Mahasiswa merupakan produk akhir
Institusi Perusahaan Pendidikan, proses final yang secara struktur memutuskan
ikatan emosional “Industrial” pelaku industri Pendidikan.
Berakhirnya masa pembelajaran sekaligus
melahirkan sosok baru yang lazim disebut "Alumni". Dalam
kesehariannya alumni tidak bisa lepas dari almamaternya. Embel2 tersebut
terikat seumur hidup dalam wujud gelar akademik. Itulah muasal lahirnya ikatan
emosional yang sangat kuat bagi alumni.
Ikatan mata rantai emosional alumni
mempunyai tersebut
menghasilkan posisi tawar unik dan strategis yang menghubungkan
Institusi Perguruan Tinggi dengan masyarakat. Meskipun mereka tidak lagi
merupakan bagian aktif dalam proses pendidikan di Perguruan Tinggi, namun
pengalaman mereka selama menjadi mahasiswa dan ikatan batin serta rasa memiliki
mereka yang kuat terhadap almamater.
Sayangnya tidak semua melihat dengan sudut
senada. Tidak jarang institusi pendidikan terlalu fokus pada peningkatan mutu pendidikan sehingga tidak sadar telah
abai akan alumninya.
Kegelisahan sejenis itulah yang mungkin terjadi pada sekelompok
alumni Universitas Muhammadiyah Purwokerto atau yang sering disingkat UMP. Yang memaksa mereka untuk
"turun gunung" melintas usia dan skala geografis lewat sebuah ajang diskursus kontemplatif.
Tergabungnya sekelompok sosok aneh dalam
sebuah lingkar diskusi seakan menguak kembali telaah kritis yang sekian lama
terkubur.
Tapi jangan dulu membayangkan diskusi di
ruang pertemuan mewah dengan segala fasilitas. Ini hanya diskusi dalam sebuah
grup BBM sederhana, yang
disulap menjadi "UKM" dimana kami dulu berkumpul bersama. Tempat yang
menjadi sorga bagi para "aktivis". Ya... itulah julukan sekelompok
mahasiswa ini, penghuni grup BBM kecil yang hanya beranggotakan 20 peserta.
Dan jangan pula membayangkan
diskusi berlangsung santun, Anda tidak boleh lupa bahwa peserta diskusi adalah
mantan "orang gila" UMP pada masanya.
Walaupun hanya mantan aktivis yang
mungkin mulai berumur,
aura “kekejaman dan kebrutalan ide” tetap terjaga.
Segala kemewahan dari liarnya pemikiran yang
senantiasa bergejolak masih tertata rapi. Mantan Sekjend Dewan Mahasiswa,
aktivis Fak. Bahasa Inggris yang saat ini sedang mengejar S2 di negeri China
didaulat menjadi jenderalnya. Sosok sukses dibalik sebuah institusi perbankan
syariah yang berdedikasi tinggi didapuk menjadi wakil tokoh nomor 2 kelompok
ini. Tokoh Fakultas Ekonomi UMP yang juga mantan aktivis Kopma Lebah yang
disegani pada zamannya.
Kehadiran Tokoh pers Banyumas yang sekarang
merintis Satelite TV, mantan tokoh Persma UMP dan senior Kopma yang konsen dalam marketing perusahaan gas LPG
yang kehadirannya mewarnai dengan celetukan cerdasnya. Dan tentu saja penghuni
lain yang dulunya berkecimpung dalam wadah aktivis berbagai UKM berkumpul
disini.
Menengok para penghuni grup, wajar saja jika
sebuah irisan2 kegelisahann selalu diramu dan diterjemahkan ke dalam proyek penggalian ide dan wacana.
Tekad menjadikan Ikatan Alumni menjadi
institusi yang diperhitungkan, menjadi lahan eksistensi yang tak kunjung
rampung.
Kegelisahan demi kegelisahan yang terus
mengalir dikemas dalam perdebatan santun ala aktivis. Komunitas kecil ini
sukses mengobati kerinduan akan kebuasan Unit Kegiatan Mahasiswa yang penuh
lontaran ide gila tak bertakar.
Memang belum ada kata putus dalam membangun
konsep ikatan alumni ideal. Namun setidaknya "singa tua" yang pernah
mengenyam kerasnya kehidupan aktivis mahasiswa tetap membuktikan bahwa gairah
itu tetap ada.
Gairah untuk berkarya, bertukar ide, dalam cita rasa yang elegan
namun tetap bernuansa kritis dan dinamis.
0 komentar:
Posting Komentar