Say no to ......
Ungkapan di atas sempat populer ketika gencar kampanye mengenai
narkotika, anti rokok, maupun sekarang yang sedang marak kampanye anti korupsi,
kolusi, nepotisme. Maknanya simple, mengajarkan kita untuk berkata tidak atau
dengan istilah lain menyuruh kita secara tegas untuk menghindarinya. Mudah untuk
mengatakan tetapi sangat sulit untuk menjalankan, bukan hanya anjurannya yang
susah tetapi ungkapan kata tidak merupakan hal yang belum familier di telinga
kita. Bagi sebagian orang kata 'tidak' adalah satu dari beberapa jenis hal yang harus
dihindari, apalagi untuk orang yang mempunyai keterikatan kuat dengan budaya
Jawa. Mungkin kita masih ingat mulai dari kecil kita diajarkan untuk berkata
sopan kepada yang lebih tua, mengiyakan semua yang dinasihatkan dan tabu untuk
menolak dan berkata 'tidak' Dengan kata lain kita harus selalu taat, patuh dan
menghargai orang tua, kakak, dan secara lebih jauh ke lingkungan kerja adalah
terhadap atasan atau bos kita.
Tempaan dan dogma untuk tabu bilang 'tidak' jika terus berlanjut akhirnya akan mengakar jauh ke dalam
lubuk hati kita yang paling dalam, kita tidak bisa mengklaim bahwa itu salah
dan budaya kepatuhan adalah sesuatu yang harus dihindari. Yang harus diwaspadai
adalah ketidak berdayaan kita ketika harus berkata 'tidak' untuk sesuatu yang
berkaitan dengan prinsip, paradigma dan keberanian untuk berinovasi. Saat kata 'tidak' di peti es kan maka kita telah kehilangan prinsip yang jauh lebih penting
dalam kehidupan kita, saat yang paling menakutkan adalah ketika kita kehilangan
jati diri kita dan hanya berperan sebagai robot biologis yang hanya bisa
bersikap patuh, yes bos, dan bermental pesuruh, pasrah, menerima apa adanya
tanpa berusaha untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik.
Secara umum kata ya merupakan simbol penerimaan dan reaksi emosional
untuk deskripsi dari kepatuhan dan kata 'tidak' mewakili simbol penolakan,
ketidakpatuhan dan sikap kontra terhadap sesuatu. Jika kita menyelami dan
menghayati sejarah penemuan dan tokoh dunia segala penemuan dan pemikiran baru
berawal dari sikap apatis dan atiteori terhadap hal yang sudah berlaku umum. Sejarah
inovasi dan era baru bermula dari kata 'tidak' 'tidak' untuk sesuatu yang monoton, 'tidak' untuk sesuatu yang membosankan, dan 'tidak' untuk menjadi follower.
Penting untuk menggarisbawahi bahwa tidak hanya berhenti di kata 'tidak'
harus ada kalimat sambungan yang mencerminkan visi dari ketidaksetujuan kita. Saat
kita hanya berkata 'tidak' maknanya adalah penolakan tanpa visi, tanpa idealisme
dan mencerminkan pemberontakan. Akan lain ceritanya ketika kita berkata 'tidak' dan melanjutkannya dengan teori, kesimpulan pengganti yang kita sodorkan untuk
menjadi alternatif yang lebih baik, maka itulah yang dinamakan inovasi,
revolusi atau segala sesuatu tentang perubahan menuju yang lebih baik.
Ketika kita berkata 'tidak' secara profesional otomatis akan terpancar
kepercayaan diri yang kuat, menggambarkan penguasaan kita yang dalam dan
mendetil mengenai sesuatu hal, dan pancaran intelektual kita dalan menggali
sebuah keadaan. Kata 'tidak' diiikuti dengan tatapan mata yang tajam, raut muka
yang tegas melukiskan sosok manusia ideal yang siap mengemban kelanjutan
positif dari visi, misi perusahaan, umumnya orang yang berani berkata tidak
lebih dihargai ketika dari kepalanya berjejal keinginan untuk maju, semangat
pembaharuan yang berkobar-kobar dan reksi aktif untuk lebih memaknai sebuah
karya.
Pemaknaan 'tidak' sampai saat ini masih di lihat sebelah mata, karena
kebanyakan kata tersebut hanya untuk meneriakkan penolakan agresif, keinginan
untuk penggulingan kekuasaan, perawalan dari anarkisme di jalan-jalan sehingga
terkesan prematur tanpa kelanjutan tendensi kritik untuk menuju semangat baru yang lebih
berarti. Save the ‘say no...’ dengan lebih menaikkan derajat kata ‘tidak’ mereduksi
sehingga bermetamorfosis menjadi awal baru untuk perubahan dan tawaran
pemikiran alternatif yang lebih membangun.
1 komentar:
artikelnya bagus dan bermanfaat.
suplemen pelangsing badan
Posting Komentar