Read more: http://matsspensix.blogspot.com/2012/03/cara-membuat-judul-pada-blog-bergerak.html#ixzz274NKvLCo

Sabtu, 28 Mei 2016

Bedah buku “Ketika Orang Kecil Takut ke Bank”

Jum’at, 27 Mei 2016, bertempat di CU Cikalmas Bedah buku “Ketika Orang Kecil Takut ke Bank” diselenggarakan, sekaligus menjadi ajang Kopi Darat grup WA Ekonomi-Koperasi Banyumas. Selain  peserta dari berbagai unsur : KPRI Neu, Kpri Sehat, Argo Mulyo Jati, BMT Mentari, Perwakilan STAIN, acara yang dimoderatori Direktur Kopkun Institute ini juga menghadirkan sang penulis buku dan tokoh CU Cikalmas Purwokerto sebagai pembicara.
Buku yang sukses merebut hati penggiat koperasi tersebut secara umum berisi kumpulan  catatan proses perjalanan Credit Union atau CU di Kalimantan. Tentang “spirit” berkoperasi  yang sukses menggerakan perekonomian rakyat yang terbukti mumpuni dalam membantu upaya keterpurukan masyarakat di Kalimantan Barat khususnya dan Kalimantan umumnya untuk dapat hidup layak.
Menariknya Prima Sulistya sebagai penulis buku awalnya adalah orang yang awam koperasi. Proses dialektikanya dengan beberapa tokoh muda koperasi disertai semangat pembelajaran yang tinggi membuatnya menjadi antusias untuk memahami perkoperasian. Lambat laun terbangun  kesadaran berkoperasi dan sekaligus merefleksikannya dalam berbagai aktivitas, yang salah satunya terangkum dalam sebuah buku.
Dari dialog sederhana mengenai buku yang dulu berjudul “Berjuang Menolong Diri Sendiri” memicu lahirnya inspirasi khususnya dari beberapa perwakilan koperasi. Yang akhirnya memunculkan ide meredefinisi prinsip pendidikan dan pendekatan anggota CU diaplikasikan dalam konsep pendidikan koperasi. Harapannya adalah terbangunnya blue print  karakter SDM koperasi, sebagai solusi untuk mengembalikan khitah koperasi (bring back co-op) yang benar benar konsen dalam pembangunan manusia dan kemanusiaan.

Beberapa hal yang menjadi kesepakatan adalah adanya pertemuan pertemuan lain di tempat yang berbeda sebagai proses pembelajaran bersama. Kesadaran bahwa pendidikan anggota menjadi tolak ukuran kemajuan sebuah organisasi, selain kesabaran dalam membangun mimpi. Yang  tidak kalah menariknya adalah celetukan penggiat dan tokoh CU Cikalmas Purwokerto, Damar Sasongko di akhir dialogBerkoperasi jangan sendirian, harus banyak teman....”

Minggu, 15 Mei 2016

Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Fasilitator dan Pendamping KUKM

Hari Jum’at – Sabtu, 13-14 Mei 2016 Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Fasilitator  dan Pendamping KUKM diselenggarakan. Kegiatan yang merupakan kerjasama Kementrian  Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Dinas Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan menengah) Provinsi jawa Tengah diikuti sekitar 120 peserta dari pelaku UMKM, Fasilitator, Koperasi  dan perwakilan akademisi bertempat di Hotel Siliwangi Semarang, Jawa Tengah. 
Selain sebagai tindaklanjut surat Asisten Deputi  Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementrian Koperasi dan UKM RI kegiatan ini sekaligus sebagai upaya peningkatan kualitas SDM Pendamping dan Fasilitator.  Output pelatihan diharapkan bisa memberi bekal baik secara teknis maupun pengetahuan lain dalam persiapan memfasilitasi keberadaan UMKM baik secara teknis maupun sistematis, sehingga UMKM benar-benar merasakan manfaat positif dengan kehadiran Pendamping dan Fasilitator.
Kecilnya intensitas Pembinaan dan Pendampingan UMKM (atas nama perorangan maupun lembaga) yang baru sekitar 108,9 ribu dari 6 juta lebih pelaku UMKM di Jawa Tengah menjadi catatan Dinas Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan menengah) Provinsi jawa Tengah.  Oleh karena itu untuk target tahun 2016, 60% program pengembangan dikonsentrasikan ke arah ketrampilan terutama ditujukan ke daerah miskin, dengan total target pembinaan 750 orang, demikian disampaikan  dengan Dinas Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan menengah) Provinsi jawa Tengah dalam sambutannya yang sekaligus membuka secara resmi jalannya pelatihan. 
Selama 2 hari peserta diberikan pengetahuan mengenai Manajemen Keuangan, Pemasaran dan Proses Pendampingan dan Fasilitator. Materi Pelatihan tersebut diharapkan mampu menjadikan sosok Fasilitator dan Pendamping yang mampu memaksimalkan nilai yang dimiliki atau bahkan bisa memberikan nilai tambah terhadap asset yang dimiliki perusahaan/UMKM, mengarahkan supaya produk UMKM dapat bersaing dengan kompetitor yang semakin beragam sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan UMKM. 

Petunjuk teknis Pendampingan tentang bagaimana Pengumpulan Data, pemetaan, analisis & Action Plan serta Progress Report  yang dilengkapi juga pelatihan (diskusi kelompok) teknis proses pendampingan menjadi materi terakhir yang sekaligus menjadi materi terakhir sebelum Pelatihan ditutup. Sebelum masing-masing kembali ke tempat asal, peserta membuat Grup “PendampingUKM.Slwgi.2016”. selain Sebagai wahana bertukar informasi UMKM, keberadaan grup diharapkan tetap bisa menjaga ikatan persaudaraan dan komunikasi antar peserta Pelatihan yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah.

Sabtu, 14 Mei 2016

Ensiklopedia Pak Sopir, antara Visi Hidup dan Merawat Harapan


Apakah anda termasuk orang tua yang menganjurkan anaknya rajin kuliah, menggapai nilai tinggi dan cepat merampungkan pendidikan??  Jika iya tidak ada salahnya kita belajar pada orang ini. Baginya kuliah dan nilai hanya sebatas status, hanya untuk menggugurkan kewajiban perkuliahan. sosok mahasiswa tidak sekedar hanya “cerdas” tetapi juga harus “bejo”. Dan itu hanya dapat diperoleh dengan bersosialisasi dan belajar kehidupan melalui kegiatan kemahasiswaan dan organisasi demi masa depan yang lebih baik.

Itu bukan opini dari seorang seorang pejabat, atau mantan aktivis ataupun seorang berpendidikan tinggi. Ini adalah sebagian dari pemikiran cerdas dan sederhana dari seorang sopir yang sederhana dan berpendidikan seadanya.

Pengalaman menarik ini saya dapatkan secara tidak sengaja. Bermula dari kejenuhan rute 6 jam Semarang - Purwokerto. Perjalanan panjang yang mengharuskan saya terjebak dalam kotak sempit beroda 4 ditemani bisingnya suara mesin berbahan bakar solar. Kaki yang bergerak monoton, serba salah dan serba terbatas. Itu belum termasuk hawa panas, gerah sumpek.

Benar2 situasi dalam sebuah travel yang jauh dari rasa nyaman. Celakanya saya tidak duduk di tengah atau di bagian belakang yang memungkinkan untuk melupakan semuanya denganmenenggelamkan diri dalam pulasnya tidur, tetapi saya terdampar di sebelah sopir. Posisi yang kurang menguntungkan, dengan ruang gerak yang lebih terbatas, sama sekali bukan tempat yang nyaman untuk sekedar memejamkan mata.

Kulirik sekilas sang sopir, seorang lelaki tengah baya berkumis dan berjanggut seperti layaknya sopir kebanyakan, sama sekali tidak mencerminkan teman ngobrol yang menarik. Sosok yang tidak bisa dikatakan rapi, asyik melihat ke depan, sembari menikmati sebatang rokok yang menempel di mulutnya. Sesekali tangannya meraih handphone bututnya dan menghubungi rekan sopir lainnya untuk sekedar basa basi bertanya kondisi jalan demi mengusir kantuk.

"Sudah lama menjadi sopir travel pak" kataku iseng mencoba memecah kesunyian. Sosok yang sedang serius mencermati jalanan tampak menoleh. Seketika raut bosanya memudar berganti dengan gestur antusias. Bahkan tidak sekedar hanya jawaban singkat yang meluncur dari mulutnya, rentetan kisah lainpun ikut menyeruak menghangatkan suasana.

"Yang membuat jaringan system di Unsoed (perguruan negeri di Purwokerto) itu anak saya, dia  bersama temannya " celotehnya. "Wah keren nih" bisikku dalam hati.

Selanjutnya sopir travel yang mempunyai 4 anak tersebut bercerita 2 jagoannya yg bergelar S1. Anak pertama menyelesaikan pendidikan di Fisip Unsoed (Universitas Jenderal Soedirman), sedangkan anak kedua Jurusan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Opini p Andri tentang Tentang dunia mahasiswa sangat mengejutkan, beliau menegaskan bahwa hanya sekedar kuliah saja tidak cukup, mereka harus aktif dalam kegiatan lainnya. Tentu saja itu bukan sekedar pembicaraan pemanis mulut saja. Anak anaknya yang mantan aktivis Ketua Himpunan Mahasiswa Islam dan aktivis Mahasiswa Pecinta Alam buktinya, dan itu sungguh membuatnya bangga.

Dari jaringan pertemanan dan organisasi anaknya yang mantan HMI bisa menjadi guru di SD Annida (salah satu institusi pendidikan ternama di purwokertoa). Sedangkan Planet (nama panggilan anaknya di Mapala) sukses menjadi teknisi dan bersama teman temannya mendirikan PT kecil yang bergerak di bidang IT.

Bosan dan kantuk seketika hilang seiring cerita dari laki laki yang tinggal di sekitar Penatusan, Purwokerto. Anak ketiga dan keempat kalau kuliahpun akan didorong menjadi seorang aktivis. " Sering saya sering tekankan pada anak anak harus kuliah, aktif berorganisasi, jangan hanya menjadi anggota.... tanggung, jadilah pengurus, atau Ketua sebuah organisasi" demikian prinsip yang ditanamkan pada anak anaknya. Selanjutnya bisa ditebak obrolan tetap mengalir, dengan topik seadanya, sekenanya dan gaya bahasa sederhana tetapi tetap punya “rasa”. Celetukan dan cerita ringan yang sukses merubah mindset travel sumpek menjadi sebuah diskusi kehidupan yang tidak membosankan.

Benar benar hari yang menarik dengan perjalanan yang luar biasa, berkenalan dengan seorang sosok kalangan marginal yang bervisi jauh. Seorang sopir travel yang tidak hanya berbicara bagaimana mempertahankan hidup tetapi berbicara tentang merawat semangat dan harapan.
Mungkin lain kali saya bertemu sosok seperti ini lagi, dan saya pasti akan menunggu dan belajar dari pemikiran pemikiran cerdasnya.....


Jumat, 29 April 2016

Ngga Bisa Nulis??? Tenang...Rika ora Dewekan

Menulis adalah suatu kemewahan, langka dan limited edition.  Nyatanya memang tidak banyak orang yang suka menulis. Bagaimana pendapat Anda ????  

Lupakan dulu pernyataan diatas. Marilah kita coba bertanya kepada teman atau kita sendiri, "berapa kali dalam sehari kita menulis???" mungkin hanya Tuhan yang tahu jawabnya...  Lain halnya jika kita bertanya "Berapa kali dalam sehari kita update status di medsos?" di zaman sekarang saya berani bertaruh hanya nol koma sepersekian persen yang menjawab tidak pernah, atau hanya sekali.

Menulis nampaknya memang belum dianggap sesuatu yang populis bahkan tergolong budaya langka. Kalaupun ditanyakan mengapa, sebagian besar akan mengaku tidak bisa menulis.
Aneh saja karena disisi lain kita terbiasa dengan meng-Update status (yang mungkin telah menjadi bagian dari gaya hidup kita). Bayangkan saja mulai bangun tidur, mau makan, patah hati, jalanan macet, bahkan (maaf) mau p** saja kita di medsos.

Kabar baiknya hal itu tidak lantas menjadikan kita lebih maju dalam budaya menulis.  Masih sering kita mendengar celetukan dari teman bahwa Menulis itu Susah, Bingung mau nulis apa. Atau bahkan Anda sendiri yang berfikir seperti itu.

Pemikiran yang salah??? Menurut saya sah sah saja. Maksud saya tidak salah dan anda tidak sendirian. Negara kita memang masih minim dalam hal menulis. Data percetakan buku menunjukkan dalam setahun hanya ada 8.000 buku yang diterbitkan di Indonesia, bandingkan dengan jumlah penduduk yang terdiri lebih dari 225 juta jiwa.

Atau mari kita salahkan saja historis bangsa indonesia yang mempunyai budaya suka bertutur, bercerita dari mulut ke mulut. Sehingga kita tidak terlahir sebagai makhluk yang gemar menulis.
Jangankan menulis, besarnya budaya membaca masih jauh dari kata memuaskan. Kita bisa lihat dari penelitian UNESCO bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca.
Jadi jika minat baca saja minim, bisa dibayangkan sebesar apa minat menulis di kalangan orang Indonesia. Artinya kita bukan satu satunya di Indonesia yang phobia menulis atau bahasa Banyumasnya "Rika ora dewekan". Ya memang beginilah Indonesia kita tercinta ini.
Bagaimana jika kemudian kita bukan termasuk orang Indonesia kebanyakan dan penasaran ingin belajar menulis??

Gertrude Stein pernah menulis, "Menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis." Yang mungkin maksudnya  adalah bahwa menulis itu ya soal menulis, dari awal sampai akhir. Bahwa menulis adalah menulis. Pokoknya menulis. Bagaimana mulai menulis? Menulis. Bagaimana untuk dapat terus menulis? Ya terus menulis atau bahasa kerennya just write.

Hal yang sama berlaku bagi penulis pemula, memperbanyak tulisan akan memperbesar kemampuan menulis kita. Padahal tak sedikit orang ingin tulisannya langsung hebat dalam tulisan pertama sehingga pembaca kagum dan berkomentar "Wow".

Yang harus kita sadari bahwa tulisan yang bagus butuh proses berulang kali. Perulangan tersebutlah yang akan melatih kita menuju kesempurnaan hasil. Tidak jarang kita penasaran dan mencoba menulis. Setelah selesai ternyata hasilnya tidak sesuai harapan. Mungkin tulisannya jelek, tidak beraturan, bikin pusing, atau terlihat konyol. Kemudian kita malas dan tidak menulis lagi.
Tak mengapa, semuanya pernah mengalami hal itu. Mungkin pada tulisan yang kesekian tulisan kita baru terlihat bagus. Menulislah terus, biar saja jelek toh kita masih belajar.

Cuekin saja apa kata orang yang penting kita nulis, tulis apa saja, sesuka kita, semau kita. Jangan terpancing tulisan harus puitis, harus ilmiah, harus panjang, dan aturan lain yang membuat illfeel.
Tapi jangan lupa, untuk memperkaya seni menulis dan materi tulisan kita juga harus membaca. Kalaupun kita sangat sibuk untuk membaca, buka mata dan telinga lebar lebar, memperbanyak melihat kejadian dan mendengar berita. Semakin banyak wawasan berbanding lurus dengan kemahiran menulis. Idealnya sih kita harus banyak membaca dann berdiskusi supaya lihai dan cerdas memilah kalimat.


Menulislah layaknya kita update status, atau mungkin seperti kita menulis diary. Tulis apa saja, kapan saja, dan dimana saja kita mau. Yakin saja suatu saat tulisan kita bagus, sampai akhirnya kita PD untuk berkata "Ini lho tulisan Gw.....

Selasa, 26 April 2016

Mengungkap Liarnya "Ide-ide Gila" Grup Ikatan Alumni UMP

Mahasiswa merupakan produk akhir Institusi Perusahaan Pendidikan, proses final yang secara struktur memutuskan ikatan emosional “Industrial” pelaku industri Pendidikan.
Berakhirnya masa pembelajaran sekaligus melahirkan sosok baru yang lazim disebut "Alumni". Dalam kesehariannya alumni tidak bisa lepas dari almamaternya. Embel2 tersebut terikat seumur hidup dalam wujud gelar akademik. Itulah muasal lahirnya ikatan emosional yang sangat kuat bagi alumni.

Ikatan mata rantai emosional alumni mempunyai tersebut menghasilkan posisi tawar unik dan strategis yang menghubungkan Institusi Perguruan Tinggi dengan masyarakat. Meskipun mereka tidak lagi merupakan bagian aktif dalam proses pendidikan di Perguruan Tinggi, namun pengalaman mereka selama menjadi mahasiswa dan ikatan batin serta rasa memiliki mereka yang kuat terhadap almamater.

Sayangnya tidak semua melihat dengan sudut senada. Tidak jarang institusi pendidikan terlalu fokus pada  peningkatan mutu pendidikan sehingga tidak sadar telah abai akan alumninya.

Kegelisahan sejenis itulah yang mungkin terjadi pada sekelompok alumni Universitas Muhammadiyah Purwokerto atau yang sering disingkat UMP. Yang memaksa mereka untuk "turun gunung" melintas usia dan skala geografis lewat sebuah ajang diskursus kontemplatif.
Tergabungnya sekelompok sosok aneh dalam sebuah lingkar diskusi seakan menguak kembali telaah kritis yang sekian lama terkubur.

Tapi jangan dulu membayangkan diskusi di ruang pertemuan mewah dengan segala fasilitas. Ini hanya diskusi dalam sebuah grup BBM sederhana, yang disulap menjadi "UKM" dimana kami dulu berkumpul bersama. Tempat yang menjadi sorga bagi para "aktivis". Ya... itulah julukan sekelompok mahasiswa ini, penghuni grup BBM kecil yang hanya beranggotakan 20 peserta.

Dan jangan pula membayangkan diskusi berlangsung santun, Anda tidak boleh lupa bahwa peserta diskusi adalah mantan "orang gila" UMP pada masanya. Walaupun hanya  mantan aktivis yang mungkin mulai berumur, aura “kekejaman dan kebrutalan ide” tetap terjaga.

Segala kemewahan dari liarnya pemikiran yang senantiasa bergejolak masih tertata rapi. Mantan Sekjend Dewan Mahasiswa, aktivis Fak. Bahasa Inggris yang saat ini sedang mengejar S2 di negeri China didaulat menjadi jenderalnya. Sosok sukses dibalik sebuah institusi perbankan syariah yang berdedikasi tinggi didapuk menjadi wakil tokoh nomor 2 kelompok ini. Tokoh Fakultas Ekonomi UMP yang juga mantan aktivis Kopma Lebah yang disegani pada zamannya.

Kehadiran Tokoh pers Banyumas yang sekarang merintis Satelite TV, mantan tokoh Persma UMP dan senior Kopma yang  konsen dalam marketing perusahaan gas LPG yang kehadirannya mewarnai dengan celetukan cerdasnya. Dan tentu saja penghuni lain yang dulunya berkecimpung dalam wadah aktivis berbagai UKM berkumpul disini.

Menengok para penghuni grup, wajar saja jika sebuah irisan2 kegelisahann selalu diramu dan diterjemahkan ke dalam proyek penggalian ide dan wacana.
Tekad menjadikan Ikatan Alumni menjadi institusi yang diperhitungkan, menjadi lahan eksistensi yang tak kunjung rampung.

Kegelisahan demi kegelisahan yang terus mengalir dikemas dalam perdebatan santun ala aktivis. Komunitas kecil ini sukses mengobati kerinduan akan kebuasan Unit Kegiatan Mahasiswa yang penuh lontaran ide gila tak bertakar.


Memang belum ada kata putus dalam membangun konsep ikatan alumni ideal. Namun setidaknya "singa tua" yang pernah mengenyam kerasnya kehidupan aktivis mahasiswa tetap membuktikan bahwa gairah itu tetap ada. 
Gairah untuk berkarya, bertukar ide, dalam cita rasa yang elegan namun tetap bernuansa kritis dan dinamis.

Sabtu, 23 April 2016

Belajar Kebersamaan dari Team CS MPS Padamara

Anggapan sebagian orang bahwa dibutuhkan ongkos mahal untuk sebuah kebersamaan tidak berlaku bagi team CS MPS Padamara, Purbalingga.
Hari Minggu, 24 April 2016 team yang beranggotakan mayoritas laki2  menunjukkan dengan karya sederhana.
Bertempat di Perum Abdi Negara Permai Bojanegara perwujudan dari agenda bersama bertajuk “Masak Bareng” dilaksanakan. Berbagi tugas direncanakan dengan rapi, mulai proses belanja bahan, bumbu dan kelengkapan lain. Semua tugas dikontribusikan sesuai dengan kemampuan anggota team.
Tangan2 kekar dan maskulin tidak canggung mengiris bawang, membuat bumbu dan menggoreng tempe. Tidak ada stigma gender, semua kompak melaksanakan tugasnya masing2.

Prosesi yang dimulai pukul 09.00 akhirnya kelar pas jam makan siang. Sedapnya aroma rica2 dipadu oseng kangkung, tempe goreng yang dilengkapi dengan irisan semangka dan es teh menghiasi rumah kecil yang terletak di gang Gatotkaca IV Perum Bojanegara Purbalingga tersebut.

Akhirnya tibalah saatnya makan bersama. Satu persatu racikan hasil karya sendiri  disajikan. Team CS berjajar rapi memenuhi ruang tamu yang disulap menjadi ruang makan sederhana. Disertai tawa canda makan bersama dihelat dengan khidmat. Khidmat yang natural, yang tetap mencirikan eleganitas team lapangan.

Mungkin mereka tidak menyajikan sesuatu yang rumit. Mereka hanya meluangkan waktunya untuk melakukan aktivitas bersama. Tetapi tidak menghalangi team CS untuk tetap gembira dan menikmati kegiatan tersebut.


Sebersit pesan inspiratif bisa dipelajari dari mereka. Bahwa semangat kekompakan team bisa terbangun bahkan dalam ragam aktivitas yang simple dan sederhana. Kenyataanya untuk menjadi team yang luar biasa tidak dibutuhkan hal yang mahal dan hebat. Cukup dengan merelakan waktu bersama, tertawa bersama dan duduk bersama. Sesederhana itu...yang kadang sangat sulit untuk kita diwujudkan. 

Minggu, 06 Maret 2016

Melesat dengan Menulis

Sejarah perjalanan umat manusia dimulai dari menulis dan titik akhir tertinggi peradaban tertinggi manusia adalah tulisan. Dalam perkembangannya Cetak Biru peradaban manusia merupakan pergeseran dari  opus manuale (kerja kasar) ke opus spirtuale (kerja halus). Sementara itu Transformasi Oral Culture atau budaya lisan menjadi Creat Culture menjadikan tatanan masyarakat statis menjadi lebih dinamis.

Tulisan bisa menjadi sebuah realitas karena ia dapat berisi fakta, melalui tulisan keberlangsungan generasi tetap terjaga. Tradisi tulis-menulislah yang menjadi penyempurna tumbuh-kembangnya peradaban. Tak heran jika tulis-menulis menjadi nilai ukur dan ciri khas negara maju.

Sayangnya Indonesia belum masuk sebagai negara society writing atau masyarakat yang gemar menulis. Boleh jadi karena sejak dulu bangsa ini lebih lekat dengan tradisi bercerita daripada tulis-menulis. Kita ingat banyak kisah atau cerita diturunkan antar generasi lewat lisan.

Data Scientific American Survey tahun 1994 menunjukkan kontribusi Indonesia pada pengetahuan, sains dan teknologi hanya 0,012 persen. Fakta itu seolah membenarkan bahwa karya ilmiah mahasiswa Indonesia yang diterima di ranah Internasional sangat sedikit.

Dalam sebuah workshop di UGM, Prof. Dr. Mudasir, M.Eng mengatakan rendahnya minat menulis disebabkan beberapa hal. Selain  karena tidak mengetahui bagaimana cara menulis ilmiah dengan baik, faktor lain salah satunya rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.

Kegiatan membaca dan menulis saling terkait dan mempengaruhi. Membaca merupakan referensi untuk menulis. Seseorang tidak bisa menulis bila tak suka membaca, karena kedua kegiatan itu sejatinya saling beriringan
Bangsa Indonesia bisa dibilang sangat malas membaca buku atau media cetak.  Hanya 1 dari 1.000 orang yang punya minat baca serius. Setidaknya itulah hasil penelitian UNESCO. 

Berdasarkan riset APJII (Asosiasi Penyelanggara Jasa Internet Indonesia) dan PUSKAKOM UI busana mencatatkan angka 71,6% dari seluruh produk yang dibeli secara online, kemudian disusul oleh kosmetik dengan angka 20%. Sementara jasa travel dan buku, memiliki persentase sebesar 9,7%.
Dengan kata lain, masyarakat Indonesia lebih suka belanja konsumtif ketimbang membeli buku.

Sebagai pembanding, sebutlah Jepang. Orang-orang Jepang selalu memanfaatkan waktu untuk membaca. Mereka membaca dimanapun: di halte, di bis, di kereta dan tempat lainnya. Tak mengherankan bila kini mereka melesat meski pernah porak poranda pasca tragedi Nagasaki-Hiroshima. Bandingkan dengan masyarakat Indonesia, kita lebih suka ngobrol atau nggosip, bermain gadget dan bahkan tidur. Sungguh ironis, bukan? []

Menulis Punya Banyak Keuntungan?

Profesor James W. Pennebaker, Ph.D., dalam bukunya The Healing Power of Expressing Emotions, mengatakan seseorang yang terbiasa menulis lebih bisa mengontrol, mengekspresikan emosi dan pikirannya. Alhasil seorang penulis akan jauh lebih tenang dalam menghadapi masalah.

Seorang penulis terbiasa menggali ide-ide kreatif dan karenanya banyak menggunakan otak kanan. Pada titik lain, penulis menggunakan otak kirinya saat: menyajikan data, menanalisa, dan membangun argumentasi. Sinergi otak kanan dan kiri akan berkembang secara seimbang dan meningkatkan kecerdasan emosional.

Saat menulis, seseorang meluapkan keresahannya dalam bentuk tulisan yang menginspirasi. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa menulis memiliki banyak manfaat positif. Menulis akan meningkatkan kreativitas, kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kepercayaan diri, dan kemampuan membaca.


Jika menulis menjadikan seseorang mencapai sesuatu hal yang tak pernah terbayangkan, tertarik untuk memulai menulis? []

Jumat, 04 Maret 2016

Being a Good Writer

Kamis tanggal 3 Maret 2016, Kopkun Institute menyelenggarakan pelatihan menulis di Koperasi Kampus Unsoed atau Kopkun 3 Teluk. Kegiatan ini merupakan penguatan dari rangkaian kelas Management Kopkun Institute. Sejumlah peserta dari berbagai lembaga mengikuti kegiatan yang dibimbing langsung oleh Direktur Kopkun Institute Firdaus putera, HC.
Firdaus Putera mengawali materi dengan menyebutkan beberapa perubahan yang mempengaruhi model penulisan, salah satunya adalah maraknya pemakaian media sosial. Hal itu menjadikan leburnya batasan formal dan informal, peningkatan tendensi satire, dan personalisasi tulisan.
“Tulislah semuanya tanpa koreksi sampai semua ide selesai tertulis, setelah itu baca ulang dan lakukan koreksi dan finishing tulisan. Untuk memperkaya ide & wacana banyaklah  membaca, melihat, mendengar dan pengalaman.” ungkap tokoh muda koperasi  Banyumas yang sekaligus menjabat Manager Organisasi di Kopkun tersebut.
Pemilihan judul yang menarik, menjadi dasar yang perlu diperhatikan oleh seorang penulis pemula. Selain itu hal dasar lainnya adalah alinea pertama (headline) harus merebut minat dan rasa penasaran pembaca. “Prinsip Keep it Short and Simple adalah suatu keharusan supaya pembaca mudah memahami isi tulisan kita,” katanya.  
Bagian penutup, atau bagian terakhir tulisan merupakan simpulan atau ringkasan pembahasan sebelumnya. “Don’t tell but describe, hindari pemakaian kata klise bijaksana, seharusnya, lebih baik yang terkesan menggurui pembaca.” lanjutnya.
Firdaus menyampaikan bahwa teknik dasar selanjutnya bahwa sebuah tulisan harus mengandung konsep What, Where, Who, When, Where dan How yang sering disingkat 5W+1H. “Hindari tulisan yang terkesan menggurui, terlalu general dan memberi harapan palsu.”paparnya.
Pembelajaran yang diselingi dengan tanya jawab dan canda ringan dilanjutkan dengan membahas beberapa tulisan peserta kegiatan. Koreksi dan evaluasi tulisan peserta dari masing-masing blog melengkapi kegiatan pembelajaran Menulis Kelas Manager Kopkun Institute yang berakhir di pukul 22.30 WIB.

“Menulis adalah penyampaian pesan dan kesan atau gaya tulisan, jangan terjebak klise dan penggunaan kata yang tidak perlu, perbanyak menulis,” kata Firdaus di ujung pertemuan.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons