‘Aku capek sekali jadi orang baik...’itulah sepenggal kata yang
diungkapkan seorang teman ketika dalam kondisi tertekan dan tidak tahu harus
berbuat apa. Segala kebaikan yang diperbuat dirasa hanyalah sia-sia, teman yang
dipercaya mengkhianatinya, menelikung dari belakang, ibarat kata benar-benar
menjadi musuh dalam selimut. Dia menambahkan bahwa dari kecil didik untuk
selalu menghargai orang, memperlakukan sesama dengan segala kebaikan yang dia
punya dan dia bisa. Tidak boleh bertindak semaunya, menyakiti orang, egois,
bermusuhan dengan orang, harus mempunyai teman sebanyak-banyaknya.
Semua dilakukan dengan patuh dengan segenap hati, pikiran dan tingkah
lakunya, jadilah ia orang yang terstigma secara sosial sebagai ‘orang baik’. Ternyata
dibalik semuanya ia merasa iri dengan teman-temannya yang bertindak semaunya,
tidak harus mengekang hawa nafsunya, menikmati masa muda dengan variasi
kenakalan masa muda dan tantangan untuk mencoba hal yang baru tanpa takut
norma, aturan dan agama.
Aku hanya tercenung, ‘benarkah demikian?’... benarkah jadi orang yang
selalu baik ternyata sangat menyakiti perasaan sendiri...... Yang pasti karena
aku merasa bukan orang baik tidak ada yang bisa kusarankan, hanya jadi
pendengan yang baik dan mencoba mencerna ulang keluhan tadi.
Betulkah demikian...????
Dalam sebuah kesempatan kucoba membuka dunia maya dan mencari beberapa
pengakuan orang-orang yang bertranformasi dari ‘orang jahat’ menjadi orang
normal kebanyakan. Ternyata mereka menuliskan pengalamannya mengaku capek
menjadi personal yang secara sosial kurang diterima di masyarakat karena
embel-embel dan stigma ‘orang tidak baik’.
Yang baik merasa capek dan pengen merasakan jadi ‘jahat’, sementara yang ‘jahat’
dimata sosial juga capek dan pengen jadi
‘orang baik’
Menurut aku sih perbuatan kita baik ataupun buruk ibarat ‘investasi
jangka panjang’ ibarat orang menanam pohon tidak mungkin berbuah saat itu juga,
masih ada yang namanya ‘hukum karma’, ‘ongkos sosial’ dan lain sebagainya yang
sampai sekarang dipercaya ‘benar’. Yah dinikmati saja kehidupan ini, pilihan
hidup sumonggo kerso terserah kita, hidup untuk dinikmati baik oleh kita maupun
keturunan kita kelak.....yang menilai masyarakat, sosial. Paling tidak kita
punya teman yang selalu berada di sisi kita, pasangan hidup yang bisa mengarungi
bahtera rumah tangga bersama dalam suka dan duka, anak yang bisa dibanggakan,
dan lingkungan sosial/tetangga yang baik.... :p
0 komentar:
Posting Komentar