Hirarki kerja dalam sebuah struktur kerja di instalasi manapun hampir
semua sama, secara umum dibedakan menjadi 2, atasan dan bawahan dengan
konsep konvensional bawahan melakukan apa
yang dikehendaki atasan dan atasan mengawasi kinerja bawahan dan memastikan
sesuai dengan rencana yang dibuat. Mungkin dibagi menjadi struktur yang lebih
kecil dengan unit kerja yang bervariasi, namun setiap unit memiliki pimpinan
dan anak buah, sama dengan konsep diatas hanya perbedaan interpretasi dan
konsep teknis saja.
Pola kerja tersebut seakan menciptakan gap, seakan ada dua kubu yang
berbeda kepentingan. Personal yang berada dalam posisi bawah/pelaksana merasa
pimpinan tidak adil, tidak bisa memahami bawahan, hanya bisa memerintah dan menyuruh
dan pada tahapan selanjutnya terjadi kecenderungan bekerja hanya menuruti
perintah atasan bukan sebagai kebutuhan atau konsep pengembangan diri, bekerja benar
hanya ketika ada atasan apalagi konsep bekerja bagian dari proses beribadah
seolah hanya impian yang tidak akan terwujud. Pihak pimpinan atau atasan akan
sangat sulit jika kondisinya terbangun dengan alur seperti itu karena tidak
memungkinkan pengawasan lapangan dilakukan setiap saat dengan jumlah unit yang
sedemikian banyak.
Sebuah konsep pernah ditawarkan di tempatku bekerja yang sekilas sangat
idealis, dengan perspektif yang tertahan tinggi di awang-awang untuk ukuran
kondisi sekarang yaitu konsep “Bekerja Merasa Diawasi Tuhan”. Sebuah slide
pemikiran yang mencoba menggabungkan dimensi duniawai dengan ranah illahiah yang
terdefinisi sederhana sehingga bisa dimengerti oleh karyawan dan dilaksanakan
di semua lini. Apakah mungkin ??? jawabannya adalah sangat mungkin dengan
ketentuan yang disepakati oleh semua pihak sehingga sehingga terjemahannya tidak
merugikan karyawan dan perusahaan, dengan catatan masih diperlukan paparan
teknis untuk mewujudkannya.
1.
Paradigma Perusahaan
Bekerja merupakan kebutuhan manusia, sesuatu yang dibutuhkan manusia
untuk berkembang dan berubah, meraih sesuatu yang ingin dicapai ataupun
terdesak kebutuhan. Dengan kenyataan hampir semua manusia butuh kerja posisi
perusahaan secara teknis diuntungkan karena kebanyakan tenaga kerja adalah
insan yang membutuhkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dalam hal ini perusahaan harus memiliki konsep
bukan memandang definisi pekerja sebagai sebuah mesin yang bisa kita stel
berdasarkan target dan objektif perusahaan, bangunan konsep harus mengarahkan tenaga
kerja sebuah aset vital yang harus dikelola dengan baik dan benar, diarahkan,
dan diperingatkan jika ada kesalahan. Pekerja harus mengetahui benar apa hak
dan kewajiban mereka, bagaimana proses pengambilan cuti, hak saat melahirkan,
keluarga sakit, jamsostek, mengerti peraturan yang berlaku dengan konsekuensi
jika mereka melanggar. Perusahaan menempatkan diri bukan sebagai diktator yang
kejam dan berkuasa, tetapi merapatkan diri dengan pekerja dan mengisi peran
sebagai keluarga yang mengayomi kepentingan pekerja. Menyediakan media pendukung
untuk mempermudah pekerjaan, media komunikasi ketika pekerja mempunyai ide,
melakukan koreksi kebijakan di lapangan, bahkan ketika mereka memiliki masalah
yang berpotensi mengganggu kinerja mereka. Harapannya satu, pekerja memiliki
kesadaran untuk bekerja dan merasa paling tidak nyaman dalam harmonisasi hubungan
pekerja dan perusahaan.
2.
Pendekatan Ilahiah
Selain kebutuhan duniawi tidak bisa dilupakan setiap orang memiliki
keyakinan akan kehidupan setelah kehidupan ini berakhir, terdefinisi dengan
keyakinan pada agama tertentu yang secara umum menyebutkan bahwa setiap orang
memiliki Tuhan. Perusahaan harus mengakomodir kepentingan ini dalam suatu
kemasan yang lebih bermakna bagi semua. Dengan fakta dilapangan bahwa kadar
ketakutan manusia sudah sangat tipis, mereka lebih takut kepada kebutuhan yang
semakin hari semakin meningkat atau kepada atasan daripada kepada Tuhannya
sendiri memberikan kesempatan bagi management untuk mengembalikan mereka ke
jalan yang benar. Penyediaan sarana ibadah, nuansa yang mendukung pekerja
selalu ingat kepada Tuhannya, ataupun menyadarkan mereka yang saat ini mungkin
sudah melupakan keberadaan Tuhan. Tebalnya kesadaran dalam dimensi ini sangat
baik untuk perkembangan pribadi pekerja, membuat mereka menyadari arti hidup
dan secara umum menyediakan suasana tenang dalam lingkungan kerja. Bahwa hidup
bukan hanya kompetisi pengejaran materi semata untuk memuaskan raga, namun kepuasan
batin dalam pendekatan kepada Yang Maha Kuasa.
Kedua pengertian di atas kemudian digabungkan dan di design sedemikian
rupa sehingga terjadi kolaburasi yang membangun, konsep bekerja merupakan
bagian tak terpisahkan dari beribadah. Pekerja akan merasa nyaman dan penguatan
keimanan akan memberikan spirit baru bahwa mereka bukan hanya bekerja sebagai
imbas dari kebutuhan semata tetapi sebagai aktualisasi ibadah, pengertian
bekerja mereka sudah bukan untuk mendapatkan pujian atasan, tetapi dalam rangka
mendapat legitimasi dari Tuhan sebagai umatnya yang taat.
Ini adalah konsep yang sangat sulit dilaksanakan tetapi sedang dicoba
untuk digodok sampai siap untuk dipraktekkan, jika konsep ini terlaksana dan
pekerja bekerja tanpa harus diawasi, bagaimana fungsi pimpinan dalan sebuah
unit atau pengawas di lapangan, apakah berarti mereka tidak diperlukan lagi???
Tentu saja mereka tetap diperlukan, bukan sebagai atasan yang ditakuti tetapi
sebagai media penghubung kepentingan management dengan pekerja, media
penyeimbang sebagai sarana harmonisasi hubungan keduanya. Selain itu perubahan
fungsi juga merupakan sarana perusahaan untuk lebih melebarkan peran dan
melangkah ke wilayah non pekerjaan dengan cara lebih meningkatkan empati pada
pekerja yang mempunyai kesulitan rumah tangga, kepedulian ketika pekerja sakit
dan konsep sederhana yang menciptakan konsep perusahaan sebagai keluarga besar
yang saling mendukung. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar