona berbahaya (a danger zone). Zona berbahaya ini seringkali juga dinamakan sebagai zona kepanikan (panic zone).

Kita mungkin masih ingat sebuah gebrakan yang mengundang perdebatan dari mantan presiden RI Gus Dur bahwa sebaiknya departemen yang menaungi koperasi dibubarkan, mungkin itulah jalan terbaik saat ini untuk memaksa koperasi berdiri sendiri, memulai dari nol lagi, merasakan ketertindasan tanpa perlindungan sehingga terlihat tingkat kesurvivalan pejuang koperasi, melakukan ayakan ideologi dan berdiri menjadi kekuatan otonomi yang benar benar telanjang dari payung hukum dan intervensi pemerintah.

Menjadikan Tetapi bagi koperasi untuk keluar dari zona nyaman, cerdas menghindari kepanikan, menciptakan para penjelajah kehidupan telah menunjukkan adanya zona antara, yaitu zona belajar (learning zone atau challenge zone)...


Rabu, 07 Oktober 2015

Cooperation untuk Capitalism ???


Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-perubahan. Adanya perubahan-perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbanding­an dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat,pada dasarnya merupakan suatu proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap masyarakat pada kenyataannya akan mengalami perubahan-peru­bahan. Bahkan   lebih   tandas   Sorokin   berpendapat bahwa   perubahan   sosial   yang  bersifat   siklus   disebabkan   ‘fungsi sosial’   masyarakat   belaka,   yang   akhirnya   kembali   kekeadaan semula, awal siklus terjadi (Eshleman 1983).

Sorokin   dalam   teorinya   Social   and   Cultural Dynaynics mencoba membagi tahapan perubahan sosial tiga   tahap   yang   berputar   tanpa   akhir.   Ketigaperubahan tahap itu adalah:
  1. Kebudayaan ideasional (ideational cultur) yang didasarkan atas nilai-nilai adikodrati   (supernatural);
  2. Kebudayaan idealistis (idealistic cullctur) didasarkan atas unsur adikodrati   dan   fakta-fakta   nyata   guna   mencapai   masyarakat yang ideal;
  3. Kebudayaan sensasi (sensate cultur) memberikan tolak-banding ukir antara fakta dan tujuan hidup.


Sorokin menilai kondisi iklim sosial saat   itu   telah   mencapai   tahapan   ke-3,   sehingga   telah rapuh   dan   akan   terjadi   siklus   ketahapan   pertama,   kembali menjadi tahap kebudayaan ideasional. Teori   siklus   yang   lain   tercatat   Arnold   Toynbee   (1889-1975),seorang sejarawan Inggris yang menyimpulkan bahwa kebudayaan bersiklus atas kelahiran budaya, pertumbuhannya, keruntuhan, dan kematian (Horton, 1992). Lebih jauh Toynbee mensinyalir bahwa kebudayaan   manusia,   termasuk   kebudayaan   barat   akan   runtuh,dan kembali pada siklus pertama lagi, siklus kelahiran budaya baru. Upaya   dari   pengikut   siklus   kebudayaan   telah   lama   dilakukan,antara lain untuk menjawab mengapa terjadi perubahan?
Terlepas dari fakta-fakta   perubahan  sosial-budaya   yang  ada  teramat   sulit dibuktikan. Perkembangan teori sosial terjadi cukup pesat. Hal ini terdorong oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan didorong oleh perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu mengkaji masyarakat secara ilmiah.
Salah satu iklim sosial yang saat ini menjadi raja adalah sistem Kapitalisme, seperti kita ketahui Kapitalisme berkembang di Inggris pada abad 18 dan kemudian menyebarluas ke kawasan Eropa Barat-laut dan Amerika Utara. Kapitalisme merupakan sebuah sistem yang muncul dari sebuah pemikiran dunia Barat. Kapitalisme mulai mendominasi kehidupan perekonomian ekonomi dunia Barat sejak runtuhnya feodalisme.Hingga sekarang, kapitalisme memang dengan sukses besar meruntuhkan pandangan-pandangan Marxisme klasik yang meramal tentang runtuhnya kapitalisme. Banyak tesis yang mencoba menjelaskan mengapa kapitalisme tidak runtuh seperti ramalan Marx. Dua yang cukup menonjol adalah pemikiran dari kelompok aliran Frankfrut School yang menjelaskan tentang kuatnya penanaman kesadaran-kesadaran palsu (false consciousness) dan Antonio Gramschi tentang hegemoni
Kapitalisme yang lahir dari pemikiran masyarakat feodal kini telah menjadi senjata ampuh negara maju untuk memajukan perekonomian mereka. Sementara itu kapitalisme juga telah membunuh perekonomian negara berkembang atau negara negara miskin. Konsep Kapitalisme yang sudah mendunia memang tidak bisa dihindari oleh negara negara maju dan negara negara dunia ketiga.
        Tanpa disadari Kapitalisme telah menjadi sebuah ancaman besar bagi masyarakat negara negara berkenbang. Organisasi Industri Modern bersifat bersifat hierarkis yang di dasarkan pada disiplin dan kepatuhan.Pola tradisional dalam perusahaan Indusrti  telah banyak di modifikasi oleh perundingan antar serikat.badan perwakilan,pendapt umum,dan peningkatan rasa tanggung jawab di kalangan para penguasa terhadap kelompok dan masyarakat secara keseluruhan
Ekonomi kapitalisme menjunjung tinggi prinsip kepemilikan individu. Siapa punya uang, disana dia yang berkuasa. Siapa punya uang, dia akan semakin kaya, karena dengan uang tersebut dia dapat membeli apapun yang dia inginkan sekalipun itu berbentuk barang yang seharusnya dikelola oleh negara demi kepentingan rakyatnya, semisal tambang,migas, bahkan memiliki pulau pun sah-sah saja pada masa kini
The Next Fighter for Kapitalisme ???
Dalam kerangka pemikirannya mengenai komunisme, Marx meramalkan bahwa kapitalisme pasti akan mengalami keruntuhannya. Penyebabnya, kata Marx adalah ulah dari kaum kapitalisme itu sendiri yang karena sifat rakusnya akan terus menerus memupuk keuntungan atau akumulasi modal. Kerakusan adalah kekuatan sekaligus kelemahan dari kapitalisme.
Kaum kapitalis yang merupakan pemilik alat-alat produksi dengan logika akumulasi modalnya, terus menerus melakukan penghisapan terhadap kaum buruh atau proletar sampai kemudian kaum buruh tidak lagi memiliki kemampuan untuk membeli produk-produk yang dihasilkan mesin-mesin produksi kapitalisme. Inilah yang menjadi akar dari revolusi kaum proletar yang akan meruntuhkan kapitalisme.
Pada kenyataannya sampai sekarang kita tidak melihat keruntuhan sebagaimana ramalan Karl marx sehingga beberapa saat kita harus mengakui “kebenaran” fahamnya. Beberapa hal yang bisa kita harapkan adalah adanya kejenuhan pasar atau dalam hal ini masyarakat yang tertinggal dan tidak bisa mengikuti jejak big capitalism sehingga menimbulkan kesenjangan besar dan kekuatan sosial baru.
Diluar pemikiran Marx dan kaum sosialis lain, kita tidak boleh lalai ketika Sejarah membuktikan fakta kemunculan munculnya revolusi industri sebagai gambaran awal sistem kapitalisme di Inggris tahun 1770 yang menggantikan tenaga manusia dengan mesin-mesin industri yang berdampak pada semakin besarnya pengangguran hingga revolusi Perancis tahun 1789 yang awalnya ingin menumbangkan kekuasaan raja yang feodalistik, ternyata memunculkan hegemoni baru oleh kaum kapitalis. Semboyan Liberte-Egalite-Fraternite (kebebasan-persamaan-kebersamaan) yang akhirnya memunculkan Koperasi Praindustri.
Pun Revolusi Perancis dan perkembangan industri telah menimbulkan kemiskinan dan penderitaan bagi rakyat Perancis. Kelahiran koperasi yang didasari oleh adanya penindasan dan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat kalangan bawah (buruh) di dalam sistem kapitalisme yang berkembang pesat saat itu. ideologi sosialisme yang muncul sebagai reaksi dari kekurangan-kekurangan kapitalisme itu ternyata tidak mampu berbuat banyak untuk merubah keadaan saat itu,hingga Charles Forier, Louis Blanc, serta Ferdinand Lasalle, yang menyadari perlunya perbaikan nasib rakyat, para pengusaha kecil di Perancis berhasil membangun institusi bersama (koperasi) yang bergerak dibidang produksi.
 Didirikan di kota Rochdale, Inggris pada tahun 1844. Sebuah kesepakatan orang per orang yang notabene sekumpulan buruh pabrik untuk membentuk sebuah kerjasama ekonomi ini di pandang sukses. Perkumpulan yang berjudul Koperasi yang dipelopori oleh 28 anggota tersebut dapat bertahan dan sukses karena didasari oleh semangat kebersamaan dan kemauan untuk berusaha Dari pedoman koperasi di Rochdale inilah prinsip-prinsip pergerakan koperasi dibentuk.
Sifat-sifat jenuh, bosan dan rasa tidakpuas menyebabkan terjadinya perubahan sosial.Kejenuhan terhadap tatanan sosial akan menimbulkan upaya meningkatkan tatanan sosial yang lebih baik, kebosanan terhadap perilaku sosial tertentu akanmenimbulkan upaya perbaikan perilaku sosial. Begitu pula adanya rasa tidak puas terhadap kaidah sosial akan menimbulkan pula upaya perbaikan kaidah sosial. Dengan demikian dapat dikatakan terjadinya perubahan sosial karena kejenuhan, kebosanan dan rasa tidak puas. (Horton, 1992).
Kita boleh berharap secara manual bahwa masyarakat suatu saat akan menjadi jenuh dan menginginkan sebuah perubahan, menyusuri lingkar tahapan kebudayaan yang menjejak kembali ke arah kearifan budaya lokal sebagai basisnya. Berbagai studi telah menampilkan sisi lain dari kapitalisme, keresahan atas hilangnya harkat kemanusiaan, terpuruknya nilai sosial, modal sebagai hitungan terbesar dan besarnya kesenjangan telah membuat beberapa kalangan menyerukan untuk back to the habbit, kembali sebagai makhluk sosial. Kerinduan akan budaya lokal yang mulai menggejala dalam skala kecil merupakan makna tersirat yang menjadi sebuah momentum gerakan koperasi. Penawaran nilai kebersamaan, pernghargaan nilai kemanusiaan seharusnya ditangkap gerakan koperasi untuk menjumput peluang, baik dari kalangan “tertindas” yang membutuhkan komunitas, maupun kalangan menengah yang membutuhkan infiltrasi sosial dalam kesehariannya.
Ditengah keringnya varian kemanusiaan dan lemahnya pengakuan manusia atas mesin produksi, Koperasi harus memampukan diri dengan kemegahan sosial dan pencitra kearifan budaya lokal melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Lihatlah bagaimana koperasi sangat menghormati harkat kemanusiaan, disini tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut. Secara sosial, koperasi telah menuangkan kemanfaatannya dalam 3 hal :

a)      Mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat damai dan tenteram.
b)      Mendorong terwujudnya aturan yang manusiawi yang dibangun tidak di atas hubungan hubungan kebendaan tetapi di atas rasa kekeluargaan.
c)      Mendidik anggota-anggotanya untuk memiliki semangat kerja sama dan semangat kekeluargaan.

Selain itu koperasi menawarkan Modal Sosial sebagai perekat yang memperkokoh jalinan hubungan antar anggota sebagai basis yang akan memperkuat kebersamaan dalam mencapai kepentingan dan tujuan ekonomi, sehingga penggunaan modal ekonomi akan efektif dan efisien, penguatan modal sosial akan menghilangkan trade off yang terjadi dalam organisasi koperasi sebagai sebuah organisasi sosio ekonomi. Bergabungnya anggota dalam koperasi bukan hanya karena kepentingan ekonomi yang sama semata saja, namun juga ada kesamaan dalam kepentingan sosial yang akan lebih merekatkan hubungan antar pribadi.
Dengan berbagai keunggulan di atas, tidak salah jika kita berbangga hati mengajukan Koperasi sebagai calon the next fighter untuk “menggulingkan” blocking power capitalism. Sebuah signal penyemangat supaya kesepakatan harus dibangun untuk membangun kebersamaan dan signal pemersatu antar koperasi di Indonesia, menjadikan koperasi sebagai sosok tangguh yang “Halal” bagi semua kalangan dan mampu survive di tengah gencarnya kebuasan sistem sosial yang mengepungnya.  Inilah sebuah obsesi sosial yang terbangun dari sistem kebersamaan dan terbangunnya gerakan ekonomi kerakyatan sebagai basisnya .........


Selasa, 06 Oktober 2015

Mungkinkah itu Koperasi ????



E.F. Schumacher (1978) berpendapat bahwa small is beautiful. John Naisbitt (1944) merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Menilik dari teori tersebut maka Indonesia perlu berbangga hati  karena Usaha kecil menengah merupakan kegiatan ekonomi yang mendominasi lebih dari 95% struktur perekonomian Indonesia. Sektor ini memiliki peran yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial politik. Fungsi ekonomi sektor ini antara lain menyediakan barang dan jasa bagi konsumen berdaya beli rendah hingga sedang; menyumbang lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi derta kontributif dalam menyumbang devisa Negara.
Kepercayaan terhadap usaha kecil tersebut sangat menggelitik yang kemudian menumbuhkan pertanyaan siapa saja usaha kecil tersebut :
  1. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria asset: 50 juta - 500 juta, kriteria Omzet: 300 juta - 2,5 Miliar rupiah
  2.  Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungiuntuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.
Realitasnya jika kita perbandingkan dengan kenyataan dan kita melihat beberapa perkembangan di lapangan maka akan sangat sulit kita mencoba memahami kenapa teori itu layak untuk dipertimbangkan mengingat beratnya persaingan yang ada di indonesia, beberapa kendala kerap menyertai berjalannya usaha kecil di indonesia yang secara umum berkutat di beberapa hal :

1. Kesulitan pemasaran
2. Keterbatasan finansial
3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
4. Masalah bahan baku
5. Keterbatasan teknologi
Di sisi lain harus menyadari juga bahwa usaha kecil di indonesia sangat jauh tertinggal dibandingkan negara lain, teknologi yang tradisional, manajerial yang apa adanya, sistem pemasaran tradisional dan hal lain yang mengisyaratkan ketertinggalan di semua aspek dibanding usaha menengah.
Bisakah usaha kecil menjadi tulang punggung alternatif masa depan perekonomian ??

Paradigma teori John Naisbitt coba dianalisa dalam konsep pengembangan ekonomi rakyat dalam tatanan praktis. Salah satunya adalah A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) yang menganalisis “usaha kecil” adalah sebuah sebagai konsep yang menggerakkan “ekonomi rakyat” maupun “ekonomi pertumbuhan”, sehingga “ekonomi rakyat” adalah “ekonomi pemerataan”. Dengan kata lain itu adalah sebuah konsep dimana terdapat sebuah sistem ekonomi  yang menjadi pemicunya. kita boleh berharap Sistem tersebut sudah dikenal di Indonesia yang memiliki basis sistem ekonomi kerakyatan yaitu koperasi, sebagai organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Keistimewaan koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat member laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut.
Jika kita mencermati kita akan melihat  beberapa keistimewaan koperasi tersebut ternyata merupakan cerminan dari “ekonomi rakyat” sebagaimana analisis A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) yang menjadikannya kandidat terkuat masa depan gerakan ekonomi kerakyatan. Dan tentu saja sebagai gerakan ekonomi kerakyatan maka tidak ada salahnya bagi kita untuk melihat koperasi sebagai masa depan perekonomian Indonesia, ditambah dengan basis pertumbuhan peranan usaha kecil menengah yang menggenggam peranan di atas 75% koperasi mempunyai potensi strategis untuk menggerakkan akonomi kerakyatan dengan melakukan sinergi dengan usaha kecil dan menengah di Indonesia.
Jika kemudian benar yang dimaksud teori ekonomi kerakyata di atas adalah koperasi tentu saja sebelum memainkan perannya keluar area, Koperasi harus melakukan revolusi perbaikan internalnya sehingga dipandang layak sebagai pemersatu gerakan usaha kecil dan menengah, dimulai
  •  Melakukan perbaikan internal dan meminimalisir potensi konflik internal yang selama ini menjadi penyebab keterpurukan koperasi
  • Pembenahan sistem manajerial yang terkonsep dengan target pemberdayaan anggota untuk melakukan ekspansi keluar sebagai upaya persiapan memasuki persaingan pasar global
  • Melakukan kerjasama dengan pihak eksternal, perluasan jaringan dan pendataan strategis peta ekonomi global, mempelajari pemain lain dan berbagain perannya
  • Penempatan kader dan anggota koperasi untuk mendapatkan peran strategis dalam pemberdayaan jaringan
  • Mempersiapkan mental, etos kerja profesional dan pemahaman religius demi terciptanya kepercayaan 

Setelah beberapa hal di atas paling tidak memastikan bahwa koperasi layak untuk dipertimbangan sebagai leader, maka selanjutnya adalah melakukan kerja sama dengan usaha kecil dan menengah untuk selanjutnya mempersiapkan rancang bangun dalam upaya memperbaiki beberapa kesulitan dan kelemahan mereka, disini koperasi tidak bertindak sebagai pemegang kekuasaan tetapi lebih bertindak sebagai mitra yang menyediakan energi positif untuk membantu usaha kecil dan menengah memperbaiki kelemahan dan kekurangannya dalam peranannya sebagai penggerak ekonomi rakyat.
Beberapa peran yang bisa dilakukan koperasi :
  1.  Sebagai mediator UKM dengan pihak pemerintah untuk mengurai benang kusut permasalahan terkait dengan perijinan, persyaratan administrasi dsb.
  2. Sebagai fasilitator UKM dengan pihak terkait, menjembatani berbagai kesulitan pemasaran, penyediaan pasar yang selama ini menghantui UKM
  3. Menjadi media training, pelatihan dan pembinaan SDM sebagai amunisi UKM dalam mewujudkan sistem manajerial yang profesional
  4. Menjadi titik temu yang memungkinkan UKM mempermudah alur produksi dari mulai penyediaan bahan baku  sehingga menjaga konsistensi produktivitas UKM sampai sistem pemasaran terpadu yang memungkinkan UKM melakukan sinbergi lebih luas dengan berbagai lini masyarakat.
  5. Melakukan pembinaan, training, pelatihan reorientasi dan up grading teknologi sehingga UKM menjadi familier dengan perkembangan dan menjadi lini usaha kecil berbasis teknologi yang layak diperhitungkan.



Permainan peran tersebut akan menjadikan koperasi sebagai pemain cerdas dengan tidak menjadi musuh UKM atau institusi lain tetapi memerankan fungsi pemberdayaan dengan memadukan beberapa kombinasi peran yang akhirnya Menurut Indra Ismawan (2001), pada gilirannya koperasi akan memadukan istilah the bigger is better dengan small is beautiful.

Rabu, 30 September 2015

Sang Koperasi & Ironi "Soko Guru Perekonomian"


Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis
Soko Guru mempunyai arti Tiang Penyangga/Utama

Jadi secara sederhana jika kita memaknai hakekat peran besar koperasi sebagai badan usaha yang paling tepat untuk menghimpun kekuatan ekonomi rakyat sehingga tergabung menjadi sebuah kekuatan besar perekonomian Indonesia. Sebagai acuan dasar dari pola pembangunan dan kerangka sistem ekonomi, sebagai “Kitab suci” perhelatan pakar Intelektualism ekonomi dan sebagainya yang mengacu pada Koperasi sebagai Sentral dari segalanya. Posisi tersebut menjadi semakin legitimate dengan UUD Pasal 33 yang secara tegas memandang koperasi sebagai soko guru Pasal 4 UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Seharusnya hal itu cukup untuk menjadi landasan hukum dan politis untuk “memaksakan” semua fihak untuk menjadikan Koperasi sebagai Dewa Ekonomi Nasional.
Jika kemudian sampai hari ini kita hanya bisa melihat onggokan ideologis koperasi tercecer di tepian pemikiran sebagian kecil pemerhati dan pemeduli koperasi, diamalkan oleh segelintir rakyat miskin dan tidak berdaya, didengungkan oleh pihak2 yang berkepentingan “hanya diagungkan” sebagai alat loncat untuk kepentingan sendiri, maka akan terlalu banyak bank soal pertanyaan yang harus diselesaikan.

Kenyataannya timbul kekhawatiran komunal bahwa kita sekarang tidak berani bicara kepada masyarakat Indonesia, kaum Borjuis, Politisi dan para kapitalis bahwa inilah soko guru ekonomi kita, koperasi kita kalah dengan semua itu, jangan harap kita bermimpi untuk menjadi rival utama kaum kapitalis. Harusnya para kapitalis bisa kompromi dengan koperasi, sama seperti di Eropa dan Amerika.
Di Eropa dan Amerika sana bisa, kenapa di sini tidak bisa? 


  • Di Eropa koperasi tumbuh terutama melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Di perdagangan ritel, koperasi-koperasi konsumsi merupakan pionir dari penciptaan rantai perdagangan ritel modern (Furlough dan Strikwerda, 1999). Di sektor perbankan di negara-negara seperti Perancis, Austria, Finlandia dan Siprus, menurut data ICA (1998a), pangsa pasar dari bank-bank koperasi mencapai sekitar 1/3 dari total bank yang ada.
  • Di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi soko guru perekonomian dan mempunyai suatu sejarah yang sangat panjang. 
  • Di Norwegia, 1 dari 3 orang (atau 1,5 juta dari jumlah populasi 4,5 juta orang) adalah anggota koperasi. Koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 99% dari produksi susu; koperasi-koperasi konsumen memegang 25% dari pasar; koperasi-koperasi perikanan bertanggung jawab untuk 8,7% dari jumlah ekspor ikan; dan koperasi-koperasi kehutanan bertanggung jawab untuk 76% dari produksi kayu. 
  • Di Finlandia, koperasi S-Group punya 1.468.572 anggota yang mewakili 62% dari jumlah rumah tangga di negara tersebut. Grup-grup koperasi dari Pellervo bertanggung jawab untuk 74% dari produk-produk daging, 96% dari produk-produk susu, 50% dari produksi telor, 34% dari produk-produk kehutanan, dan menangani sekitar 34,2% dari jumlah deposito di bank-bank di negara tersebut. Pada tahun 1995, dua koperasinya yang masuk di dalam 20 koperasi pertanian terbesar di Uni Eropa (UE) adalah Metsaliitto (kayu) dengan penghasilan 3.133 juta ecu dengan 117.783 anggota, dan Valio (produk-produk susu) dengan penghasilan 1.397 juta ecu, 47 anggota dan 5.101 pekerja. Di Denmark koperasi-koperasi konsumen meguasai pasar 37% 
  • Di Jerman, sekitar 20 juta orang (atau 1 dari 4 orang) adalah anggota koperasi, dan koperasi yang jumlahnya mencapai 8106 unit telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian negara tersebut, diantaranya menciptakan kesempatan kerja untuk 440 ribu orang
  • Di Inggris, diperkirakan sekitar 9,8 juta orang adalah anggota koperasi, dan pertanian merupakan sektor di mana peran koperasi sangat besar. Sektor lainnya adalah pariwisata.
  • Di Perancis jumlah koperasi tercatat sebanyak 21 ribu unit yang memberi pekerjaan kepada 700 ribu orang, sedangkan di Italia terdapat 70400 koperasi yang mengerjakan hampir 1 juta orang.
  • Belanda, walaupun negaranya sangat kecil, tetapi koperasinya sangat maju. Salah satu adalah Rabo Bank milik koperasi yang adalah bank ketiga terbesar dan konon bank ke 13 terbesar di dunia. 
  • Di Hongaria, koperasi-koperasi konsumen bertanggung jawab terhadap 14,4% dari makanan nasional dan penjualan-penjualan eceran umum pada tahun 2004. Di Polandia, koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 75% dari produksi susu di dalam negeri. Di Slovenia, koperasi-koperasi pertanian bertanggung jawab untuk 72% dari produksi susu, 79% dari sapi, 45% dari gandum, dan 77% dari produksi kentang. Di Slovakia, terdapat lebih dari 700 koperasi yang mengerjakan hampir 75 ribu orang.
Di Indonesia Koperasi belum menjadi apa apa....Koperasi menjadi aktor dalam beberapa kasus penggelapan, penipuan dana nasabah, menjadi kekuatan besar secara teori dan minim kontribusi dalam perekonomian Indonesia. 
Apakah faktor Pendidikan Anggota yang masih kurang, pemahaman koperasi yang harus dimasifkan, atau faktor X yang bisa menyulap koperasi menjadi lebih disegani. Hal itu belum bisa dijadikan acuan untuk menjawab pertanyaan “Kenapa??”
Secara teori kita bisa mencari jawaban pertanyaan tersebut dalam 2 skala faktor sebagai kambing hitamnya :
  • Faktor internal
        - Anggota
        - Pengurus
        - Pengawas
  • Faktor Eksternal
        - Persaingan
        - Pengembangan Program
        - Iklim dunia Usaha
        - Pemahaman Koperasi Masyarakat
        - Perubahan Iklim Politis

Faktor penyebab di atas jika masing masing bagiannya dikembangkan adalah rangkuman dari banyaknya analisa, logika dan Sudah terlalu banyak orang pintar yang mencoba menganalisa penyebab Keterpurukan Koperasi, baik dari segi ideologis, Politis, Epistimologis dsb yang membuat kita bertambah bingung sebenarnya apa yang terjadi dengan koperasi. Di sini kita tidak akan menjadi orang pintar tetapi akan membuat beberapa pertanyaan sederhana sebagai indikator tidak resmi atas pertanyaan mengenai Koperasi.
Mari kita coba menjawab beberapa pertanyaan ini :

  1. Apakah koperasi sekarang dibentuk dengan kesadaran calon anggotanya ???
  2. Apakah Anggota mempunyai kedaulatan yang lebih tinggi dalam keputusan strategis Koperasi dalam kesehariannya ???
  3. Apakah manajemen Koperasi lebih suka bergerak atas nama team koperasi, dibandingkan atas nama Individu  ???
  4. Apakah Anggota merasa puas dalam Berkoperasi ???
  5. Sudahkan terjadi pemerataan distribusi dan sumber daya di kalangan Anggota Koperasi ???
  6. Apakah Koperasi mempunyai target utama penambahan besaran SHU dari waktu ke waktu dibandingkan target peningkatan kualitas dan Pendidikan anggota  ???
  7. Apakah Manajemen Koperasi sudah cukup bangga dengan banyaknya unit Usaha yang dikelola Koperasi, dengan semakin banyaknya penambahan usaha secara kuantitas ???
  8. Apakah Koperasi menempatkan faktor eksternal sebagai kambing hitam keterpurukan koperasi ???
  9. Apakah Koperasi mengharapkan banyak kontribusi dari pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang melegitimasi Koperasi ???
  10. Apakah Koperasi menyalahkan masyarakat karena lebih tertarik dengan Unit Usaha Kapitalis dibandingkan dengan Koperasi ???
Mungkin jika pertanyaan ini masih relevan dengan kondisi perkoperasian kita, jika point 1-5 kita mendapatkan realita jawaban “tidak” dan 6-10 kita lebih banyak menjawab “ya” maka jangan mengharapkan Koperasi menjadi Keren dan berkembang sebagai institusi ekonomi yang “mencerdaskan”, bahkan bukan tidak mungkin Koperasi hanya tinggal nama beberapa tahun mendatang...



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons