M. Hatta dalam pidatonya tgl. 23 Agustus 1945 dg judul “Indonesia Aims
and Ideals”, mengatakan bahwa yang dikehendaki bangsa Indonesia adalah suatu
kemakmuran masyarakat yang berasaskan koperasi (what we Indonesias want to
bring into existence is a Cooperative Commonwealth). Semangat inilah yang
kemudian diharapkan membumikan koperasi tidak hanya memerankan fungsinya
sebagai sistem ekonomi semata tetapi juga berdiri sebagai sebuah sistem ekonomi
sosial yang “memberdayakan”.
Akan menjadi sebuah pertanyaan jika ternyata apa yang diharapkan M. Hatta
bahwa koperasi merupakan kehendak rakyat Indonesia untuk mewujudkan pranata
ekonomi ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Menjadi sebuah fakta ambigu
jika ternyata banyak penyakit kronis yang memunculkan stigma negatif terhadap
koperasi dan kenyataannya harus ada yang memerankan posisi “Sang Mesias” untuk
membongkar kembali rangkaian kegelapan yang menyelubungi koperasi. Pengembangan
usaha perusahaan koperasi dalam hal investasi, formasi permodalan, pengembangan
sumber daya manusia (SDM), pengembangan keahlian untuk bertindak sebagai
wirausahawan, dan kerja sama antar koperasi secara horizontal dan vertikal
merupakan keharusan dalam meraih capaian harmonisasi ideal.
1.
Pencitraan
Ideologis
Sebenarnya beberapa
ide yang melandasi lahirnya prinsip-prinsip koperasi antara lain adalah
solidaritas, demokrasi, kemerdekaan, alturisme (sikap memperhatikan kepentingan
orang lain selain kepentingan diri sendiri), keadilan, keadaan perekonomian
negara dan peningkatan kesejahteraan (Ima Suwandi, 1980). Di sisi ini ada
sebuah celah yang bisa dikembangkan dengan menggali nilai-nilai luhur bangsa
sebagai alat propaganda ideologi koperasi. Pendekatan multikultural sebagai
upaya membebaskan koperasi dari idiologi ekslusif yang berdiri diantara paham
sosialisme dan kapitalisme.
Sebagai sebuah
propaganda, koperasi harus mampu memberikan kebermaknaan atas konsekuensi dari
nilai luhur yang diusungnya sebagai sosok bersahabat yang bisa dirasakan oleh
semua lapisan masyarakat, mencair dalam berbagai unsur kepentingan dan
bermetamorfosis sebagaimana yang diinginkan masyarakat. Proses yang terus
menerus inilah yang diharapkan membuat masyarakat merasa ikut memiliki koperasi
dan menumbuhkan kesadaran bahwa koperasi ada dari, oleh dan untuk masyarakat,
tidak berperan sebagai subyek dan obyek, tetapi lebih kepada fungsi kebersamaan
dan pemberdayaan.
Terwujud nyata
dalam rangkaian konsepsi dari cerminan sikap yang menginginkan dan memperjuangkan agar prinsip-prinsip
koperasi diberlakukan pada bagian luas kegiatan manusia dan lembaga, sehingga
koperasi memberi pengaruh dan kekuatan yang dominan di tengah masyarakat.
Adopsi sistem pemasaran modern dalam menggali dan mengembangkan sistem
keanggotaan yang terbuka dengan tidak adanya pembatasan strata ekonomi harus
gencar di soundingkan di masyarakat sehingga masyarakat memahami arti koperasi
sebagai wadah sosial yang berfungsi secara ekonomi.
2.
Kelahiran
Kembali/Reborn
Reborn merupakan
konsep untuk melahirkan kembali dengan meninggalkan stigma kelam yang selama
ini menghantui koperasi. Lupakan sosok koperasi yang terkesan kolot, eksklusif,
tua dan merupakan kegiatan para pensiunan dengan membangun basis baru yang kuat
baik secara ideologis, ekonomi dan kemampuan menjawab tantangan kemajuan.
Memunculkan tokoh muda yang fresh dengan semangat kekinian dan mampu
menyediakan kebutuhan modern menjadi sebuah tantangan yang harus dijawab
koperasi. Memposisikan koperasi sebagai sebuah wadah kontemporer yang siap
bersaing dengan organisasi ekonomi serupa yang kian marak dapat dijawab dengan
mengubah casing koperasi menjadi sosok yang lebih dinamis.
Jika selama ini
koperasi dikenal hanya sebagai sekumpulan orang, harus dikembangkan menjadi
sekumpulan orang berpikiran muda yang berwawasan modern dan kreatif. Tumbuh
kembangnya sistem kaderisasi diharapkan mampu melahirkan sosok yang memberikan
ide segar dan pola pikir berbeda untuk memaksa masyarakat melihat koperasi dari
sisi yang lebih menyenangkan. Melahirkan
sosok koperasi bukan hanya sebagai bagian dari politisasi waste management
tetapi mereposisikan sebagai trend setter sistem perekonomian berwawasan
ekonomi kerakyatan.
3.
Modernisasi
Tidak bisa
dipungkiri bahwa masyarakat cenderung melihat dari hasil akhirnya saja, bukan
hanya bagaimana koperasi menjadi wadah ideologis dengan sistem pendidikan yang
berkelanjutan, tetapi juga berbagai komponen pendukung yang mencirikan
identitas modern. Jejalan konsep pendukung yang berbau modern harus dipaksakan
ke dalam wadah yang bernama koperasi. Dukungan peralatan canggih, segmen
internetisasi, sosok bangunan yang mentereng dan kemudahan pelayanan menjadi
sebuah kewajiban yang diharapkan menghipnotis masyarakat dari pandangan kolot
dan kuno.
Sistem promosi yang
merambah media-media sosial, website dan komunitas maya lainnya sebagai sebuah
pembuktian dari keseriusan koperasi mengembangkan kluster kebersamaan dalam
sebuah misi penyatuan entitas merupakan ladang baru yang berpotensi menyedot
perhatian. Tentu saja konsep modern ini bukan hanya sebagai kiasan tanpa fungsi
ataupun sekedar lips service, dukungan sumber daya yang capable di bidangnya
menjadi jaminan bahwa koperasi layak dijadikan basis ekonomi kerakyatan yang
mampu mencuri perhatian dari setiap segmen masyarakat. Memberikan pembuktian
bahwa tawaran modernisasi seiring dengan berbagai kemudahan, harga murah dengan
pelayanan lebih dan fungsi kesejahteraan yang bisa dinikmati semua orang yang
menjadi anggotanya.
Koperasi memang merupakan organisasi swasta yang mempunyai kemitraan
dengan pemerintah sehingga harus mewujudkan kemandirian sosial dalam segala
aspeknya untuk mereduksi impact yang selama ini tercitra dalam keterwujudan
koperasi. Tidak masalah jika itu hanya merupakan mimpi tapi paling tidak
menjadi mimpi indah dan berkelanjutan yang sampai akhirnya terfokus di alam
bawah sadar dan menjadi sebuah kenyataan. Dan merupakan sebuah tantangan baik
secara ideologis maupun sosial bagi segenap insan dengan kepedulian di atas
rata-rata untuk mampu berbuat lebih dalam memacu kendaraan yang bernama
koperasi.